Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Sabtu, 23 Maret 2013

BABAD BANYUMAS DAN VERSI-VERSINYA

by
Sugeng Priyadi

Abstract: This article discuses 62 Babad Banyumas manuscripts which
categorized into 15 versions. Babad Banyumas Kalibening is the oldest
version. Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara and Sejarah Wirasaba
version have been the archetype of Banjarnegara version which later developed
into the Wirjaatmadjan version, Kasman Soerawidjaja version,
Panenggak Widodo-Nakim version, and Oemarmadi-Koesnadi version.
The Mertadiredjan version has been the archetype of transformed texts of
the Mertadiredjan version, the Jayawinata version, and the Adimulya version.
The Danuredjan verse version transforms into the Danuredjan prose
version. All the above versions relate closely with the Keluarga Baru version.
Key words: archetype, version, verse, prose, transformed text.
Penelitian awal terhadap 32 naskah Babad Banyumas menunjukkan adanya
enam versi, yaitu: (1) versi Mertadiredjan, (2) versi transformasi teks Mertadiredjan,
(3) versi Dipayudan, (4) versi Wirjaatmadjan, (5) versi Danuredjan
(tembang), dan (6) versi Danuredjan (gancaran) (Priyadi, 1995a: 347).
Penelitian lanjutan yang dilakukan terhadap 23 naskah yang baru ditemukan
pada periode 1995-1998 membuktikan adanya gejala yang menarik. Pelacakan
terhadap versi Babad Banyumas yang berisi legitimasi bagi keluargakeluarga
baru dilakukan karena adanya gejala kenaikan status, pendirian
berbagai paguyuban, tradisi silahturahim, dll. Oleh karena itu, gejala tersebut
harus senantiasa dicermati agar tradisinya dapat diketahui sedini mungkin.
Hal itu juga didukung oleh tingkat mobilitas penyalinan teks Babad Banyumas
yang tergolong tinggi sehingga penelitian lanjutan senantiasa diperlukan.
Sugeng Priyadi adalah dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto
76 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
METODE PENELITIAN
Penelitian ini ditempuh dengan metode filologi dengan melakukan: (1)
inventarisasi naskah, (2) deskripsi naskah, dan (3) perbandingan teks
(Djamaris, 1977:23-24). Langkah pertama mengumpulkan naskah-naskah
Babad Banyumas, baik yang tersimpan pada koleksi-koleksi pribadi di
Banyumas maupun koleksi-koleksi perpustakaan atau museum. Untuk
koleksi perpustakaan atau museum ditempuh dengan cara menelusuri
katalog-katalog yang sudah diterbitkan mengenai naskah Jawa (lihat
Behrend, 1990; Behrend & Pudjiastuti, 1997; Ekadjati & Darsa, 1999).
Naskah yang termuat dalam katalog semuanya dapat ditemukan di
Banyumas sehingga secara keseluruhan dapat dikumpulkan sebanyak 62
naskah Babad Banyumas. Selanjutnya, 62 naskah tersebut dideskripsikan
agar dapat dibandingkan teksnya. Perbandingan teks dilakukan terhadap 62
naskah dan dikategorikan menjadi 15 versi.

HASIL
Penelitian lanjutan Babad Banyumas telah menemukan gejala yang
terabaikan pada penelitian sebelumnya. Ada enam versi baru Babad
Banyumas, yakni versi Jayawinata, versi Adimulya, versi Panenggak
Widodo-Nakim, versi Oemarmadi dan Koesnadi, versi Kasman Soerawidjaja,
dan versi Keluarga Baru (Dipadiwiryan, Dipayudan Banjarnegara,
Cakrawedanan, Mertadiredjan, Gandasubratan, dan keluarga Banjar-Gripit-
Badakarya) (Priyadi, 1998:1-15). Dengan demikian, secara keseluruhan ada
62 naskah Babad Banyumas atau 12 versi. Perkembangan penelitian
menunjukkan bahwa naskah Babad Banyumas Kalibening yang tadinya
dimasukkan ke dalam versi transformasi teks Mertadiredjan dapat
ditampilkan sebagai versi tersendiri karena teksnya merupakan teks tertua
dalam naskah yang tertua (Priyadi, 1991). Di samping itu, naskah Pustaka
Rajya-rajya I Bhumi Nusantara Parwa 2 Sargah 4 (PRBN), juga memuat
teks Babad Banyumas. Teks ini jelas berbeda dengan versi-versi yang lain.
Ada kemungkinan teks ini menjadi teks yang melahirkan Babad Banyumas
versi Banjarnegara. Selain itu, teks Sejarah Wirasaba yang menjadi tradisi di
Purbalingga yang ditransformasikan menjadi Babad Banyumas versi
Banjarnegara, maka teks Sejarah Wirasaba menjadi versi tersendiri. Secara
keseluruhan sampai penelitian terakhir ini, ada 15 versi Babad Banyumas.
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 77
Versi-versi tersebut sebagai berikut: (1) Babad Banyumas Kalibening, (2)
versi Mertadiredjan, (3) versi Jayawinata, (4) versi Adimulya, (5) versi
transformasi teks Mertadiredjan, (6) versi PRBN, (7) versi Dipayudan atau
versi Banjarnegara, (8) versi Kasman Soerawidjaja, (9) versi Wirjaatmadjan,
(10) versi Oemarmadi dan Koesnadi, (11) versi Panenggak Widodo-Nakim,
(12) versi Danuredjan (tembang), (13) versi Danuredjan (gancaran), (14)
versi Keluarga Baru (semua gancaran: Dipadiwiryan, Dipayudan Banjarnegara,
Cakrawedanan, Mertadiredjan, Gandasubratan, dan keluarga Banjar-
Gripit-Badakarya), dan (15) versi Sejarah Wirasaba.

PEMBAHASAN
  • Versi Babad Banyumas Kalibening
Babad Banyumas Kalibening merupakan naskah dan teks tertua. Babad
Banyumas Kalibening memakai huruf Jawa yang berasal dari abad ke-17
Masehi dan kertas dluwang (bdk. Holle, 1877:6). Kertas yang dipakai
berukuran 11 X 16 cm. Tebal naskah 60 halaman. Halaman-halaman pada
bagian depan dan belakang hilang. Naskah tersebut adalah koleksi juru kunci
makam Kalibening, Sanmuhadi. Kalibening ini berada tidak jauh dari
makam pendiri Banyumas Adipati Warga Utama II di desa Dawuhan.
Selain usianya yang tertua, Babad Banyumas Kalibening memiliki
keistimewaan, yaitu menyebut nama Adipati Wirasaba dengan gelar Ki
Kepaguhan. Nama ini amat dekat dengan nama Bhre Paguhan, raja daerah
bawahan Majapahit seperti yang disebut dalam teks Pararaton
(Padmapuspita, 1966). Nama-nama binatang dipakai untuk nama orang,
misalnya Patih Banteng, Gagak Minangsi, Kuntul Winatenan, Kebo Singat,
dan Ra Kungkung. Adanya nama-nama di atas menunjukkan bahwa teks
tersebut lebih tua daripada teks-teks lainnya. Kejawar, tempat tinggal Kiai
Mranggi disebut dengan nama kunanya, yaitu Ajahawar. Nama Kepaguhan
di Banyumas secara berangsur-angsur telah berubah menjadi Paguwan atau
Paguwon.
  • Versi Mertadiredjan
Tanpa diduga, naskah Babad Banyumas koleksi Kangjeng Pangeran
Aria Mertadiredja III (selanjutnya disingkat BBM) ditemukan sehingga teks
Tedhakan Serat Babad Banyumas dapat dibandingkan dengan teks induk.
78 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
Perbandingan kedua teks tersebut menjelaskan bahwa jumlah pupuh, nama
pupuh, dan jumlah bait tidak ada perbedaan yang hakiki, termasuk bagian
sambetan. Namun, bahasa yang dipakai dalam Tedhakan Serat Babad
Banyumas (TSBB) lebih halus daripada teks induk. Hal itu terjadi karena
Raden Natahamijaya adalah seorang carik jaksa yang berasal dari Magetan
sehingga teks induk diubah redaksinya. Sebelum naskah induk ditemukan,
TSBB merupakan naskah tunggal. Dengan demikian, TSBB dapat diketahui
tradisi teksnya.
Versi Mertadiredjan merupakan satu-satunya versi tembang yang
memuat tradisi silsilah kiri atau sejarah pangiwa, yaitu silsilah dari Nabi
Adam sampai raja-raja Majapahit (Priyadi, 1995b:63-67 & 1995c:489).
Selanjutnya, raja-raja Majapahit dipakai sebagai cikal-bakal yang
menurunkan tokoh-tokoh lokal, seperti Kaduhu, Banyak Sasra, Banyak
Kumara, dan Rara Ngaisah (Priyadi, 2003). Tokoh-tokoh tersebut adalah
hasil perkawinan campuran Majapahit (Raden Putra) dengan Pajajaran
(Dewi Pamekas). Perkawinan campuran itu menjadi alat legitimasi bagi
pendiri Banyumas (Bagus Mangun atau Jaka Kaiman). Bagus Mangun
adalah putra Banyak Sasra yang kawin dengan putri Pasirluhur. Dengan
demikian, Bagus Mangun masih keturunan Majapahit, Pajajaran, dan
Pasirluhur, juga Nabi Adam (Priyadi, 1990; bdk. Knebel, 1901). Teks
sejarah pangiwa tidak ditemukan pada naskah-naskah Babad Banyumas
yang lain, kecuali versi Adimulya. Sebagian besar naskah-naskah Babad
Banyumas memuat teks silsilah dari raja-raja Majapahit yang dihubungkan
secara langsung dengan pendiri Banyumas (Behrend, 1998:223).
Babad Banyumas koleksi Pangeran Aria Mertadiredja III di atas
ditemukan berkat bantuan Brigjen Polisi Purnawirawan Mustafa Gandasubrata
(kakak Ratmini Soedjatmoko). Naskah tersebut tersimpan dengan sejumlah
naskah milik Pangeran Aria Mertadiredja III (kakek buyut Mustafa)
dan Pangeran Aria Gandasoebrata (kakek Mustafa). Di situ, ada sejumlah
naskah tulisan tangan yang bersampul kulit kambing, yaitu (1) Serat Putri
Jelalek, (2) Kitab Ilham I-II, (3) Babad Giyanti I-III, (4) Serat Menak I-III,
(5) Centhini I-VII, (6) Pranata Lenggah, (7) Cariyos Nagari (1. Jakarta, 2.
Majapahit, 3. Demak, 4. Pajang, 5. Mataram), (8) Kartasura bibar Geger
Pacina, (9) Serat Rama, (10) Bahusastra Jawa, (11) Babad Surakarta Jaman
Sinuhun Suwarga, (12) Babad Mangkubumi, (13) Serat Bustan, (14)
Serat Tajusalatin, (15) Serat Lokapala, (16) Babad Pecina, (17) Serat
Pepali, (18) Prajangjian lan Inggris, (19) Serat Baratayuda, (20) Sujarah
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 79
Banyumas (versi Dipayudan), dan (21) Wulang Rupi-rupi. Di samping itu,
juga ditemukan buku harian Pangeran Aria Gandasoebrata yang ditulis lebih
dari 30 tahun secara kontinu dalam bahasa Belanda dan puluhan naskah
cetakan Jawa.
Selain naskah lokal, naskah Mertadiredjan juga ditemukan pada koleksi
EFEO Bandung dengan judul Babad Banyumas (Ekadjati & Darsa,
1999:211-212) dan dua naskah koleksi Perpustakaan Fakultas Sastra, Universitas
Indonesia, yaitu Babad Banyumas (SJ. 14) dan Babad Wirasaba (SJ.
176) (Behrend & Pudjiastuti, 1997:796 & 874-875). Pada dasarnya, kelima
naskah Mertadiredjan berisi 23 pupuh dengan jumlah bait yang sama. Hanya
variasi penggunaan kata yang berbeda. Perbandingan teks Mertadiredjan
selanjutnya disajikan pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perbandingan Teks Mertadiredjan
NO TSBB BBM EFEO/KBN 84 SJ.14 FS UI
BABAD
WIRASABA
1. I Dha 18 I Dha 18 I Dha 18 I Dha 18 I Dha 18
2. II Sin 18 II Sin 18 II Sin 18 II Sin 18 II Sin 18
3. III Asm 38 III Asm 38 III Asm 38 III Asm 38 III Asm 38
4 IV Mas 47 IV Mas 47 IV Mas 47 IV Mas 47 IV Mas 47
5. V Kin 42 V Kin 42 V Kin 42 V Kin 42 V Kin 42
6. VI Dur 12 VI Dur 12 VI Dur 12 VI Dur 12 VI Dur 12
7. VII Asm 34 VII Asm 34 VII Asm 34 VII Asm 34 VII Asm 34
8. VIII Dur 20 VIII Dur 20 VIII Dur 20 VIII Dur 20 VIII Dur 20
9. IX Pan 20 IX Pan 20 IX Pan 20 IX Pan 20 IX Pan 20
10. X Puc 47 X Puc 47 X Puc 47 X Puc 47 X Puc 47
11. XI Mij 26 XI Mij 26 XI Mij 26 XI Mij 26 XI Mij 26
12. XII Sin 18 XII Sin 18 XII Sin 18 XII Sin 18 XII Sin 18
13. XIII Kin 18 XIII Kin 18 XIII Kin 18 XIII Kin 18 XIII Kin 18
14. XIV Sin 40 XIV Sin 40 XIV Sin 40 XIV Sin 40 XIV Sin 40
15. XV Gam 17 XV Gam 17 XV Gam 17 XV Gam 17 XV Gam 17
16. XVI Pan 30 XVI Pan 30 XVI Pan 30 XVI Pan 30 XVI Pan 30
17. XVII Meg 35 XVII Meg 35 XVII Meg 35 XVII Meg 35 XVII Meg 35
18. XVIII Asm 36 XVIII Asm 36 XVIII Asm 36 XVIII Asm 36 XVIII Asm 36
19. XIX Dha 13 XIX Dha 13 XIX Dha 13 XIX Dha 13 XIX Dha 13
20. XX Asm 39 XX Asm 39 XX Asm 39 XX Asm 39 XX Asm 39
21. XXI Sin 19 XXI Sin 19 XXI Sin 19 XXI Sin 19 XXI Sin 19
22. XXII Mas 15 XXII Mas 15 XXII Mas 15 XXII Mas 15 XXII Mas 15
23. XXIII Dha 15 XXIII Dha 15 XXIII Dha 15 XXIII Dha 15 XXIII Dha 15
Keterangan: Angka Romawi menunjukkan nomor pupuh. Singkatan Asm,
Gam, dll., adalah nama pupuh Asmarandana, Gambuh, sedangkan
angka Arab menunjukkan jumlah bait.
80 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 1, Februari 2006
  • Versi Jayawinata
Kiranya, teks versi Mertadiredjan mendapat tanggapan berupa
transformasi. Hal itu tampak pada teks Sejarah Para Ratu Jawi wiwit Panji
Laleyan (SPRJ). SPRJ seluruhnya memuat 20 pupuh. Naskah koleksi
Perpustakaan Proyek Javanologi Yogyakarta ini ditulis oleh KRT
Jayawinata. SPRJ merupakan ringkasan teks Babad Banyumas Mertadiredja
(BBM) dan Tedhakan Serat Babad Banyumas yang diciptakan kembali
dalam bentuk tembang yang lain. Perbandingan ketiga teks tampak pada
tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Perbandingan SPRJ dengan TSBB dan BBM
TSBB dan BBM SPRJ
I Dha 18 --
II Sin 18 I Dha 6
III Asm 38 II Asm 11
IV Mas 47 III Puc 38
V Kin 42 IV Kin 35
VI Dur 12 V Dur 12
VII Asm 34 VI Asm18, VII Dur 2
VIII Dur 20 VII Dur 10, VIII Asm 8
IX Pan 20 IX Puc 3
X Puc 47 IX Puc 19
XI Mij 26 IX Puc 6
XII Sin 18 X Asm 13
XIII Kin 18 XI Kin 18
XIV Sin 40 XII Sin 12
XV Gam 17 XII Sin 2
XVI Pan 30 XIII Dha 9, XIV Dur 1
XVII Meg 35 XIV Dur 2
XVIII Asm 36 XIV Dur 8, XV Dha 3, XVI Mas 6
XIX Dha 13 XVI Mas 2, XVII Puc 5
XX Asm 39 --
XXI Sin 19 --
XXII Mas 15 --
XXIII Dha 15 --
-- XVII Puc 48
-- XVIII Dha 25
-- XIX Sin 6
-- XX Dha 11
Keterangan: Angka Romawi menunjukkan nomor pupuh. Singkatan Asm,
Gam, dll., adalah nama pupuh Asmarandana, Gambuh, sedangkan
angka Arab menunjukkan jumlah bait.
Priyadi, Babad Banyumas dan Versi-versinya 81
Teks SPRJ banyak mengalami perubahan bentuk tembang pada pupuhpupuhnya,
bahkan satu pupuh TSBB dan BBM ditulis kembali menjadi dua
atau tiga pupuh SPRJ. Fenomena ini juga terjadi pada teks Babad Pasir
dalam versi Dipayudan, teks BWK, SSB, dan SBD (Priyadi, 1996:257-267).
  • Versi Adimulya
TSBB dan BBM juga ditransformasikan dari teks tembang menjadi teks
gancaran. Naskah Adimulya yang ditemukan di Banjarnegara (133 halaman)
berisi silsilah yang sama dengan TSBB dan BBM. Silsilah tersebut dikenal
sebagai sejarah pangiwa yang diteruskan dengan silsilah dinasti Banyumas
(hlm.7-25). Agaknya, Naskah Adimulya juga memuat teks lain, yaitu pepali
para sepuh ing zaman kina (hlm. 1-2), silsilah Prabu Banjaransari sampai
Prabu Jaka Sesuruh (3-6), Sedjarah Banjoemas wiwit saking Madjapahit
(Praboe Brawidjaja II) asaling serat saking Mas Soemaredja ing Banjoemas
(27-37), silsilah keluarga Bratadiningrat (37-43), wijosanipun Kangdjeng
Nabi (43), Djaka Sangkrib (43-45), bab Sekaten (45-47), Poetra Kangdjeng
Pangeran Mertadiredja (49-51), Soedjarah Pasir Batang (52-57), Silsilah
Banyak Wide Banjarnegara (58-60), keturunan Dipayuda Seda Jenar (60-
66), Bupati Gedong Tengen Surakarta (66-67), Soedjarah Banjoemas
Tjakranagaran (69-86), Soedjarah ing Poerbolinggo (87-95), Sarasilah
Keboemen (96-100), Soedjarah saking Keboemen (101-105), Ingkang
Sinoewoen Kangdjeng Soenan ing Soerakarta (106-107), Babading Tanah
Djawi (108-122), Riwayat Pekerjaan Pangeran Mertadiredja (122-123),
Silsilah Banyumas Kebumen Banjarnegara (124-127), raja-raja Majapahit
(128-129), Pengetan saking temboeng Walandi (130-131), dan toeroen
Mertananggan (132-133). Dengan demikian, naskah Adimulya selain
mengandung teks transformasi dari TSBB dan BBM, juga teks-teks lain
yang terkait. Jadi, ada dua versi transformasi teks TSBB dan BBM, yakni
versi tembang dan gancaran (versi Adimulya). Versi ini berbeda dengan
versi transformasi teks Mertadiredjan, meskipun memakai teks induk yang
sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar