1 5. Soekarno; Abu Nawas dari Indonesia
Nama
Abu Nawas pasti sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Ia
adalah seorang sastrawan keblinger yang kontroversial. Humor-humor nyentriknya
banyak sekali beredar, baik dalam bentuk buku maupun majalah. Dari kisah-kisah
tentang Abu Nawas, dapat kita ketahui bahwa Abu Nawas adalah seorang cerdik
yang punya banyak akal dalam menghadapi lawan-lawannya. Nah, Bung karno pun
sama seperti Abu Nawas dalam sifat lucu dan cerdiknya ketika menghadapi musuh.
Salah satu buktinya adalah cerita lucu Bung karno dan seorang polisi Belanda
berikut ini.
Cerita
ini dituturkan oleh istrinya, Fatmawati. Fatmawati menjadi ibu negara Indonesia
dari tahun 1945 hingga 1967 dan merupakan istri ke-3 Bung Karno. Fatmawati juga
dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Merah Putih yang turut
dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Fatmawati
mengakui kadang kala ada kelucuan dalam pembawaan Bung Karno. Bila Bung Karno
sudah melucu, dirinya bisa terpingkal-pingkal dibuatnya. Menurut Fatmawati,
Bung Karno pernah bercerita kalau dirinya senang berkelakar, senang mendengar
dan bercerita yang lucu. Kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut,
namun sikap eksentrik seorang pemikir.
Menurut
Fatmawati, ketika Bung karno dibuntuti polisi Belanda, polisi tersebut dipaksa
untuk memikul sepedanya. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti oleh
serdadu Belanda. Sedikit saja Bung karno melanggar hukum, maka Belanda dengan
cepat mengirimnya ke dalam bui. Dengan mengetahui bahwa polisi Belanda tidak
boleh melepaskan pandangan untuk mengikuti jejaknya, membuat ia sering
mempermainkan polisi Belanda.
Waktu
itu, Bung Karno sedang bersepeda, seorang polisi mengikutinya dari belakang.
Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Ia menggenjot dengan santai
saja. Polisi Belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan. Tiba-tiba,
timbul pikiran untuk membuat polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno
berhenti dan meninggalkan sepedanya di sana. Kemudian, Bung Karno berhenti
berjalan meniti pematang menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya,
tempat seorang temannya tinggal. Bung Karno tahu, sepedanya tidak akan ada yang
mengambil.
“Bung
Karno tahu, polisi itu tidak akan berani membiarkan dirinya lepas dari
pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus”, cerita Fatmawati ini dikutip
dari buku Bung Karno Masa Muda (Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978).
Tetapi, kesulitan sang polisi sekarang adalah sepedanya tidak boleh
ditinggalkan begitu saja seperti sepeda Bung Karno. Disiplin melarang polisi
Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya, terpaksa polisi itu
memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok. Sesekali, polisi itu
kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat. Dia tidak berani
membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.
Sedangkan,
Bung Karno yang punya pikiran nakal itu enak saja meniti pematang panjang
menuju perkampungan. Ia berjalan dengan lenggang kangkung, sementara di
belakang, sang polisi dengan geram mengikutinya.
6. Ternyata, Soekarno Penggemar Wayang
Sisi
lain Bung Karno terkait kecintaanya terhadap seni dan budaya Indonesia adalah
wayang. Bung Karno adalah sosok orator hebat dan presiden pertama RI yang gemar
dan cinta pada wayang. Sejak kecil, Bung Karno sangat menyukai cerita wayang.
Bahkan, saking cintanya kepada wayang, ia hafal banyak cerita wayang sejak
kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, ia rela begadang jika ada pertunjukan
wayang semalam suntuk. Ia pun senang menggambar wayang di batu tulisnya.
Begitu
pula saat ditahan dalam penjara Banceuy, kisah-kisah wayanglah yang memberi
kekuatan pada Bung Karno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, ia yakin kebenaran akan
menang walau harus kalah dulu berkali-kali. Ia yakin suatu saat penjajah
Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia. “Pertunjukan wayang di
dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan
perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku
menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas
keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat,” ujar Bung Karno
dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia (Yayasan Bung Karno, 2007).
Bung
Karno tidak hanya mencintai budaya Jawa (wayang), tetapi ia juga mengagumi
tari-tarian dari seantero negeri. Bung Karno begitu takjub akan tarian selamat
datang yang dilakukan oleh penduduk Papua. Karena kecintaanya pada seni dan
budaya ini, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung, dan benda-benda
seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Bung Karno selalu mencari sesuatu yang
unik dari daerah tersebut. Ia menghargai setiap seniman, budayawan, hingga
penabuh gamelan. Ia akan meluangkan waktunya untuk berbincang-bincang soal seni
dan budaya setiap pagi, di samping bicara politik.
Putra-putri
Bung Karno pun dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh
mengingat Bung Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati
sangat pandai menari.
7. Bung Karno tak suka wanita seksi
Siapa
yang tak suka dengan wanita yang berpenampilan seksi? Setiap lelaki pasti
senang melihat tubuh seksi seorang wanita. Bahkan, banyak lelaki yang
mengidam-idamkan memiliki istri yang seksi. Tapi, lain halnya dengan Bung
Karno. Meski ia adalah sosok pemimpin bangsa yang hebat dan dapat menunjuk
setiap perempuan yang berpenampilan seksi untuk menjadi pendampingnya, ia tidak
melakukan itu. Sebab, Bung Karno ternyata tak suka wanita yang berpenampilan
seksi.
Sebagaimana kita ketahui, Presiden
Soekarno semasa hidupnya dikenal memiliki pesona sehingga mudah menaklukkan
wanita-wanita cantik yang diinginkannya. Sejarah mencatat bahwa Bung Karno
telah sembilan kali menikah. Namun, banyak yang tidak tahu wanita seperti apa
yang dicintai sang Putra Fajar itu.
Untuk
urusan kriteria, ternyata Bung Karnobukanlah sosok pria neko-neko. Perhatian
Bung karno akan mudah tersedot pada wanita sederhana yang berpakaian sopan.
Lalu, bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan seksi? Pernah di satu
kesempatan ketika sedang jalan berdua dengan Fatmawati, Bung Karno bercerita
mengenai penilaiannya terhadap wanita. Kala itu, Bung Karno benar-benar sedang
jatuh hati pada Fatmawati. “Pada suatu sore, ketika kami sedang berjalan-jalan
berdua, Fatmawati bertanya padaku tentang jenis perempuan yang kusukai,” ujar
Soekarno dalam buku Bung Karno Masa Muda.
Sesaat,
Bung Karno memandang sosok Fatmawati yang saat itu berpakaian sederhana dan
sopan. Perasaan Bung Karno benar-benar bergejolak, ia sedikit terkejut
mendengar pertanyaan itu. “Aku memandang kepada gadis desa ini yang berpakaian
baju kurung merah dan berkerudung kuning diselubungkan dengan sopan. Kukatakan padanya, aku menyukai perempuan
dengan keasliannya, bukan wanita modern yang pakai rok pendek, baju ketat dan
gincu bibir yang menyilaukan,” kata Bung Karno.
“Saya lebih menyukai wanita kolot yang
setia menjaga suaminya dan senantiasa mengambilkan alas kakinya. Saya tidak
menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya
mencuci piring,” tambahnya.
Mungkin,
saat itu, Fatmawati begitu terpesona
mendengar jawaban Bung Karno yang lugas. Sampai pada akhirnya, jodoh
mempertemukan keduanya. Bung Karno menikah dengan Fatmawati pada tahun 1943 dan
dikaruniai lima anak, yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
“Saya
menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat
mencintai anak-anak,” kata Bung Karno. Itulah sisi lain dari seorang Bung Karno
tentang penilaiannya terhadap wanita.
8. Bung Karno dan Ibu Fatmawati tak pernah ingat kapan menikah
Di
zaman modern, ada tradisi memperingati ulang tahun perkawinan. Usia 25 tahun
perkawinan disebut kawin perak, sementara 50 tahun perkawinan disebut kawin
emas. Tetapi, menurut pengakuan Ibu Fatmawati, ia dan Bung Karno tidak pernah
merayakan ulang tahun perkawinan. Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang
tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Mengapa? Sebabnya tak
lain karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi
karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu,
Perang Dunia II sedang berkecamuk dan
Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.
“Kami tidak pernah merayakan kawin perak
atau kawin emas”. Sebab, kami anggap itu soal remeh, sedangkan kami selalu
dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat,” begitu
cerita Ibu Fatmawati.
Kehidupan pernikahan Bung Karno dan
Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua tahun setelah keduanya
menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Saat-saat itulah perjuangan
fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap momen-momen
penting perjuangan bangsa. Inilah sisi lain yang aneh dan unik dari seorang
orator ulung, politikus legendaris dunia, presiden pertama Indonesia, proklamator,
dan pejuang nasional yang gagah berani ini. Rupanya, ia tidak pernah ingat
kapan ia menikah dengan istrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar