- Versi Transformasi Teks Mertadiredjan
ing Pajajaran (karya Rejosudiro, koleksi Soedarmadji), Babad Banyumasan
(karya Ki S. Wigno, koleksi Sugeng Priyadi), Terjadinya Daerah Banyumas
82 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
(karya terjemahan Roeslan Doyowarsito dari karya Ki S. Wigno), Babad
Nagari Banjumas wiwit saking Pandito Putro hing Pedjadjaran (stensil
Budi, koleksi Soedarmadji), Babad Nagari Banyumas wiwit saking Pandhita
Putra ing Pajajaran (salinan Sugeng Priyadi), Babad Banyumas (karya
Amen Budiman di Harian Suara Merdeka), dan Babad Banyumas (karya
Soemarno, Whd., di Mingguan Jayabaya).
- Versi PRBN
I Bhumi Nusantara Parwa 2 Sargah 4. Pada halaman 173-176 berisi
ringkasan teks Babad Banyumas (Ayatrohaedi & Atja, 1991:109-110). Teks
tadi menjelaskan bahwa Raden Baribin adalah adik Prabu Brawijaya
Kretabhumi. Baribin pergi dari ibu kota Majapahit karena serbuan Raden
Patah. Raden Baribin menempuh perjalanannya dari ibu kota ke Pajajaran
melalui Kaleng dan Ngayah. Dikisahkan raja Pajajaran mempunyai empat
orang anak, yaitu Banyak Catra (Raden Kamandaka) yang menjadi bupati
Pasirluhur, Raden Banyak Ngampar menjadi bupati di Dayeuhluhur, putra
mahkota, dan Nay Retna Ayu Kirana. Raden Baribin dikawinkan dengan
Nay Retna Ayu Kirana. Raden Baribin disebut juga Pandita Putra. Ibu Raden
Baribin disebut sebagai cucu bupati Wirasaba yang kawin dengan raja
Majapahit. Raden Baribin mempunyai anak lelaki, yakni Katuhu yang lahir
pada tahun Saka 1403 (1481 Masehi). Raden Katuhu menjadi bupati
Wirasaba kedua dengan gelar Raden Adipati Wirontomo II. Ada tiga bupati
Wirasaba yang memerintah secara berurutan, yaitu Wirontomo I, Katuhu
(Wirontomo II), dan Adipati Urang (Wirontomo III).
Teks tersebut lebih dekat dengan versi Dipayudan atau versi
Banjarnegara, baik yang berasal dari Wirasaba maupun Banjarnegara.
Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara Parwa 2 Sargah 4 ini memakai
bahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun Saka 1602, atau 1680 Masehi.
Keberadaan teks Babad Banyumas tersebut menunjukkan bahwa Babad
Banyumas telah dikenal pada perempat terakhir abad ke-17 Masehi.
Penanggalan itu tidak bertentangan dengan tipe huruf Babad Banyumas
Kalibening yang juga berasal dari abad ke-17 Masehi. Ada kemungkinan
bahwa teks tersebut menjadi cikal-bakal teks Babad Banyumas versi
Banjarnegara (Priyadi, 1999b:63 & 1999c:229).
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 83
- Versi Dipayudan atau Versi Banjarnegara
Kejawar (koleksi Soedarmadji), Serat Sedjarah Banjoemas (salinan Sariban,
koleksi Sugeng Priyadi), Serat Sujarah Banyumas (salinan Raden Gatot,
Pensiunan Patih Demak, koleksi Soedarmadji), Punika Surat Sujarah
ingkang Nuruna ing Toyamas (naskah kepatihan Banyumas, koleksi
Soedarmadji), dan Surat Sujarah Banyumas (salinan Sugeng Priyadi dari
karya salinan Raden Gatot).
Teks Babad Wirasaba Kejawar (9 Mei 1879), Punika Surat Sujarah
ingkang Nuruna ing Toyamas (9 Oktober 1891), Serat Sujarah Banyumas
(15 Januari 1921), dan Serat Sedjarah Banjoemas (23 Nopember 1946)
ditulis berdasarkan Sejarah Wirasaba di Banyumas oleh keturunan bupati
Banjarnegara Dipayuda IV. Sejarah Wirasaba adalah naskah koleksi Mad
Marta, penduduk desa Wirasaba, Kecamatan Bukateja, Purbalingga. Tebal
naskah 90 halaman. Halaman 1-85 berisi 14 pupuh tembang macapat dan
halaman 86-90 berisi silsilah Adipati Wira Utama (Katuhu) sampai
Tumenggung Yudanegara (Gandakusuma). Pada pupuh I terdapat sengkalan
yang menunjukkan tahun Jawa 1787 atau 1858 Masehi. Naskah yang sampai
kepada kita adalah salinan Mulyareja yang diselesaikan pada tanggal 24
Agustus 1956. Meskipun naskahnya muda, tetapi kandungan teksnya lebih
tua bila dibandingkan dengan keempat teks tersebut.
Proses penyalinan dari Wirasaba ke Banjarnegara, dan masuk ke
Banyumas dengan judul yang berbeda dengan teks aslinya. Dalam teks
Babad Wirasaba Kejawar dan Serat Sedjarah Banjoemas ditemukan adanya
sisipan teks Babad Pasir. Penelitian Priyadi (1996) memperlihatkan bahwa
teks Babad Pasir tersebut bukan berasal dari teks yang telah dipublikasikan
oleh Knebel (1900: 1-155), tetapi berasal dari tradisi lisan. Teks lisan yang
berbentuk prosa digubah dalam empat pupuh tembang macapat, yaitu XIX
Asmarandana (31 bait), XX Sinom (12 bait), XXI Dandanggula (23 bait),
dan XXII Asmarandana (9 bait). Teks lisan tersebut mungkin berasal dari
pengaruh penulisan babad di Jawa Barat (Priyadi, 1993; lihat Sutaarga,
1984). Pengaruh Sunda agaknya sangat kuat. Hal itu terbukti dengan adanya
tiga orang tokoh Siliwangi dalam teks-teks Banyumas (Priyadi, 1992:115).
Banyak Catra di dalam masyarakat Sunda Kuna dikenal sebagai salah satu
naskah pantun, selain Langgalarang, Siliwangi, dan Haturwangi (Atja &
Saleh Danasasmita, 1981: 14). Namun, tradisi Babad Pasir yang hidup di
84 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
Taman Sari, Pasir Kidul, Pasir Kulon, Pasir Lor, dan Pasir Wetan yang
mendapat pengaruh Sunda itu tidak tersentuh oleh penggubah Babad
Wirasaba Kejawar dan Serat Sedjarah Banjoemas.
Ada dua naskah versi Dipayudan yang baru ditemukan, yaitu Sujarah
Banyumas (milik Danukrama) dan Serat Sujarah Banyumas (salinan Raden
Ngabehi Rangga Bratadimedja Pensiunan Patih Purbalingga, milik Raden
Ayu Sudirman Gandasubrata). Sujarah Banyumas seluruhnya berisi 120
halaman (33 X 21,5 cm). Danukrama adalah pensiunan Mantri Polisi di
Banyumas tahun 1845. Ada dugaan naskah ini lebih tua dibandingkan Babad
Wirasaba Kejawar (BWK) dan Serat Sedjarah Banjoemas (SSB). Kedua
naskah memuat teks yang sama (30 pupuh), sedangkan Sujarah Banyumas
Danukrama (SBD) berisi 25 pupuh. Serat Sujarah Banyumas milik Raden
Ayu Sudirman Gandasubrata (selanjutnya disingkat SSBS) seluruhnya ada
131 halaman (21,5 X 15,5 cm). Naskah tersebut merupakan salinan yang
dilakukan oleh pensiunan Patih Purbalingga, Ngabehi Rangga Bratadimedja
(ayah Raden Ayu Sudirman) di kampung Pasanggrahan, Januari 1921.
Sepeninggal Raden Ayu Sudirman, naskah disimpan oleh Brigjen Polisi
Purnawirawan Raden Mustafa Gandasubrata.
Naskah SSBS berisi teks yang sama dengan Serat Sujarah Banyumas
(SSBa). SSBa merupakan karya salinan Raden Gatot (Pensiunan Patih
Demak di Purwokerto) tanggal 22 Juni 1970. Raden Gatot menyatakan
bahwa ia menyalin langsung dari SSBS. Selama ini SSBS belum ditemukan
sehingga kandungan teks SSBa tidak dapat diketahui tradisinya. SSBS dan
SSBa memiliki jumlah pupuh, nama pupuh, dan jumlah bait yang sama,
bahkan silsilah keluarga Kolopaking juga termuat. Namun, SSBS
menampilkan silsilah Brawijaya sampai Mertadiredja II. Silsilah tersebut
tidak dijumpai dalam SSBa. Penemuan SSBS merupakan sumbangan yang
penting bagi sejarah teks, khususnya versi Dipayudan. SSBS termasuk salah
satu naskah missing-link (bdk. Priyadi, 1997a). Hal serupa juga terjadi pada
kasus SBD. SBD berasal dari tahun 1845 ditemukan pada koleksi naskah
Pangeran Aria Mertadiredja III dan Pangeran Aria Gandasoebrata sehingga
mengurangi daftar naskah missing-link. Naskah yang menjembatani antara
BWK, SSB, dan SBD dengan SSBS dan SSBa masih perlu dilacak.
Perbandingan teks-teks versi Dipayudan atau versi Banjarnegara dengan SW
pada tabel 3 sebagai berikut:
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 85
Tabel 3. Perbandingan teks-teks versi Banjarnegara dengan SW
Pupuh BWK SSB SBD SSBa SSBS SW PSSNT
I Asm 17 Asm 17 Asm 26 Asm 17 Asm 17 Asm 12 Asm 20
II Meg 11 Meg 11 -- Meg 11 Meg 11 -- Meg 16
III Dha 24 Dha 24 Dha 25 Dha 24 Dha 24 -- Dha 29
IV Dur 31 Dur 31 Dur 31 Dur 31 Dur 31 Dur 31 --
V Sin 25 Sin 25 Sin 24 Sin 25 Sin 25 Sin 26 --
VI Kin 37 Kin 37 Kin 38 Kin 37 Kin 37 Kin 32 --
VII Dha 58 Dha 58 Dha 57 Dha 57 Dha 57 Dha 68 --
VIII Sin 13 Sin 13 Sin 37 Sin 13 Sin 13 Sin 34 --
IX Gam 30 Gam 30 -- Gam 30 Gam 30 -- --
X Mij 22 Mij 22 Mij 23 Mij 20 Mij 20 Mij 22 --
XI Pan 30 Pan 30 Pan 30 Pan 30 Pan 30 Pan 30 --
XII Meg 26 Meg 33 Meg 37 Meg 34 Meg 34 Meg 35 --
XIII Asm 38 Asm 29 Asm 38 Asm 38 Asm 39 Asm 35 --
XIV Dha 16 Dha 16 Dha 13 Dha 16 Dha 16 Dha 8 --
XV Asm 39 Asm 39 Asm 38 Asm 24 Asm 24 Asm 35 --
XVI Sin 20 Sin 21 Sin 21 -- -- Sin 19 --
XVII Mas 29 Mas 29 Mas 34 -- -- Mas 9 --
XVIII Dha 28 Dha 28 Dha 28 -- -- -- --
XIX Asm 31 Asm 31 Asm 15 -- -- -- --
XX Sin 12 Sin 12 -- -- -- -- --
XXI Dha 23 Dha 23 -- -- -- -- --
XXII Asm 9 Asm 9 -- -- -- -- --
XXIII Dha 24 Dha 25 Dha 24 -- -- -- --
XXIV Dur 29 Dur 29 Dur 28 -- -- -- --
XXV Asm 32 Asm 32 Asm 32 -- -- -- --
XXVI Sin 20 Sin 20 Sin 20 -- -- -- --
XXVII Mij 37 Mij 37 Mij 37 -- -- -- --
XXVIII Puc 25 Puc 25 Puc 25 -- -- -- --
XXIX Kin 21 Kin 21 Kin 20 -- -- -- --
XXX Pan 18 Pan 17 Pan 18 -- -- -- --
Keterangan: Angka Romawi menunjukkan nomor pupuh. Singkatan Asm,
Gam, dll., adalah nama pupuh Asmarandana, Gambuh, sedangkan
angka Arab menunjukkan jumlah bait.
Di Universitas Leiden, ada beberapa naskah yang diduga termasuk versi
Banjarnegara, yang berjudul Wirasaba History dengan kode Lor. 6427,
7718, dan 7469 (Pigeaud, 1967:147; lihat 1968:374, 462, dan 439).
86 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
Lho ini publikasi saya kok tidak menyebut nama saya?
BalasHapusSecara etika ini tidak boleh. Tolong ini dihapus!!!
BalasHapus