Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Sabtu, 23 Maret 2013

GENDER

3.    PANDANGAN BERBAGAI AGAMA TENTANG GENDER
3.1.    Gender Menurut Agama Islam
    Sejak 15 abad yang lalu Islam telah meghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam tertuang dalam kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan laki-laki.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yan mengacu kepaa ayat-ayat Al-Quran substantive yang sekaligus menjadi tujuan umum syariah. Adalah suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan, dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah memahami makna qodrat yang dikacaukan dengan peran gender adalah berbagai predikat yang bisa gender. Banyak orang menduga bahwa fungsi reproduksi menjadi alasan untuk mempertahankan domestikasi, sub ordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan.
    Al-Quran sebagai “Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidakadilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan.
    Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan alamnya.

3.2.    Gender Menurut Agama Katholik
    Ajaran resmi Agama Katholik yang khusus berbicara mengenai kesetaraan dan keadilan gender belum ada, namun cukup banyak pernyataan resmi gereja memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan menempati kedudukan yang setara. Hal ini dapat dijumpai pada kitab Sui (Biblis) maupun dalam ajaran-ajaran gereja yang memuat mengenai kesamaan harkat dan martabat laki-laki dan perempuan.
Ajaran gereja (magisterium) juga banyak memuat mengenai bagaimana kesamaan martabat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, tentang hak-hak serta peranan perempuan yang sama dengan laki-laki, juga mengenai perempuan dan masyarakat.
Pandangan Agama Katholik tentang gender, relasi antara perempuan dan laki-laki, dapat dilihat dalam kitab-kitab Suci da tradisi, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sampai dalam ajaran gereja Kausili yang memuat mengenai masalah kesamaan harkat dan martabat laki-laki dan perempuan. 

3.3.    Gender Menurut Agama Kristen Protestan
    Alkitab Agama Kristen Protestan memaparkan bagaimana Allah mewujudkan kapi kasihNya terhadap manusia tanpa memandang jenis kelamin apa dia, dari golongan mana, berapa usianya, terang kasih Allah yang digenapi dalam pengorbanan Yesus Kristus adalah dunia yang dialami oleh manusia, laki-laki dan perempuan, tua dan muda.
Dalam Agama Kristen Protestan, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dari debu tanah sama dan dibentuk sedemikian rupa menurut rupa dan gambarnyadan Allah melihat bahwa ciptaannya itu sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling melengkapi agar menjadi utuh. Dalam injil-injil synopsis dikatakan bahwa Yesus hadir dengan sikap yang baru terhadap perempuan, yaitu menghargai dn member kepada perempuan yang ditemuinya kepercayaan yang besar. Sikap Yesus terhadap perempuan juga ditunjukkan kepada perempuan yang baik-baik maupun perempuan pendosa. Adanya contoh-contoh yang bisa gender yang terdapat dalam Alkitab maupun dari tokoh-tokoh gereja adalah ketidakadilan gender yang lahir karena alasanalasan non teologis. Kaum teolog feminis Kristen Protestan berpendapat perlunya mendekonstruksikan dan menginterpretasikan kembalinya Alkitab melalui pandangan yang responsive gender, sehingga nilai-nilai yang luhur dan sesuai maksud penciptaan Allah bagi manusia muncul dipermukaan.



3.4.    Gender Menurut Agama Budha
    Dalam kehidupan bermasyarakat, Sang Budha tidak membedakan peran serta laki-laki dan perempuan. Mereka mempunyai peran yang setara dan adil. Seperti juga laki-laki, seorang perempuan dapat menjadi majikan, atasan atau guru (Bahramana) sesuai dengan khotbah Sang Budha. Mengacu pada perkembangan Budha Dharma 2555 tahun yang lalu, pemberdayaan dan kemitrasejajaran perempuan telah diperjuangkan dan ditumbuhkembangkan oleh Sang Budha. Hal ini dapat dikaji dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian adalah perempuan dan diterangkan pula bahwa perempuan membawa peranan penting dala perkembangan agama Budha.
    Kesetaraan gender dalam Agama Budha didasari kewajiban dan tangungjawab bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Menurut Agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul bersama di atas bumi ini, dan dia dapat terlahir sesuai dengan karmanya masing-masing, sehingga kedudukan laki-laki dan perempuan dalam Agama Budha tidak dibicarakan sebagai sesuatu yang bermasala. Agama Budha membimbing umatnya kepada lebih menghargai gender.
    Pada Paninivana Sutta, Sang Budha mengatakan, seluruh umat manusia tanpa tertinggal memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan mempunyai tugas hidup yang agung, karenanya agar terjadi keseimbangan dalam menjalankan fungsi kehidupannya, maka keduanya mempunyai karakter yang tampak berlawanan, padahal justru dari hal inilah muncul keseimbangan.

3.5.    Gender Menurut Agama Hindu
    Tujuan hidup umat manusia menurut ajaran agama Hindu ada empat, yang dalam bahasa Sansekerta disebut Catur Parusharta (empat tujuan utama), yaitu Dharma, Arta, Karna, dan Moksa.
Pengertian gender dalam Agama Hindu merupakan hubungan social yang membedakan perilaku antara perempuan secara proporsional menyangkut moral, etika, dan budaya, bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak sesuai dengan ketentuan social, moral, etika dan budaya dimana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut social, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh perempuan, demikian pula sebaliknya.
Sesuai dengan ajaran Agama Hindu, gender bukan merupakan perbedaan social antara laki-laki dan perempuan. Agama Hindu mengajarkan bahwa seluruh umat manusia diperlakukan sama di hadapan Tuhan sesuai dengan dharma baktinya.
    Manusia yang lahir ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan. Istilah dewa-dewi, Lingga yoni dalam ajaran Hindu menggambarkan bahwa dualism ini sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena Tuhan Yag Maha Esa menciptakan semua makhluk hidup selalu berpasanga. Di dalam kitab suci hubungan suami dan istri dalam ikatan perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari dua badan yang berbeda.
    Lebih jauh di dalam Manapadharmasastra diuraikan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “Ardha-nari-isvari”, sebagai sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.


4.    KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
4.1.    Latar Belakang
Data statistic penduduk Indonesia menunjukkan bahwa jumlah kaum perempuan Indonesia persentasenya lebih besar dari kam laki-laki, yaitu 50,3%. Dengan jumlah tersebut, apabila didukung oleh kualitas yang tinggi, maka perempuan Indonesia akan menjadi potensi produktif dan merupakan modal bagi pembangunan.
Kenyataan yang ada sekarang ni adalah kedudukan dan peran perempuan Indonesia walaupun telah diupayakan selama dua dasawarsa, belum memadaidan menggembirakan. Ini disebabkan karena selama ini pendekatan pembangunan belum secara merata mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil bagi perempuan dan laki-laki sehingga hal tersebut turut member kontribusi terhadap timbulnya ketimpangan dan ketiakadilan gender.
Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gende dikenal dengan istilah kesenjangan gender (gender gap) yang pada gilirannya menimbulkan permasalahan gender. Salah satu indicator yang dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan Gender Adalah Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Gender Related Development Index (GRDI) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Human Development Index (HDI).
Berdasarkan Human Development Report tahun 2002, GDI Indonesia menempati peringkat 91 dari 173 negara. Sedangkan HDI berada pada peringkat 110 dari 173 negara Ini masih tertinggal disbanding Negara-negara di ASEAN, misalnya Malaysia, Thailand, dan Philipina yang masing-masing berada pada peringkat 59, 70, dan 77 untuk HDI, dan pada peringkat 54, 60, dan 63 untuk GDI.
Untuk memperkecil kesenjangan tersebut, maka kebijakan dan program yang dikembangkan saat ini dan mendatang harus mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, an permasalahan perepuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional, di samping meningkatkan kualitas hidup perempuan itu sendiri.

4.2.     Pengertian, Tujuan dan Indikator Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan diartikan sebagai serangkaian upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses kesejahteraan, kesempatan berpartisipasi sebagai pelaku dalam pengelolaan pembangunan, memutuskan serta mengawasi terhadap sumber daya ekonomi politik, social, dan budaya, agar perempuan dapat mengatur dirinya sendiri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
Tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah untuk meningkatkan status, posisi, dan kondisi perempuan agar dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki.

Pencapaian tersebut ditandai dengan:
1.    Terintegrasikannya kebijakan pemberdayaan perempuan pada semua kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan;
2.     Terwujudnya 440 kabupaten/kota yang responsive gender;
3.     Berperannya lembaga masyarakat dalam pemberdayaan perempuan.

Sasaran yang hendak dicapai oleh pembangunan pemberdayaan perempuan adalah
1.    Terjaminnya keadilan gender dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan, program, dan kegiatan pembangunan;
2.    Membaiknya angka GDI (Gender-related Development Index) GEM (Gender Empowerment Measurement);
3.    Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan;
4.    Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan jaringan pengarustamaan gender dan anak termasuk ketersediaan data dan peningkatan partisipasi masyarakat di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Sasaran tersebut diuraikan ke dalam sasaran-sasaran operasional dalam bidang-bidang pendidikan kesehatan, ekonomi, hokum, lingkungan social dan budaya, perlindungan tenaga kerja, perlindungan perempuan usia lanjut, perlindungan perempuan cacat, perlindungan perempuan di daerah bencana dan konflik, perlindungan remaja putrid, politik dan pengambilan keputusan, peningkatan peran dan posisi perempuan dalam jabatan politik, perlindungan terhadap tindak kekerasan, pemberantasan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak, penghapusan pornografi dan pornoaksi, tumbuh kembang anak, perlindungan anak, partisipasi anak, hak sipil dan kebebasan, kelembagaan anak, penciptaan lingkungan yang ramah anak, pelaksanaan pengarustamaan gender, dan pemberdayaan lembaga masyarakat dan swasta. 
   

D.    PENGARUSTAMAAN GENDER (GENDER MAINSTREAMING)
1.    Pengertian
Pengarustamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kbijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Dalam lampiran Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dapat disimak beberapa pengertian tentang Pengarustamaan Gender tersebut. Laporan Dewan Ekonomi PBB 1997, menyebutkan bahwa PUG adalah suatu proses penilaian implikasi dari setiap rencana aksi bagi perempuan dan laki-laki, mencakup peraturan, kebijakan-kebijakan, atau program-program pada tiap-tiap bidang di semua tingkatan pembangunan.

PUG sebagai suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender harus bear-benar terbukti tercermin dan terpadu dalam empat fungsi utama manajemen program setiap instansi, lembaga, maupun organisasi, yaitu dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
2.    Tujuan dan Sasaran Pengarustamaan Gender
Tujuan Pangarustamaan Gender adalah :
1)    Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dn program yang responsive gender.
2)    Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami marginalisasi sebagai dampak dari bias gender.
3)    Meningkatkan pemahamandan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah sehingga mau melakukan tindakan yang sensitive gender di bidang masing-masing.

Para pelaksana dari lembaga-lembaga pemerintah merupakan sasaran utama dari Pangarustamaan Gender (PUG). Demikian pula LSM/organisasi peremuan, organisasi swasta, organisasi profesi, organisasi keagamaan, sampai pada unit masyarakat yang paling kecil, yaitu keluarga, menjadi sasaran PUG.
3.    Prinsip Penerapan dan Ruang Lingkup Pangarustamaan Gender
Penerapan PUG di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip menghargai keragaman (Pluralistis), bukan pendekatan dikotomis, melalui proses pemampuan sosialisasi da advokasi, dan menjunjung nilai HAM dan demokrasi. Ruang lingkup PUG mencakup aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Perencanaan yang responsive gender adalah perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi swasta, masyarakat dan lainnya yang disusun dengan mempertimbangkan empat aspek: peran, akses, manfaat, dan control yang dilakukan secara setara antara perempuan dan laki-laki.

Pelaksanaan PUG perlu didukung dan diefektifkan dengan menyiapkan :
1)    Pemampuan para pelaksana PUG.
2)    Penyusunan perangkat analisis, pemantauan, dan penilaian.
3)    Pembentukan dan evaluasi PUG dilakukan dengan tepat waktu, dapat dipertanggungjawabkan, sederhana, transparan, menggunakan data terpilah menurut jenis kelamin, dan memakai indicator serta tolak ukur.


E.    PENGERTIAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus social perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Jadi konsep kesetaraan adalah konsep filosofis yang bersifat kualitatif, tidak selalu bermakna kuantitatif.

1.    Pengertian
a.    Kesetaraan gender: kondisi dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
b.    Keadilan gender: suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki.



2.    Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender
a.    Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama memperoleh informasi pendidikan dan kesempatan untuk meningkatkan karir bagi PNS laki-laki dan perempuan.
b.    Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Contoh: memberikan peluang yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam menentukan pilihan pendidikan di dalam rumah tangga; melibatkan calon pejabat structural baik dari pegawai laki-laki maupun perempuan yang berkompetensi dan memenuhi syarat ”Fit an Proper Test” secara obyektif dan transparan.
c.    Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan dalam penguasaan terhadap sumber daya (misalnya: sumberdaya materi maupun non materi daerah) dan mempunyai kontrol yang mandiri dalam menentukan apakah PNS mau meningkatkan jabatan struktural menuju jenjang yang lebih tinggi.
d.    Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Contoh: Program pendidikan dan latihan (Diklat) harus memberikan manfaat yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dalam mensosialisasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan penerapannya di Indonesia mengenal prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)    Pluralistis
Yaitu menerima keragaman budaya, agama dan adat istiadat (pluralistis), karena bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan adat istiadat tadi merupakan kekayaan dan keragaman yang perlu dipertahankan di dalam Pengarusutamaan Gender tanpa harus mempertentangkan keragaman tersebut.
2)    Bukan pendekatan konflik
Yaitu pendekatan dalam rangka PUG tidak melalui pendekatan dikotomis yang selalu mempertimbangkan antara kepentingan laki-laki dan perempuan.
3)    Melalui proses sosialisasi dan advokasi
Prinsip yang penting dalam PUG di Indonesia adalah melalui perjuangan dan penerapan secara bertahap melalui proses sosialisasi dan advokasi. Dalam PUG tidak semudah membalikkan telapak tangan atau ibarat memakan ”cabe” begitu digigit terasa pedas. Tetapi pelaksanaannya harus dengan penuh pertimbangan melalui proses sosialisasi dan advokasi yang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
4)    Menjunjung Nilai HAM dan Demokratisasi
Yaitu pendekatan PUG di Indonesia tidak melalui pertentangan-pertentangan dan penekanan-penekanan, sehingga ada kelompok-kelompok yang merasa dirugikan. PUG di Indonesia penerapannya akan selalu menjunjung nilai-nilai Hak Azazi Manusia dan demokratis, sehingga akan diterima oleh lapisan masyarakat tanpa ada penekanan-penekanan.


F.    MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDG)

Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium = MDG) lahir dari Deklarasi Milenium – suatu konsensus global yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang disepakati pada tahun 2000 oleh 189 Negara Anggota PBB. Dalam Deklarasi ini negara-negara tersebut secara bersama-sama mengedepankan visi global bagi perbaikan kondisi kemanusiaan di seluruh dunia di bidang-bidang pembangunan dan pengurangan kemiskinan, perdamaian dan keamanan, perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia dan demokrasi. Kebutuhan mutlak untuk memajukan hak asasi manusia dari seluruh umat manusia agar mencapai visi ini ditegaskan dalam Deklarasi. Secara khusus, pemajuan hak perempuan hingga kesetaraan gender diakui sebagai sangat perlu bagi kemajuan. Deklarasi menyatakan secara tegas ‘untuk memerangi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk mengimplementasikan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)’. Lebih lanjut diakui arti penting mempromosikan kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai jalan yang efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan dan penyakit dan untuk merangsang pembangunan yang benar-benar berkelanjutan. Pada saat yang sama, Deklarasi Milenium menegaskan kembali peran sentral kesetaraan gender dari perspektif Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan di Beijing (1995) dan konferensi-konferensi dunia lainnya seperti Konferensi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan (1992), Konferensi Wina tentang Hak Asasi Manuasia (1993), Konferensi Kairo tentang Kependudukan dan Pembangunan (1994), Pertemuan Puncak Dunia tentang Pembangunan Sosial di Kopenhagen (1995) dan Konferensi Istambul tentang Pemukiman Manusia (1996). Konferensi-konferensi dunia yang diselenggarakan oleh PBB pada tahun 1990-an ini merupakan pemacu bagi masyarakat internasional untuk bertemu di Pertemuan Puncak Milenium tahun 2000, dan menyetujui langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan, dan Deklarasi Milenium memperbarui komitmen yang telah dinyatakan oleh semua Negara Anggota di konferensi-konferensi ini.

AGENDA MILENIUM KESETARAAN GENDER
Delapan komitmen kunci yang ditetapkan dalam Deklarasi Milenium menjadi Tujuan Pembangunan Milenium (MDG):
1. Menghapus kemiskinan ekstrim dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar universal
3. Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Penurunan angka kematian balita
5. Memperbaiki kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit-penyakit lain
7. Memastikan kelestarian lingkungan
8. Mengembangkan kemitraan global bagi pembangunan

MDG diikuti dengan 16 target global dan 48 indikator global. Tujuan, target dan indikator ini dimaksudkan agar bekerja bersama untuk mendorong tindakan yang efektif untuk mencapai pembangunan dan menghapus kemiskinan yang merupakan sasaran Deklarasi. Target-target dan indikator-indikator ini diciptakan untuk menjadi ukuran konkret sejauh mana negara-negara membuat kemajuan dalam mencapai Tujuan MDG, dan kemajuan ini dinilai secara teratur pada tingkat negara lewat laporan MDG nasional. Pencapaian MDG telah menjadi prioritas utama bagi semua mitra pembangunan – pemerintah nasional, sistem PBB maupun lembaga-lembaga keuangan internasional. Kenyataan bahwa kebutuhan untuk mengatasi ketidak-setaraan gender telah ditekankan oleh Deklarasi Milenium, dan bahwa MDG secara jelas menyebutkan Tujuan kesetaraan gender dan pengakuan bahwa kesetaraan gender penting bagi pencapaian semua tujuan, menunjukan bahwa MDG merupakan kesempatan yang berharga untuk pemajuan agenda kesetaraan gender.

MENGARUSUTAMAKAN KESETARAAN GENDER
Upaya-upaya untuk mencapai MDG meliputi cakupan yang luas dari sektor-sektor pemerintah, mitra pembangunan dan organisasi-organisasi masyarakat madani. Ini memberi kesempatan untuk memperbaiki koordinasi kepedulian atas kesetaraan gender dan menaikkannya ke tingkat kebijakan baru yang lebih tinggi. MDG akan membantu memperlancar dan memperkuat pemantauan dan meningkatkan akuntabilitas lembaga-lembaga sektoral dan kementerian dalam hubungannya dengan target-target dan indicator-indikator tertentu. Apabila pertimbangan-pertimbangan kesetaraan gender berhasil dimasukkan ke dalam upaya-upaya pencapaian Tujuan MDG, proses MDG akan membantu mengarusutamakan gender dalam cakupan yang lebih luas dari program dan kebijakan nasional daripada yang dimungkinkan sebelumnya. Penghapusan Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim

G.    KOMNAS PEREMPUAN
Gerakan perempuan Indonesia pada Era Reformasi menemukan pelbagai kemajuan sekaligus juga kemundurannya yang bersifat paradoks. Satu sisi, gerakan perempuan memperoleh pencapaiannya dalam pelbagai bentuk pelembagaan dan perangkat hukum yang melindungi hak-hak perempuan dan upaya membebaskan perempuan dari tindak kekerasan. Seperti: 1) Berdirinya Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Keputusan Presiden No. 181/1998; 2) Pengakuan hak-hak asasi perempuan sebagai hak-hak asasi manusia sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.;1 3) Instruksi Presiden (Inpres) No.9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam berbagai sektor pembangunan; 4) disahkannya Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), sebuah aturan yang melindungi perempuan dalam pelbagai bentuk kekerasan; 5) Berdirinya sejumlah lembaga yang dibentuk pemerintah agar perempuan korban kekerasan dapat mengakses keadilan seperti Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang didirikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP).
Selain itu, berdiri dan berkembangnya pusat-pusat pengadaan layanan bagi perempuan korban yang didirikan oleh lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan. Meskipun sejumlah kemajuan sudah dicapai gerakan perempuan di era reformasi ini, tetapi juga terdapat fakta bahwa marjinalisasi dan kekerasan terhadap perempuan pun terjadi pada masa-masa ini. Hal ini terdapat pada fakta kekerasan dan marjinalisasi terhadap perempuan, terutama perempuan dari kelompok kepercayaan minoritas.

1.    Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bagian Kesembilan disebutkan bahwa: 1) Pengakuan hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 2) Jaminan keterwakilan perempuan dalam sistem pemilihan umum, kepartaian, pemerintahan, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. 3) Hak untuk memperoleh pendidikan 4) Hak untuk memilih, dipilih dan diangkat serta perlindungan terhadap hak kesehatan reproduksi.
2.    Saat ini terdapat Ruang Pelayanan Khusus (RPK) berjumlah 129 unit yang tersebar di RS Bhayangkara di seluruh Indonesia dan terdapat 23 unit P2TP2A di 19 Propinsi di Indonesia.
3.    Tercatat 41 lembaga layanan terbentuk di seluruh Indonesia atas inisiatif masyarakat, baik melalui organisasi perempuan, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.

Wujud dari marjinalisasi dan kekerasan tersebut diantaranya adalah: 1) pembatasan hak kemerdekaan berekspresi dalam berbusana dengan mewajibkan perempuan menggunakan pakaian dengan standar agama mayoritas, termasuk siswa-siswa perempuan di sekolah-sekolah menengah negeri di beberapa wilayah di Indonesia, sebuah peraturan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di Indonesia.4 Kebijakan ini boleh jadi tidak dimaksudkan untuk melakukan tindakan diskriminatif, tetapi implementasi kebijakan tersebut berdampak kepada pembatasan, pembedaan, pengurangan atau pengucilan terhadap kelompok masyarakat tertentu; 2) pembatasan akses pada pekerjaan dan ekonomi dengan kebijakan pembatasan keluar malam bagi perempuan hingga pukul 10.00 sebagaimana yang terjadi di salah satu wilayah di Sumatera Barat. Padahal, banyak perempuan yang bertumpu kehidupan ekonominya dengan bekerja di malam hari seperti ibu-ibu tukang sayur di pasar, karyawati rumah sakit dan di tempat-tempat lain yang harus beroperasi di malam hari. Kasus Ny. Lilis, korban salah tangkap di kota Tangerang yang diduga sebagai pekerja seks adalah dampak dari kebijakan pembatasan hak perempuan untuk keluar malam; 3) pengesahan Undang-undang Pornografi yang mengutamakan standar nilai moral agama mayoritas dan cenderung mengabaikan pelbagai keragaman nilai yang menjadi karakter bangsa Indonesia ke dalam hukum nasional sehingga daerah-daerah seperti Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Sulawesi Utara menolak pengesahan UU tersebut. Bahkan setelah UU ini disahkan pada tahun 2008, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dan Ketua DPRD Bali, Ida Bagus Putu Wesnawa, menandatangani kesepakatan bersama untuk tidak melaksanakan UU tersebut dan memberikan perlindungan pada masyarakat Bali yang terkena pasal-pasal dalam UU Pornografi. Selain itu, undang-undang ini pun memiliki potensi mengkriminalkan perempuan, karena terdapat pasal yang multi tafsir tentang batasan pornografi.5; 4) penyerangan terhadap komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di beberapa tempat yang berdampak pada kekerasan terhadap perempuan kelompok minoritas ini.

H.    REFORMASI PEREMPUAN

Bulan Maret ini merupakan bulan yang penuh makna bagi perempuan dimuka bumi ini, karena pada setiap tanggal 8 di bulan Maret ini seluruh dunia merayakan hari yang dikenal dengan International Women Day atau hari Perempuan sedunia. Beberapa Negara di belahan bumi ini bahkan menetapkan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional, yaitu China, Rusia, Vietnam dan Bulgaria. Ratusan kegiatan dilaksanakan di berbagai belahan dunia tidak hanya pada tanggal 8 Maret, tetapi selama bulan Maret ini untuk memperingati perayaan hari Perempuan sedunia dan juga untuk mengapresiasi prestasi-prestasi kaum perempuan. Beberapa Negara, organisasi dan kelompok-kelompok perempuan memilih tema yang berbeda setiap tahunnya yang mana tema tersebut mencerminkan isu-isu keberhasilan perempuan di wilayah mereka masing-masing. United Nations pada tahun 2011 ini menetapkan “Kesamaan Akses Pendidikan, Pelatihan, Ilmu pengetahuan dan Teknologi: Jalan Menuju Pekerjaan yang Layak bagi perempuan”. Canada juga mengambil tema khusus perayaan yaitu “Kepemimpinan yang kuat; Kepemimpinan Perempuan, Kekuatan Dunia: Kesetaraan”. Bagaimana dengan Indonesia? Tema apakah yang diambil Indonesia untuk perayaan hari Perempuan sedunia ini? Walau pemerintah Indonesia belum menetapkan tema khusus untuk memperingati perayaan hari perempuan sedunia ini, namun bukan berarti negara ini tidak mempunyai isu keberhasilan Perempuan yang bisa dirayakan. Perjuangan dan pergerakan perempuan Indonesia tidak bisa diukur dengan sebatas tema. Yakinlah dimanapun dan kapanpun kita tetap bisa memperingati perayaan hari Perempuan ini, walau tidak melalui momentum khusus sekalipun. Secara nyata manuver-manuver perempuan Indonesia untuk bisa diakui sangat terlihat dan terekspose dalam beberapa aspek kehidupan dewasa ini. Apakah perempuan Indonesia masih selalu mengalami penindasan dan kekerasan ? Apakah Perempuan Indonesia masih dipandang sebelah mata ? Apakah Perempuan Indonesia sudah mampu bersaing ? dan begitu banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan ketika posisi perempuan di negara ini akan menjadi bahan diskusi banyak pihak.
Secara kenyataan, perlahan dan pasti perempuan-perempuan Indonesia ini mulai menunjukan bahwa mereka adalah asset sumber daya manusia yang sangat berharga. Jika dipergunakan konsep reformasi sebagai sebuah gerakan untuk pembaharuan dan perubahan terhadap suatu hal yang telah ada pada suatu masa tertentu, maka bisa dikatakan bahwa perempuan Indonesia juga sedang berjalan ke arah reformasi tersebut. Sudah sejauh mana reformasi kaum perempuan negeri ini? Kalau dianalisa secara sekilas sebenarnya gerakan reformasi perempuan Indonesia sudah bermunculan dalam berbagai bidang yaitu di dalam bidang politik, pendidikan, teknologi, dan juga di dalam bidang sosial budaya.

Perempuan dan Politik
Pada saat ini sudahlah menjadi wacana umum ketika seorang perempuan memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Indonesia bahkan merupakan salah satu negara yang mampu menunjukan kepada dunia bahwa pada suatu masa Negara ini rela dipimpin oleh seorang presiden perempuan. Setidaknya hal ini merupakan suatu gerakan yang luar biasa dan penghormatan terhadap posisi perempuan Indonesia. Indonesia mampu menunjukan sebagai sebuah Negara besar yang tidak membedakan pemimpinnya dari segi gender.
Diperkuat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu semakin membuka peluang berperannya perempuan Indonesia dalam berbagai panggung politik nasional dengan jaminan yang sangat menjanjikan. Dalam kepengurusan partai politik, misalnya, Pasal 8 UU Nomor 10/2008 mensyaratkan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di tingkat pusat. Kondisi ini memberi kebebasan bergerak kepada perempuan melalui partai untuk menunjukkan idealisme dan pengabdiannya kepada masyarakat. Disini secara jelas Negara menunjukan sikapnya terhadap posisi Perempuan Indonesia. Dimana, mereka jelas-jelas sudah diberi kesempatan untuk masuk dalam panggung politik yang penuh dengan aktor laki-laki selama ini. Hampir di seluruh daerah di Indonesia, begitu banyak politikus-politikus perempuan bermunculan di panggung emas politik dan siap bersaing dengan kaum laki-laki. Walau terkadang sering di dengar juga berita-berita miring yang menghambat sepak terjang perempuan-perempuan ini, namun kenyataan sudah menunjukan partisipasi politik yang dilakukan srikandi-srikandi ini untuk maju satu langkah di dalam dunia keras politik tanah air ini.



Perempuan dan Pendidikan
Sampai saat ini memang masih banyak pihak yang prihatin dengan keterlibatan perempuan didalam sektor pendidikan terkait dengan kenyataan bahwa banyak perempuan yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi mengapa keterlibatan perempuan di dalam pendidikan ini masih berada di bawah laki-laki. Jika kita melihat ke dalam pandangan-pandangan tradisional sepertinya memang perempuan selalu ditempatkan dalam posisi yang tidak menguntungkan, salah satunya sebut saja pandangan terkait peran dan posisi perempuan yang hanya dan akan ada di dalam rumah saja, sehingga banyak masyarakat berpandangan bahwa pendidikan tinggi tidak diperlukan bagi perempuan. Padahal jika mau disadari perempuan yang berada di dalam rumah sekalipun memerlukan ilmu yang cukup untuk berada di dalam rumah khususnya untuk memberikan ilmu-ilmu itu kepada anak-anaknya kelak sebagai generasi permata bangsa ini. Namun hal ini bukan berarti Kartini-Kartini Indonesia tidak berupaya untuk terlibat dan maju di dalam pendidikan. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memajukan perempuan Indonesia untuk terus berpartisipasi dalam dunia pendidikan. Begitu banyak program Pemerintah dan juga program-program yang dirancang pegiat-pegiat gender tanah air ini untuk terus menerus mengadvokasi partisipasi perempuan-perempuan ini dalam pendidikan.
Beberapa waktu belakangan ini, mulai bisa dilihat bermunculannya perempuan-perempuan Indonesia yang sukses di dalam pendidikan. Sebut saja nama Martha Tilaar dan Mooryati Soedibyo keduanya merupakan pakar ahli dari kosmetika tradisional Indonesia yang keahliannya dan produknya sudah mendapat pengakuan dari dunia internasional, ada lagi seorang pejuang wanita di bidang pendidikan bernama Butet Manurung. Wanita ini selama beberapa tahun belakangan ini berusaha keras demi mendidik anak-anak suku rimba yang berada di daerah hutan pedalaman di Jambi. Didalam dunia sastra, tentu saja ada Ayu Utami. perempuan Bali ini sukses menghebohkan dunia kesastraan Indonesia dengan mengeluarkan novel berjudul “Saman” yang otentik dengan bahasa yang sangat berani dalam menceritakan ranah seksualitas perempuan di Tanah Air. Dan masih begitu banyak lagi tokoh perempuan-perempuan emas lainnya yang namanya semakin mengharum karena tingkat intelektualitas mereka.
Keadaan perempuan masa kini, telah banyak mendorong perempuan Indonesia untuk mencapai pendidikan tinggi. Perempuan telah mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bersekolah. Sudah menjadi fakta umum bahwa prestasi anak perempuan di semua tingkat pendidikan (mulai SD sampai universitas) selalu menduduki peringkat yang tertinggi. Meskipun penelitian mengenai hal ini belum dilakukan, akan tetapi berdasarkan pengalaman, dari 10 peringkat tertinggi dari tiap jenjang pendidikan, ternyata 60% diantaranya adalah murid atau mahasiswa perempuan. Perempuan juga sudah mampu mencapai pendidikan tertinggi, seperti S1, S2, S3. Tenaga pengajar perempuan bergelar guru besar juga telah semakin meningkat. Juga perempuan masa kini sudah mampu melaksanakan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap sebagai tugas laki-laki seperti pilot, sopir bus, satpam, insinyur perminyakan, insinyur mesin, insinyur tambang, dan lain-lain.
Diluar semua revolusi perempuan di bidang Pendidikan ini, penting sekali untuk diingat dan menjadi catatan bahwa Isu tentang kesetaraan dan pemberdayaan perempuan terutama dalam hal akses pendidikan masih menjadi isu penting di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG). Artinya, kesetaraan dan pemberdayaan perempuan adalah prasyarat bagi tercapainya pembangunan yang berorientasi pada manusia tanpa memandang jenis kelamin”.

Perempuan dan Teknologi
Perempuan dan dunia teknologi ibarat dua sisi dunia yang berbeda, banyak stereotype masyarakat yang berkembang bahwa teknologi identik dengan dunia maskulinitas laki-laki. Banyak anggapan bahwa teknologi bukan wilayah yang tepat untuk kaum perempuan. Pendapat umum bahwa perempuan dengan segala feminitasnya dan penggunaan perasaan ketimbang rasio menjadi satu alasan untuk mematahkan semangat perempuan dalam dunia ilmu pengetahuan teknologi. Ilmu eksakta yang mementingkan rasionalitas sepertinya tidak cocok untuk perempuan. Salah satu dari 12 isu kritis gerakan perempuan tahun 2006-2011 yang merupakan hasil Temu Nasional Aktifis Perempuan Indonesia (2006) adalah perempuan dan teknologi.
Agenda isu kritis ini berbunyi meningkatkan kapasitas perempuan dalam pemanfaatan berbagai teknologi; menggunakan teknologi untuk membangun simpul informasi dan komunikasi; memperkuat akses perempuan terhadap teknologi; dan kampanye teknologi yang ramah perempuan. Saat teknologi begitu pesat berkembang, tak bisa dielakkan oleh siapapun, sungguh sangat penting memang kita mulai mengorientasikan gerakan kita pada upaya mengadvokasi perkembangan teknologi agar lebih mendukung agenda pemberdayaan perempuan. Apakah memang perempuan Indonesia selalu tertinggal untuk dunia teknologi ini ? sepertinya tidak juga, saat ini para srikandi Indonesia ini juga mulai menggeliat di ranah teknologi ini. Daridata yang tersedia di www.checkfacebook.com juga menunjukan bahwa 40,5 % pengguna social media facebook di Indonesia adalah perempuan. Ini menunjukan bahwa kaum perempuan Indonesia juga sudah mulai merambah dunia teknologi berwawasan internet. Belum lagi lahirnya beberapa tokoh perempuan di bidang teknologi, seperi Betti Setiastuti Alisjahbana, ia merupakan sosok perempuan berwawasan luas tentang teknologi. Dia adalah perempuan pertama yang menduduki jabatan Presiden Direktur IBM di kawasan Asia Pasifik (1999 – 2008). Ada juga nama Megawati Khie, tokoh perempuan Indonesia yang berkiprah di dunia teknologi yang mendapat kepercayaan dari perusahaan komputer kelas dunia yaitu HP dan Dell untuk menduduki posisi strategisnya di Indonesia.
Pada akhir tahun 2007 lalu, juga lahir sebuah Kelompok Linux Cewek Indonesia, disingkat Kluwek, Lahirnya kelompok ini setidaknya mampu memberikan perspektif yang lebih kuat dalam berbagi pengetahuan mengenai teknologi informasi di kalangan perempuan khususnya dan bagi pencinta teknologi linux umumnya. Mungkin masih ada lagi beberapa nama Perempuan dan gerakan-gerakan perempuan Indonesia di luar sana yang bergeliat di bidang teknologi, setidaknya mereka semua mampu membuktikan dan menunjukan kepada khalayak bahwa teknologi bukanlah wilayah yang tabu dimasuki oleh kaum hawa.

Perempuan dan Kehidupan Sosial Budaya
Perempuan dalam tataran kehidupan sosial budaya timur memiliki peran dan status yang disimbolkan pada kelemahlembutan, posisi nomor dua dibanding kaum adam dan terkadang menjadi sosok yang tidak dimerdekatan dalam konteks sosial budaya masyarakat. Misalnya saja keterlibatan perempuan Indonesia dalam pemilihan Miss Universe yang pada awalnya menuai pro kontra bagi sebagian masyarakat Indonesia. Salah satu alasannya cukup sederhana dimana pemakaian baju berenang dianggap sebagai penilaian yang lebih menjual kepada eksploitasi tubuh perempuan dan dianggap terlalu vulgar untuk dipertontonkan untuk masyarakat luas. Padahal jika ditengok di dalam negeri sendiri baju minim sudah menjadi hal yang bisa dengan mudah ditemui, kenapa ajang yang salah satu bagiannya menampilkan pakaian renang bisa ditentang sedemikian keras, serta memicu terjadinya aksi protes? Dalam perkembangannya selama tiga tahun terakhir ini, Indonesia terus menerus mengirimkan wakilnya untuk mengikuti pemilihan Miss Universe tersebut, dan hal tersebut menunjukan persegeran paradigm masyarakat Indonesia untuk bisa menerima dan bahkan mendukung keterlibatan Perempuan Indonesia dalam ajang internasional tersebut.
Contoh lain terkait keberhasilan perempuan untuk mempengaruhi kehidupan sosial budaya terjadi di Bali. Dimana sistem patrilineal yang begitu kuat pada akhirnya mampu memberikan pengakuan para perempuan Bali untuk mendapatkan hak waris. Majelis Desa Pakraman adat Bali telah memberikan pengakuan terhadap adanya hak waris terhadap anak perempuan. Perubahan besar lainnya, adalah dalam masalah perceraian dan hak asuh anak. Selama ini, bila perceraian terjadi, seluruh harta bersama selama masa perkawinan sepenuhnya dikuasai pihak laki-laki. Tetapi saat ini Majelis Desa Pakraman Adat Bali menyebutkan bahwa harta tersebut harus dibagi secara adil. Pengasuhan anak pun dimungkinkan dapat diberikan kepada pihak perempuan sampai usia tertentu meskipun si anak berstatus sebagai penerus keturunan keluarga besar pihak laki-laki. Keputusan-keputusan tersebut merupakan dinamika perkembangan baru dan menjadi tonggak revolusi sosial bagi para perempuan Bali untuk lebih dipandang statusnya di dalam kehidupan patrilinealisme yang begitu kuat di wilayah ini.
Kalau selama ini Undang-undang Perkawinan Indonesia Nomor 1 tahun 1974, tentang kehidupan sosial politik dan masyarakat, kepala rumah tangga adalah suami atau seorang pria. Lebih dari itu, masyarakat dan nilai-nilai sosial Indonesia selama ini juga hampir tidak pernah mempertimbangkan perempuan sebagai kepala rumah tangga, sepertinya paradigma tersebut sudah mulai mengalami pergeseran. Dalam kenyataannya di kehidupan sosial dewasa ini, semakin banyak perempuan yang mengambil alih peran sebagai kepala rumah tangga. Dari data Sensus Ekonomi Nasional Indonesia (SUSENAS) 2007 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan telah mencapai 13,60% atau sekitar 6 juta rumah tangga yang mencakup lebih dari 30 juta warga. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2001, tren ini meningkat rata-rata 0,1% setiap tahun.

PENUTUP


A.    KESIMPULAN
secara umum gerakan-gerakan reformasi perempuan Indonesia dalam beberapa bidang di atas menunjukan bahwa apabila diberi kesempatan yang seluas-luasnya kaum perempuan Indonesia ini akan mampu meningkatkan kualitasnya. Mereka adalah aset dan potensi pembangunan, sehingga strategi kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan nasional juga harus terus diupayakan, apabila kaum perempuan ini dihambat untuk diberdayakan, maka dengan sendirinya juga akan menghambat upaya optimal untuk memajukan Pembangunan Nasional kita. Di manapun berada, di manapun lingkungannya, perempuan harus berani bergerak walau sekecil apapun. Menggali potensi diri dan berani bermimpi. Kualitas perempuan Indonesia ini merupakan sebuah kekayaan sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini.

B.    SARAN

Dengan banyaknya reformasi perempuan yang bermunculan, tetap yang perlu diingat adalah semua gerakan tersebut harus diiringi dengan nilai dan prinsip dasar sebagai pegangan agar gerakan tersebut berguna bagi dirinya dan masyarakatnya. Maka sudah selayaknya seluruh perempuan Indonesia bersemangat dan bersama-sama bangkit untuk merayakan reformasi perempuan di tanah air ini. Selamat untuk seluruh perjuangan perempuan di tanah air ini.



DAFTAR PUSTAKA


A.    Daftar Buku

BKKBN. 2000. Kumpulan bahan pembelajaran pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG) Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan 2000. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender dan Pemberdayaan Perempuan BKKBN.
BKKBN. 2000. Kumpulan bahan pembelajaran pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG) Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender dan Pemberdayaan Perempuan BKKBN.
Darahim, A. 2000. Kesetaraan gender dalam Kehidupan Keluarga dan Masyarakat: Tinjauan Sosial Budaya dan Agama. Jakarta: BKKBN.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP). 2001. Pemantapan Kesepakatan Mekanisme Operasional Pengarusutamaan Gender Kesejahteraan dan Perlindungan Anak dalam Pembangunan Nasional dan Daerah: Bagian I dan II. Rakernas Pemberdayaan PP & KPA.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan(KPP). 2004. Bunga Rampai: Panduan dan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKBN, dan UNFPA.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan. 2005. Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender. Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKBN, dan UNFPA.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan. 2000. Materi Pokok Bagi Penyusunan Pedoman Umum Penyadaran Gender Draf 3: Tim Pokja Peranserta Masyarakat, Jakarta.
Megawangi, R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta: Mizan.
Puspitawati, H. 2006. Pengaruh Faktor keluarga, Lingkungan Teman dan Sekolah Terhadap kenakalan Pelajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kota Bogor. Disertasi S3. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

B.    Internet

http://www.averroes.or.id/thought/sejarah-gerakan-perempuan.html (diakes pada tanggal 2 Juni 2011).

http://www.ti.or.id/index.php/news/2011/04/21/resensi-buku-politik-harapan-perjalanan politik-perempuan-indonesia-pasca-reformasi (diakses pada tanggal 5 Juni 2011).

http://nursugiyanto.blogspot.com/2011/03/gerakan-perempuan-di-indonesia.html (diakses pada tanggal 5 Juni 2011)

https://initialdastroboy.wordpress.com/2011/03/27/sejarah-lahir-dan-berkembangnya-gerakan-perempuan-di-dunia/ (diakses pada tanggal 6 Juni 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar