- Versi Kasman Soerawidjaja
(BWSB) yang tidak termasuk versi Wirjaatmadjan, tetapi tergolong teks
transformasi dari versi Dipayudan. BWSB adalah karya transformasi Kasman
Soerawidjaja. Naskah tersebut ditulis di Purwokerto, 25 April 1959.
Kasman Soerawidjaja menyebut beberapa naskah yang dipakai sebagai bahan
penyusunan BWSB: (1) Buku Babad Banjumas mawi sekar (puisi),
kaserat ing Banjumas tg. 27 Djumadilawal, Be 1808 utawi tg. 9 Mei 1879,
(2) Buku Babad Banjumas gantjaran (prosa), kaserat ing Bandjarnegara,
Agustus 1845, (3) Babad Tanah Djawi, djilid I, (4) Nitik babad saha tjengkorongan
Sedjarah Tanah Djawi, (5) Sedjarah Indonesia. Naskah pertama
dapat diidentifikasikan sebagai Babad Wirasaba Kejawar (BWK). Hal itu
dapat dilihat dari tanggal 9 Mei 1879. Namun, Kasman membuat kesalahan
dengan menulis tanggal 27 Jumadilawal Be 1808, seharusnya tanggal 17
Jumadilawal. Maka dari itu, teks BWSB dapat dikatakan sebagai hasil transformasi
dari BWK, yaitu dari tembang ke gancaran. Halaman 1-158 berisi
teks BWK, sedangkan 159-200 berisi teks kontaminasi Babad Banjumas
(prosa), Babad Tanah Djawi, karya-karya babad dan sejarah Jawa, serta Sejarah
Indonesia.
Sayang sekali, naskah kedua, yakni Babad Banjumas (prosa) belum dapat
diidentifikasikan. Menilik tempat dan waktu penulisan agaknya naskah
tersebut termasuk versi transformasi dari versi Dipayudan, atau dengan kata
lain babad damelan Banjar. Tahun 1845 adalah tahun penulisan Sujarah
Banyumas Danukrama (SBD). Namun, SBD adalah teks tembang, bukan
gancaran. Teks yang terdapat pada halaman 158-200 sangat dekat dengan
teks Babad Banjoemas karya Wirjaatmadja yang diterbitkan oleh Electrische
Drukkerij TAN Poerbolinggo pada halaman 19-38. Namun, tahun 1845 Patih
Wirjaatmadja belum menulis naskahnya karena pada tanggal 25 Oktober
1898, beliau baru mendapat perintah dari Asisten Residen Purwokerto
W.P.D. de Wolff van Westerrode. Jadi, bisa diduga bahwa naskah yang ditulis
tahun 1845 dijadikan bahan acuan oleh Wirjaatmadja, tetapi naskah itu tidak
sampai kepada kita sehingga naskah itu tergolong missing-link. Naskah
yang ditulis Wirjaatmadja memuat peristiwa sampai tahun 1845. Pada tahun
1845, ada peristiwa pembuatan jalan raya dari Buntu sampai Gombong,
tetapi Kasman tidak menuturkannya. Karya Kasman tidak mencantumkan
peristiwa-peristiwa periode 1830-1845. Pada tahun 1845, Wirjaatmadja baru
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 87
berumur 14 tahun karena ia lahir pada tahun 1831. Wirjaatmadja menulis
naskah pada usia 67 tahun, tetapi ia tidak menceritakan peristiwa sezaman,
yaitu periode 1845-1898. Barangkali Kasman belum selesai menyalin
naskah berangka tahun 1845 itu, sebaliknya Wirjaatmadja bekerja berdasarkan
naskah tahun 1845 dan Serat Sujarah Banyumas (ditulis periode 1879-
1898). Kedua teks acuan Wirjaatmadja belum ditemukan naskahnya (Priyadi,
1997b:24).
Wirjaatmadja sendiri mengakui bahwa peristiwa-peristiwa pada periode
kolonial merupakan tradisi lisan, yaitu kisah-kisah yang berasal dari orangorang
tua. Jika pengakuan Wirjaatmadja ini benar, maka naskah 1845 memang
tidak memuat peristiwa periode 1830-1845. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya Kasman tidak mencantumkan dalam karyanya (BWSB).
Karya Kasman merupakan versi baru, yaitu versi transformasi dari versi
Dipayudan, tetapi tidak masuk versi Wirjaatmadjan. Dengan demikian, versi
Dipayudan telah melahirkan empat versi, yakni versi Wirjaatmadjan, versi
Kasman Soerawidjaja, versi Panenggak Widodo-Nakim, serta versi
Oemarmadi-Koesnadi. Kelima versi tersebut di atas merupakan babad
damelan Banjar yang masuk ke Banyumas. Kiranya kelima versi tadi sangat
populer dan dikenal secara luas di Banyumas karena jumlah naskahnya
secara keseluruhan ada 24 buah.
- Versi Wirjaatmadjan
berbentuk gancaran ini terdiri dari Babad Banyumas wiwit Kraton Majapahit
(koleksi Soedarmadji), Babad Banjumas wiwit Djaman Kraton Madjapahit
(koleksi Soedarmadji), Babad Banjoemas (terbitan Electrische Drukkerij
TAN Poerbolinggo), dan Babad Banyumas wiwit Majapahit (koleksi
Museum Sana Budaya Yogyakarta, PB.C. 112), Uittreksel uit de Babad
Banjumas (karya Patih Banyumas Poerwasoepradja, cetakan Drukkerij
Providence Poerwokerto), Babad Banyumas (salinan Raden Soemitro), dan
Riwayat Banyumas (terjemahan Adisarwono dari terbitan Poerbolinggo). Di
Perpustakaan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya)
Universitas Indonesia tersimpan dua naskah, yaitu Babad Banyumas (SJ. 15)
dan Babad Banyumas (SJ. 16) (Behrend & Titik Pudjiastuti, 1997:796-797).
Naskah pertama terdapat identitas penyalinnya, Siswasarjana, sedangkan
naskah kedua menyebut Salsaman sebagai penyuntingnya. Naskah kedua
88 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
agaknya sama dengan naskah koleksi Sono Budoyo (PB.C. 112) (bdk.
Ekadjati, 1999:172). Di sini, ada dua naskah yang baru ditemukan, yaitu
Babad Banjumas (salinan Adimulya) dan Babad Banjumas (salinan Mustafa
Gandasubrata). Kedua naskah disalin berdasarkan Babad Banjoemas
Wirjaatmadjan yang diterbitkan oleh Electrische Drukkerij TAN
Poerbolinggo (lihat Uhlenbeck, 1964: 130). Namun, kedua salinan tersebut
belum selesai. Yang pertama sampai pada halaman 65, sedangkan yang
kedua sampai halaman 39. Halaman 39 tersebut merupakan batas antara
karya Patih Purwokerto, Wirjaatmadja dengan karya Patih Banyumas,
Poerwasoepradja (Priyadi, 1997b). Di situ, Patih Poerwasoepradja melanjutkan
karya Wirjaatmadja.
- Versi Oemarmadi dan Koesnadi
melahirkan karya transformasi yang lain, yaitu karya Oemarmadi dan M.
Koesnadi Poerbosewojo. Babad Banjumas karya kedua penulis tersebut
menyatakan pada kata pengantarnya bahwa karya itu ditulis berdasarkan
catatan-catatan leluhur tertanggal 25 Oktober 1898. Tanggal tersebut merupakan
tanggal perintah Asisten Residen Purwokerto, W.P.D. de Wolff van
Westerrode kepada Patih Aria Wirjaatmadja. Ada dugaan bahwa catatan leluhur
itu adalah karya Patih Purwokerto. Di situ, Oemarmadi dan Koesnadi
Poerbosewojo memberi tambahan cerita-cerita dongeng atau legenda yang
terkait dengan sejarah Banyumas. Pada penelitian terdahulu, karya Oemarmadi
dan Koesnadi adalah cabang dari versi Wirjaatmadjan. Kiranya, karya
tersebut adalah versi yang cukup populer di kalangan masyarakat Banyumas
dan disebarluaskan dengan stencil sheet. Agaknya, naskah yang dicetak pada
tahun 1964 tidak terjangkau oleh segala lapisan masyarakat yang membutuhkannya.
Hal itupun masih dianggap kurang sehingga Babad Banjumas Oemarmadi
dan Koesnadi diciptakan kembali oleh Resi Satwa dan disebarluaskan
melalui majalah bulanan Rahayu yang diterbitkan oleh Humas Puspenmas
Kabupaten Dati II Banyumas pada tahun 1976. Resi Satwa menyajikan
teksnya dalam bahasa Jawa, sedangkan Oemarmadi dan Koesnadi menggunakan
bahasa Indonesia. Pada tahun 1980, karya Oemarmadi dan
Koesnadi kembali dipublikasikan melalui Parikesit yang ditulis atau disalin
oleh Ki Tirtakencana. Seperti halnya Resi Satwa, Ki Tirtakencana juga mePriyadi,
Babad Banyumas dan Versi-versinya 89
makai bahasa Jawa. Dongeng dan legenda Banyumasan oleh Ki
Tirtakencana ditempatkan pada bagian belakang. Periode 1984-1985,
suratkabar mingguan Parikesit memuat Babad Banyumas karya Ki Any
Asmara secara bersambung seperti karya Resi Satwa dan Ki Tirtakencana.
Any Asmara mengakui bahwa bahan untuk menulis Babad Banyumas adalah
karya Tirtakencana. Oleh karena itu, karya Any Asmara mirip dengan karya
Tirtakencana.
Resi Satwa, Ki Tirtakencana, dan Ki Any Asmara pada hakikatnya
menyalin dari karya Oemarmadi dan Koesnadi. Ketiganya mengalihbahasakan
dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Ki Tirtakencana dan Ki
Any Asmara menambahkan legenda-legenda yang ditemukan di daerah Purbalingga,
yakni Adipati Onje, Embah Narasoma, makam Bantenan, makam
Kyai Wilah, Ardi Lawet, dan makam Girilangen (Susukan, Banjarnegara).
Legenda-legenda dari Purbalingga agaknya memakai karya A.M. Kartosoedirdjo
(1967) yang berjudul Diktat Riwajat Purbalingga yang disebarkan
dengan stencil sheet. A.M. Kartosoedirdjo (1941) juga menulis Babad Purbalingga
yang menjadi koleksi Museum Sana Budaya, Yogyakarta (PB.A.
271).
Di samping itu, di Banyumas juga ditemukan naskah Sejarah Kabupaten
Banyumas karya Sanmardja (Tukang Uang desa Kalisube, Banyumas).
Teks ini adalah terjemahan dari bahasa Indonesia (karya Oemarmadi &
Koesnadi) ke dalam bahasa Jawa, bahkan ditulis dalam huruf Jawa. Teks
hanya berisi kisah dibukanya kota Banyumas hingga Yudanegara IV,
Banyumas dibagi dua, Perang Dipanegara, dan tradisi lisan Kejawar. Di sini,
tidak ada dongeng-dongeng lokal seperti yang terdapat pada teks induk.
- Versi Panenggak Widodo-Nakim
Tinggarjaya Banyumas (karya Ki Panenggak Widodo) dan Babad Banyumas
(karya Nakim). Karya Ki Panenggak Widodo dan Nakim merupakan cabang
dari versi Wirjaatmadjan. Kedua karya tersebut telah berkembang menjadi
versi transformasi versi Wirjaatmadjan.
Suatu gejala teks yang sangat menarik. Teks versi Wirjaatmadjan selalu
mendapat sambutan pembaca secara terus-menerus. Hal itu terjadi karena
teks-teks Wirjaatmadjan dianggap sebagai buku sejarah Banyumas oleh
masyarakat umum, atau babad baku oleh Patih Poerwasoepradja. Karya
90 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
Wirjaatmadja merupakan karya yang berfungsi sebagai panduan bagi
pembaca awal untuk memasuki teks Babad Banyumas, khususnya babad
damelan Banjar (teks-teks tembang) yang masuk ke Banyumas melalui
kepatihan Banyumas.
- Versi Danuredjan (Tembang)
yang disusun oleh Raden Adipati Danuredja V, R.O.N.L. pada hari Senin
Legi, 25 Rabingulakhir Ehe 1812 atau 5 Maret 1883. Kangjeng Raden
Adipati Danuredja V adalah Pepatih Dalem Kasultanan Yogyakarta ke-V
(13 Pebruari 1847-17 Nopember 1879) dan setelah pensiun bergelar
Kangjeng Pangeran Harya Juru (Pigeaud, 1932:34).
Teks Babat ing Banyumas dibagi menjadi dua, yakni 405 halaman
bagian pertama berisi 59 pupuh tembang macapat dan 154 halaman bagian
kedua berisi 13 silsilah dalam bentuk prosa. Pupuh I-XVII berisi keterangan
hubungan antara sejarah Sri Harjakusuma dengan Majapahit, Babad
Wirasaba, Babad Banyumas, dan keluarga Kadanuredjan. Pupuh XVIIIXXVI
(bait 1-26) berisi Babad Wirasaba dan Babad Banyumas. Pupuh
XXVI (bait 27-56)-XXXVII berisi hubungan teks Babad Banyumas dengan
Sujarah Kadanuredjan Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan pupuh
XXXVIII-LIX berisi Babad Banyumas yang dilanjutkan Babad Kadanuredjan
dan dihubungkan dengan keturunan yang ada di Banyumas, Yogyakarta,
dan Surakarta. Selanjutnya, bagian kedua yang berisi 13 silsilah dapat dibandingkan
dengan teks-teks dari versi Danuredjan (gancaran).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar