Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Minggu, 13 Maret 2016

SISI LAIN SOEKARNO PART 2



1    5. Soekarno; Abu Nawas dari Indonesia

Nama Abu Nawas pasti sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Ia adalah seorang sastrawan keblinger yang kontroversial. Humor-humor nyentriknya banyak sekali beredar, baik dalam bentuk buku maupun majalah. Dari kisah-kisah tentang Abu Nawas, dapat kita ketahui bahwa Abu Nawas adalah seorang cerdik yang punya banyak akal dalam menghadapi lawan-lawannya. Nah, Bung karno pun sama seperti Abu Nawas dalam sifat lucu dan cerdiknya ketika menghadapi musuh. Salah satu buktinya adalah cerita lucu Bung karno dan seorang polisi Belanda berikut ini.
Cerita ini dituturkan oleh istrinya, Fatmawati. Fatmawati menjadi ibu negara Indonesia dari tahun 1945 hingga 1967 dan merupakan istri ke-3 Bung Karno. Fatmawati juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Fatmawati mengakui kadang kala ada kelucuan dalam pembawaan Bung Karno. Bila Bung Karno sudah melucu, dirinya bisa terpingkal-pingkal dibuatnya. Menurut Fatmawati, Bung Karno pernah bercerita kalau dirinya senang berkelakar, senang mendengar dan bercerita yang lucu. Kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut, namun sikap eksentrik seorang pemikir.
Menurut Fatmawati, ketika Bung karno dibuntuti polisi Belanda, polisi tersebut dipaksa untuk memikul sepedanya. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti oleh serdadu Belanda. Sedikit saja Bung karno melanggar hukum, maka Belanda dengan cepat mengirimnya ke dalam bui. Dengan mengetahui bahwa polisi Belanda tidak boleh melepaskan pandangan untuk mengikuti jejaknya, membuat ia sering mempermainkan polisi Belanda.
Waktu itu, Bung Karno sedang bersepeda, seorang polisi mengikutinya dari belakang. Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Ia menggenjot dengan santai saja. Polisi Belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan. Tiba-tiba, timbul pikiran untuk membuat polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno berhenti dan meninggalkan sepedanya di sana. Kemudian, Bung Karno berhenti berjalan meniti pematang menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya, tempat seorang temannya tinggal. Bung Karno tahu, sepedanya tidak akan ada yang mengambil.
“Bung Karno tahu, polisi itu tidak akan berani membiarkan dirinya lepas dari pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus”, cerita Fatmawati ini dikutip dari buku Bung Karno Masa Muda (Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978). Tetapi, kesulitan sang polisi sekarang adalah sepedanya tidak boleh ditinggalkan begitu saja seperti sepeda Bung Karno. Disiplin melarang polisi Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya, terpaksa polisi itu memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok. Sesekali, polisi itu kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat. Dia tidak berani membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.
Sedangkan, Bung Karno yang punya pikiran nakal itu enak saja meniti pematang panjang menuju perkampungan. Ia berjalan dengan lenggang kangkung, sementara di belakang, sang polisi dengan geram mengikutinya.

      6. Ternyata, Soekarno Penggemar Wayang

Sisi lain Bung Karno terkait kecintaanya terhadap seni dan budaya Indonesia adalah wayang. Bung Karno adalah sosok orator hebat dan presiden pertama RI yang gemar dan cinta pada wayang. Sejak kecil, Bung Karno sangat menyukai cerita wayang. Bahkan, saking cintanya kepada wayang, ia hafal banyak cerita wayang sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, ia rela begadang jika ada pertunjukan wayang semalam suntuk. Ia pun senang menggambar wayang di batu tulisnya.
Begitu pula saat ditahan dalam penjara Banceuy, kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan pada Bung Karno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, ia yakin kebenaran akan menang walau harus kalah dulu berkali-kali. Ia yakin suatu saat penjajah Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia. “Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat,” ujar Bung Karno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Yayasan Bung Karno, 2007).
Bung Karno tidak hanya mencintai budaya Jawa (wayang), tetapi ia juga mengagumi tari-tarian dari seantero negeri. Bung Karno begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan oleh penduduk Papua. Karena kecintaanya pada seni dan budaya ini, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung, dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Bung Karno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut. Ia menghargai setiap seniman, budayawan, hingga penabuh gamelan. Ia akan meluangkan waktunya untuk berbincang-bincang soal seni dan budaya setiap pagi, di samping bicara politik.
Putra-putri Bung Karno pun dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai menari.
   
      7. Bung Karno tak suka wanita seksi
Siapa yang tak suka dengan wanita yang berpenampilan seksi? Setiap lelaki pasti senang melihat tubuh seksi seorang wanita. Bahkan, banyak lelaki yang mengidam-idamkan memiliki istri yang seksi. Tapi, lain halnya dengan Bung Karno. Meski ia adalah sosok pemimpin bangsa yang hebat dan dapat menunjuk setiap perempuan yang berpenampilan seksi untuk menjadi pendampingnya, ia tidak melakukan itu. Sebab, Bung Karno ternyata tak suka wanita yang berpenampilan seksi.
Sebagaimana kita ketahui, Presiden Soekarno semasa hidupnya dikenal memiliki pesona sehingga mudah menaklukkan wanita-wanita cantik yang diinginkannya. Sejarah mencatat bahwa Bung Karno telah sembilan kali menikah. Namun, banyak yang tidak tahu wanita seperti apa yang dicintai sang Putra Fajar itu.
Untuk urusan kriteria, ternyata Bung Karnobukanlah sosok pria neko-neko. Perhatian Bung karno akan mudah tersedot pada wanita sederhana yang berpakaian sopan. Lalu, bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan seksi? Pernah di satu kesempatan ketika sedang jalan berdua dengan Fatmawati, Bung Karno bercerita mengenai penilaiannya terhadap wanita. Kala itu, Bung Karno benar-benar sedang jatuh hati pada Fatmawati. “Pada suatu sore, ketika kami sedang berjalan-jalan berdua, Fatmawati bertanya padaku tentang jenis perempuan yang kusukai,” ujar Soekarno dalam buku Bung Karno Masa Muda.
Sesaat, Bung Karno memandang sosok Fatmawati yang saat itu berpakaian sederhana dan sopan. Perasaan Bung Karno benar-benar bergejolak, ia sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. “Aku memandang kepada gadis desa ini yang berpakaian baju kurung merah dan berkerudung kuning diselubungkan dengan sopan. Kukatakan padanya, aku menyukai perempuan dengan keasliannya, bukan wanita modern yang pakai rok pendek, baju ketat dan gincu bibir yang menyilaukan,” kata Bung Karno.
“Saya lebih menyukai wanita kolot yang setia menjaga suaminya dan senantiasa mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya mencuci piring,” tambahnya.
Mungkin, saat itu, Fatmawati begitu terpesona mendengar jawaban Bung Karno yang lugas. Sampai pada akhirnya, jodoh mempertemukan keduanya. Bung Karno menikah dengan Fatmawati pada tahun 1943 dan dikaruniai lima anak, yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
“Saya menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak,” kata Bung Karno. Itulah sisi lain dari seorang Bung Karno tentang penilaiannya terhadap wanita.

      

8. Bung Karno dan Ibu Fatmawati tak pernah ingat kapan menikah
Di zaman modern, ada tradisi memperingati ulang tahun perkawinan. Usia 25 tahun perkawinan disebut kawin perak, sementara 50 tahun perkawinan disebut kawin emas. Tetapi, menurut pengakuan Ibu Fatmawati, ia dan Bung Karno tidak pernah merayakan ulang tahun perkawinan. Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Mengapa? Sebabnya tak lain karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu, Perang Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.
“Kami tidak pernah merayakan kawin perak atau kawin emas”. Sebab, kami anggap itu soal remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat,” begitu cerita Ibu Fatmawati.
Kehidupan pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua tahun setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Saat-saat itulah perjuangan fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap momen-momen penting perjuangan bangsa. Inilah sisi lain yang aneh dan unik dari seorang orator ulung, politikus legendaris dunia, presiden pertama Indonesia, proklamator, dan pejuang nasional yang gagah berani ini. Rupanya, ia tidak pernah ingat kapan ia menikah dengan istrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar