Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Senin, 14 Maret 2016

KONTROVERSI MASUKNYA PENGARUH HINDU BUDDHA DI NUSANTARA (INDONESIA)



Rizem Aizid
KONTROVERSI MASUKNYA PENGARUH HINDU BUDDHA DI NUSANTARA (INDONESIA)

Salah satu peristiwa sejarah paling kontroversial dalam sejarah Indonesia yang lahir berabad-abad silam, pada erakolonial atau era kerajaan-kerajaan di nusantara, yang sampai detik ini masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli maupun masyarakat luas adalah kontroversi mengenai masuknya pengaruh Hindu Buddha.
Agama Hindu Buddha yang masuk ke nusantara berasal dari India. Dalam sejarahnya, antara Indonesia dengan India sudah terjalin hubungan terutama dalam perdagangan. Setelah jalur perdagangan India dengan Cina lewat laut (tidak lagi melewati jalan darat), maka Selat Malaka merupakan alternatif terdekat yang dilalui pedagang. Dalam hubungan tersebut, masuk dan berkembang pula agama dan budaya India di Indonesia.
Peristiwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia pada awal abad Masehi membawa pengaruh yang sangat penting. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya zaman prasejarah Indonesia dan memasuki zaman sejarah serta membawa perubahan dalam susunan masyarakat dan kebudayaan yang berkembang di Indonesia.
Perkembangan agama Hindu Buddha dan pengaruh kebudayaannya di Indonesia dapat dilihat dari beberapa peninggalan sejarah kedua agama dan kebudayaan tersebut. Di antaranya, candi yang bercorak Jawa Timur dan candi bercorak Jawa Tengah. Borobudur merupakan salah satu peninggalan sejarah agama Hindu Buddha di Indonesia yang terkenal sampai mancanegara.
Masuknya agama Hindu Buddha juga membawa pengaruh pada beberapa aspek kehidupan. Dalam aspek pemerintahan, misalnya, mulanya masyarakat di Indonesia hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpin. Kepala suku ini dipilih oleh anggota kelompok-kelompoknya. Agama Hindu Buddha membawa pengaruh bagi terbentuknya sistem kerajaan dengan pemimpinnya adalah seorang raja yang diangkat secara turun temurun (hierarki). Para raja ini diyakini sebagai titisan dewa.
Dalam aspek budaya, sebelumnya masyarakat Indonesia mengenal penanggalan waktu berdasarkan tanda-tanda alam, seperti bintang dan turunnya hujan. Sejak masuknya Hindu Buddha, berkembanglah sistem penanggalan Tahun Saka. Begitu pula dengan sistem kepercayaan. Awalnya, masyarakat Indonesia menganut sistem kepercayaan baru. Agama Hindu memperkenalkan adanya dewa-dewa. Sedangkan agama Buddha memperkenalkan ajaran Buddha tentang samsara dan moksa.
Proses masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia, sering disebut penghinduan. Pada dasarnya, istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena selain agama Hindu, masuk pula agama Buddha. Proses ini terjadi didahului adanya hubungan Indonesia dengan India, sebagai akibat perubahan jalur perdaganan dari jalur tengah (sutra) berganti ke jalur pelayaran (rempah-rempah). Hal ini didasarkan bukti peninggalan arca dan prasasti di Indonesia. Sedangkan di India terdapat karya sastra, di antaranya kitab Jataka, Ramayana dan Raghuwamsa. Kitab Jataka berisi kisah perjalanan Buddha yang menjumpai Swarnabhumi. Kitab Ramayana terdapat istilah Jawadwipa dan Swarnabhumi. Kitab Raghuwamsa karya Kalisada tentang perdagangan India yang menyebutkan Dwipantara sebagai asal bahan perdagangan cengkih atau lavanka.
Lalu, dimanakah letak kontroversi masuknya pengaruh Hindu Buddha di Indonesia itu? Memang, mengenai asal darimana datangnya agama Hindu dan Buddha itu tidak menimbulkan kontroversi alias perdebatan. Sebab, sudah jelas bahwa kedua agama itu berasal dari India. Namun, yang menjadi kontroversi dari permasalahan ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan para tokoh adalah mengenai siapa yang membawa agama Hindu dan Buddha ke Indonesia? Inilah permasalahan kontroversial yang sampai detik ini masih menyisakan tanda tanya besar mengenai siapa sebenarnya yang telah membawa agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia?
Catatan awal abad Masehi mengenai kedatangan orang-orang Hindu dan Buddha dari India ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Inilah yang menyebabkann masuknya pengaruh Hindu Buddha ke Indonesia menjadi kontroversi. Adapun hubungan India, Cina, dan Indonesia berasal dari catatan orang Cina pada abad ke-5 M. menurut catatan tersebut, agama Buddha yang masuk ke Indonesia tidak hanya berasal dari India, tetapi juga dari Cina. Lagi-lagi kontroversial.
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa agama Hindu pertama kalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Di lembah sungai inilah para resi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk kitab suci Weda. Dari Lembah Sungai Sindhu, ajaran Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia, di antaranya ialah sebagai berikut:
A.    Teori ksatria
Teori ini kesatria ini juga disebut teori prajurit atau kolonisasi yang dikemukakan oleh CC. Berg dan F.D.K. Bosch menggunakana istilah hipotesa kesatria. Menurut teori ini, peran utama masuknya budaya India ke Indonesia adalah kesatria. Hal ini disebabkan di India terjadi kekacauan politik, yaitu perang brahmana dengan kesatria. Karena kalah, para kesatria yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Mereka mendirikan kerajaan dan menyebarkan agama Hindu. Pendukung teori ini kebanyakan sejarawan India, terutama Majundar dan Nehru.
Terhadap teori ini, van leur mengajukan keberatan. Menurutnya, jika memang raja-raja India pernah menaklukkan daerah di Indonesia, maka hal itu akan dicatat dalam sumber-sumber sejarah baik di India maupun Indonesia. Raja-raja India biasanya membangun sebuah tugu kemenangan yang disebut jayastamba.
Namun demikian, berbeda dengan van Leur, ada tiga tokoh sejarah yang mendukung teori kesatria, yakni:
1.    C.C. Berg
Menurutnya, golongan kesatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia. Para Kesatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para kesatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para kesatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu Buddha kepada keluarga yang dinikahkan tadi. Selanjutnya, berkembanglah tradisi Hindu Buddha dalam kerajaan di Indonesia.
2.    Mookerji
Ia mengatakan bahwa golongan kesatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia. Para Kesatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
3.    J.L. Moens
J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5, ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan yang melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.

Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para kesatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia, terletak pada hal-hal berikut:
·         Para kesatria tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
·         Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukan kerajaan-kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti yang menggambarkan penaklukan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun di Indonesia tidak ditemukan prasasti semcam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukan Kerajaan Srwijaya oleh salahs atu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukan tersebut terjadi pada abad ke-11, sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.
B.    Teori Waisya
Teori atau hipotesis berikutnya tentang masuknya pengaruh Hindu Buddha ke Indonesia adalah teori atau hipotesis Waisya. Menurut para pendukung hipotesis ini, kaum Waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis Waisya ini.
Dalam bukunya yang berjudul Hindu Javanesche Geschiedenis, Krom menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India. Mookerjee (ahli India tahun 1912) menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kaena kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana. Namun, bila menilik peninggalan prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu Buddha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sansekerta dan berhuruf Pallawa.
Dengan demikian, timbul pertanyaan, munkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di daerahnya sendiri kebudayaan tersebut hanya milik kaum Brahmana? Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini, yakni dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun, apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.
Di balik kelemahan-kelemahan itu, teori ini juga mengandung kelebihan. Pertama, pedagang tentu membutuhkan area perdagangan yang luas agar lebih untung. Kedua, agama Hindu bisa didapat hanya karena keturunan, maka para pedaganglah yang berketurunan dengan orang Indonesia agar agama Hindu tersebar.  
C.   Teori Brahmana
Teori ketiga tentang masuknya pengaruh Hindu Buddha ke Indonesia ini adalah teori Brahmana. Para penganut golongan ini mengungkapkan bahwa kaum Brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Mereka mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah J.C. Van Leur. Bahasa Sansekerta yang digunakan dalam upacara keagamaan hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Sehingga, menurut anggapan ini, hanya kaum Brahmana saja yang bisa mengajarkan dan menyebarkan agama Hindu. Namun, anggapan ini dibantah oleh penganut anggapan lainnya karena kaum Brahmana tidak boleh menyeberangi lautan maupun samudera. Ini adalaha peraturan yang mutlak dan tidak boleh dilanggar.
Namun, teori ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah kaum brahmana menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa dan hanya para brahmana yang bisa melakukan upacara khusus yang menjadikan seseorang menjadi pemeluk Hindu (Vratyastoma). Sedangkan, kelemahannya adalah bahwa dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan.
D.   Teori Arus Balik/Nasional
Teori arus balik merupakan teori yang menonjolkan peranan bangsa Indonesia, sehingga teori ini merupakan ciri penulisan sejarah yang bersifat Indonesia sentries. Oleh karena itu, teori arus balik ini juga disebut teori nasional.
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch yang menentang teori kolonisasi. Menurut pendapatnya, Indonesia lebih bersifat aktif. Mereka belajar ke India untuk menuntut agama Hindu Buddha kemudian mereka kembali ke Indonesia untuk menyebarkan ilmu mereka. Beberapa kritikan F.D.K. Bosch yang menentang teori kolonialisasi, adalah sebagai berikut:
·         Teori kolonialisasi tidak mempunyai bukti kuat. Pada hipotesis Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan di pedalaman. Pada teori kesatria ada bukti prasasti yang menyatakan tentang penaklukan nusantara oleh India.
·         Tidak ditemukan keturunan antara golongan kesatria dan pribumi jika memang terjadi pernikahan sebenarnya.
·         Dilihat dari karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun di India.
·         Bahasa Sansekerta hanya dipelajari oleh kaum Brahmana, namun bahasa Sansekerta adalah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.
Itulah teori arus balik yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Tidak hanya pengaruh Hindu Buddha di Indonesia saja yang kontroversial, tetapi teori ini pun kontroversial. Mengapa demikian? Sebab, seperti dikemukakan dalam tiga teori kolonisasi sebelumnya (teori Waisya, teori Brahmana, dan teori kesatria) F.D.K. Bosch juga menjadi salah satu tokoh pendukungnya. Itu artinya, jika F.D.K. Bosch melalui teori arus balik ini bermaksud menyerang teori-teori kolonialisasi, maka ia telah menyerang dirinya sendiri. Bukankah ini sebuah kontroversial?
E.    Teori Sudra
Teori lain tentang siapa yang membawa Hindu Buddha ke Indonesia adalah teori Sudra. Hanya segelintir para ahli yang setuju dengan teori ini. Salah satunya adalah Von van Faber, yang mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah menyebabkan golongan Sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum Waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan Sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara. Namun halnya sebuah kontroversi, kaum Sudra dianggap tidak layak untuk menyebarkan agama Hindu, karena mereka adalah kaum bawah, kaum budak dan dianggap sebagai orang dengan derajat terendah di agama Hindu, sehingga dalam urusan keagamaan dianggap hal yang tidak mungkin dalam menyebarkan agama Hindu.
Kelebihan dari teori ini adalah bahwa semua orang yang ada pada kasta Sudra pasti ingin memperbaiki hidup, salah satu caranya adalah pergi ke tempat lain seperti Indonesia. Sedangkan kelemahannya, mereka tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa; Kasta Sudra umumnya tidak memiliki ilmu pengetahuan/pendidikan. Biasanya, jika ada budak maka ada tuannya, dengan demikian pastilah ada kasta yang lebih tinggi dari Sudra yang membawa kasta ini ke Indonesia.

KESIMPULAN 
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum Brahmana, kesatria, para pedagang, maupun golongan Sudra, bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing. Teori ini mengandung kelebihan, yakni:
·  Kasta Sudra merupakan budak maka pasti para kesatria dan pedagang   membutuhkan    mereka untuk melakukan peran masing-masing.
·         Semua kasta sebenarnya saling membutuhkan

Sedangkan kelemahannya, dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan.
Itulah beberapa teori tentang masuknya pengaruh Hindu Buddha ke Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para tokoh lengkap dengan bukti dan landasannya, maka dapat disimpulkan bahwa masalah ini tergolong masalah kontroversi. Mengapa? Sebab, dalam melihat, mengamati, dan menganalisis suatu peristiwa sejarah (masuknya pengaruh Hindu Buddha ke Indonesia), terdapat banyak pendapat yang berbeda-beda, dimana setiap pendapat diperkuat dengan bukti dan landasan yang sama-sama kuat.
Karena kontroversi itulah, maka sampai saat ini belum bisa ditarik kesimpulan mana pendapat yang paling benar (tepat) tentang siapa sebenarnya yang membawa Hindu Buddha ke Indonesia. Apakah para Kesatria, Brahamana, para Waisya, ataukah semuanya (teori campuran)? Sampai detik ini, permasalahan ini masih menyulut api kontroversi. Bahkan, meskipun di kemudian hari ditemukan suatu bukti baru yang memunculkan teori baru pula, kontroversi pun masih berlanjut dan akan tetap berlanjut.

SISI LAIN SOEKARNO PART 3



1    9. Repotnya Soekarno beristri banyak

Hingga saat ini, Bung Karno adalah satu-satunya presiden Indonesia yang berpoligami. Ternyata, ada kisah menarik tentang Bung Karno yang beristri banyak itu. Punya istri banyak dan cemburuan tentu membuat Bung Karno pusing. Terkadang, Bung Karno terpaksa main kucing-kucingan dengan para istrinya.
Ketika Bung Karno menikah dengan Hartini, Fatmawati marah dan keluar dari istana. Istri kedua Bung Karno ini memilih tinggal di Kebayoran Baru. Hartini pun akhirnya tidak tinggal di istana, melainkan di paviliun Istana Bogor. Lalu, setelah menikah dengan Dewi Soekarno, wanita Jepang ini ditempatkan di Wisma Yasoo, Jl Gatot Subroto. Sementara istri lainnya, Haryati, ”ditaruh” di kawasan Slipi, Jakarta Barat.
Banyak kisah lucu soal poligami Bung Karno. Misalnya, soal surat. Karena sibuk, Bung karno tidak sempat menulis surat untuk masing-masing istrinya. Maka, ia menyuruh juru tulis istana untuk mengetikkan surat cinta bagi istrinya. Tetapi, betapa kagetnya Bung karno saat mendapati surat cinta itu diketik di atas kertas berkop kepresidenan resmi, lengkap dengan logo burung garuda dan cap kepresidenan. Bukan itu saja, di pengirim bukan ditulis sebagai “mas” atau “soekarno”, tetapi “Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia, Ir Soekarno”.
Nah, akibat banyak istri ini, para ajudan pun jadi punya tugas tambahan. Salah seorang ajudan Bung Karno, Bambang Widjanarko, menceritakan semua kerepotan ini. Para istri Bung Karno ini selalu curiga kemana Bung Karno pergi setelah jam dinas usai. Apakah menemui istrinya yang lain? Ke rumah si A, si B atau si C? Para ajudan Bung Karno pun harus berbohong demi menyelamatkan bos mereka.
“Kami para ajudannya harus membantu dan mengamankan setiap timbul persoalan. Kalau perlu harus berbohong, apabila ibu yang satu bertanya apakah Bung Karno bertemu dengan ibu yang lainnya,” kata Bambang Widjanarko dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno (Kepustakaan Populer Gramedia).
Jika Bung karno bertanya,”Apakah aku sudah rapi?”, maka rapi itu artinya bersih dari bekas lipstik dan wangi parfum salah satu istrinya. Ajudan pun harus ekstra teliti memeriksa. Jika ada bekas parfum misalnya, maka Bung Karno akan pulang dulu ke istana Negara untuk mandi dan berganti pakaian. Pernah suatu saat, Haryati mendengar bung Karno sedang menemui istrinya yang lain. Ia pun marah dan hendak menyusul ke tempat acara. Bung Karno yang mendapat laporan memerintahkan bagaimana dan apa pun caranya, Haryati tak boleh meninggalkan Slipi. Maka, “operasi sabotase” pun digelar. Awalnya, sopir Haryati berpura-pura mobilnya mogok. Haryati yang murka meminta agar dikirimi mobil dari istana. Tapi, berjam-jam mobil itu tidak juga datang. Saat sopir sudah berhasil menyalakan mobil yang tadi mogok,s ebuah truk tiba-tiba mogok di depan rumahnya. Mobil Haryati pun tidak bisa keluar dari garasi. Misi sabotase ini berlangsung sukses dan lancar.
Inilah lain dari sosok Bung Karno. Repot memang punya banyak istri yang pencemburu.

  
      10. Soekarno anti pada minuman beralkohol 

Sisi lain berikutnya dari sosok Bung Karno yang mungkin belum Anda ketahui adalah anti pada minuman beralkohol. Apa pun jenis minuman itu, jika mengandung alkohol, Bung Karno tidak mau menyentuhnya, apalagi meminumnya. Seperti kita ketahui, Presiden pertama Republik Indonesia (RI), Bung Karno, dikenal memiliki pergaulan internasional yang luas. Bung Karno gemar pesta, musik, dan dansa. Namun, satu prinsip yang dipegangnya sebagai seorang Muslim adalah pantang minum alkohol, dimana pun, dalam acara apa pun.
“Bung karno tidak pernah minum alkohol. Apa pun minumannya,” ujar ajudan presiden Soekarno, Bambang Widjanarko sebagaimana dikutip merdeka.com.
“Kalau dalam suatu resepsi resmi dihadirkan champange atau anggur (wine), khusus bagi Bung Karno disediakan air jeruk,” ujar perwira marinir yang delapan tahun mendampingi Bung Karno ini. Walau berada dalam nightclub di luar negeri dan dijamu oleh presiden negara lain, Bung Karno tetap tidak mau minum alkohol.
Pada tahun 1950-an, Bung Karno diajak oleh Presiden Tito dari Yugoslavia untuk menghadiri ramah tamah di nightclub Hotel Mertopole Beograd. “Seperti biasa, Bung Karno hanya minta air jeruk. Dia memang tidak pernah minum alkohol,” kenang Bambang. Pada pagi hari, Bung Karno selalu minum kopi. Ia hanya makan roti yang diolesi sedikit mentega dan gula. Sebagaimana kebiasaanya di Indonesia, pada sore hari, Bung Karno selalu minum teh. Selebihnya, hanya minum air putih.
Saat minum kopi pagi di istana inilah yang selalu seru. Bung Karno selalu mengajak seluruh ajudan maupun pegawai istana untuk sarapan bersama. Suasana penuh canda tawa selalu terjadi di istana setiap pagi. Tak ada batas antara Presiden dan para bawahannya. Kadang, waktu minum kopi pagi ini juga dimanfaatkan Bung Karno untuk berdiskusi dengan para menteri dan pejabat mengenai masalah negara. “Dari pengalaman saya berada di dekat Bung Karno selama delapan tahun, saya dapat mengatakan bahwa semua orang yang pernah bekerja secara langsung di bawah Bung Karno atau di dekatnya pasti mencintai Bung Karno setulus hati. Hal ini terutama karena sikap Bung Karno yang hidup sederhana dan merakyat,” ujar Bambang.

  
      11. Soekarno sangat peduli pada kawannya, bahkan sampai memilihkan istri

Sisi lain yang cukup menarik dari sosok Bung Karno adalah ia bahkan sampai memilihkan istri untuk sahabat seperjuangannya, Moh. Hatta. Sebagai sosok yang pernah menjadi orang pertama di Indonesia, Bung Karno tentu banyak berjasa pada bangsa dan negara ini, termasuk kepada wakilnya, Mohammad Hatta. Anak sulung Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, mengatakan bahwa hanya karena “diam”, Bung Karno berhasil menyatukan Bung Hatta dengan Rachmi Rahim. “Ibu saya bercerita, suatu waktu Bapak (Bung Karno) bertanya kepada Bung Hatta mengenai pasangan hidup. Ditanya begitu, Bung Hatta hanya diam saja,” kata Megawati pada sebuah acara bertajuk “Merindukan Negarawan” di Hotel Grand Melia, Jakarta.
Sebagaimana dituturkan oleh Megawati, keluarga Rahim kenal dekat dengan Bung Karno. Mereka memiliki dua putri, salah satunya bernama Rachmi. Suatu hari, Bung Karno datang kepada Bung Hatta bukan untuk menanyakan tugas negara, tetapi soal pasangan hidup. Sesampainya bertemu Bung Hatta, Bung karno bertanya, “Bung, apakah Anda tidak merasa kesepian, hidup tanpa adanya istri?” kata Megawati menirukan ucapan Bung Karno.
Ditanya seperti itu, Bung Hatta hanya terdiam. Jawaban yang sama juga diberikan Bung Hatta ketika Bung Karno menanyakan perasaan cinta sosok yang terkenal jujur dan bijaksana itu kepada Rachmi, putri keluarga Rahim. Tidak lama setelah Bung Karno mendapat inti permasalahan, ia langsung mendatangi keluarga Rahim. Ia pun menceritakan apa yang telah diobrolkannya dengan Bung Hatta. “Bung (Rahim), Hatta itu jatuh cinta sama putrimu, Rahmi, bagaimana?” Bung Rahim pun menjawab, “Tanyakan saja sama Rahmi,” kata Megawati menirukan obrolan Bung Hatta dengan Rahim, disambut tawa para audiens.
Mendapat jawaban seperti itu, Bung Karno langsung menanyakan Rachmi jawaban apakah mau dilamar Bung Hatta. Rupanya, jawabannya sama dengan Bung Hatta, hanya diam.
“Melihat Rachmi hanya diam, maka keduanya pun ternyata saling cinta dan akhirnya menikah,” terang Megawati. “Intinya adalah diam bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Diam memiliki banyak arti, termasuk tanda setuju,” kata Megawati disambut tepuk tangan.
Hatta hanya mengenal seorang wanita selama hidupnya. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke. Usia Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah, Yuke baru berusia 19 tahun. Maklum, Hatta pernah berjanji tidak akan menikah bila Indonesia belum merdeka. Di sebuah villa di Megamendung, Bogor tanggal 18 November 1945, keduanya menikah. Pernikahan Hatta dan Rachmi Rahim berlangsung selama 35 tahun. Rachmi membaktikan hidupnya untuk pria luar biasa ini dan Hatta membuktikan bahwa tak ada wanita lain dalam hidupnya.

  
      12. Seikat rambutan pun tak mampu dibelinya

Ada sebuah kisah menarik dan unik dari sosok Bung Karno yang mungkin membuat kita kasihan dan simpati kepadanya. Meski jabatannya adalah orang nomor satu di Indonesia, Bung Karno pernah tidak mampu membeli seikat rambutan. Bagaimana bisa seorang presiden tak mampu membeli seikat rambutan yang harganya mungkin hanya seharga sebungkus nasi? Sebagai seorang presiden, jangankan rambutan, mobil mewah sekelas Mercedes Benz yang harganya sampai miliaran tentu sangat mudah untuk dibeli. Tapi, itulah sisi lain dari sosok Bung Karno, presiden pertama Indonesia yang tak mampu membeli seikat rambutan.
Sebagaimana dikisahkan dalam merdeka.com, konon, setelah Soeharto diangkat menjadi presiden RI pada Maret 1967, kehidupan Bung Karno begitu dibatasi oleh pemerintah. Bung Karno tak boleh masuk Jakarta dan hanya boleh berada di Bogor. Meski telah ditetapkan sebagai tahanan politik oleh pemeritnahan Soeharto, Bung Karno tak pernah menampakkan kesedihannya kepada orang lain. Bung Karno masih sering berjalan-jalan keliling kota untuk melihat situasi dan kondisi rakyat. Suatu ketika, Bung Karno tengah berkeliling kota dengan menumpangi mobil VW Combi. Tiba-tiba, Bung Karno meminta ajudan perempuannya, Putu Sugiarti, untuk membeli satu ikat rambutan dari pedagang rambutandi pinggir jalan. “Tri, beli rambutan.’ Saya tanya ‘Uangnya mana?’, ‘Sing ngelah pis’, ujarnya dalam bahasa Bali yang berarti saya tidak punya uang. Jadi saya pakai uang saya,” demikian cerita Putu Sugiarti dalam buku Hari-hari Terakhir Sukarno, karya Peter Kasenda (Komunitas Bambu).
Putu Sugiarti lantas menuruti perintah Bung Karno. Ia tahu betul Bung Karno sangat menyukai rambutan rapiah. Ia lantas mencicipi terlebih dahulu rambutan itu di tempat pedagangnya. “Bang, antarkan ini ke bapak yang di mobil itu, yang kepalanya botak,” kata putu. Saat itu, Bung Karno sudah tak lagi mengenakan peci dan kacamata. Pedagang rambutan itu pun menuruti permintaannya. Ia langsung mengantarkan rambutan itu ke mobil. Bung Karno bertanya dengan suara khasnya, “Benar manis?”
Sadar pria di dalam mobil adalah Bung karno, pedagang rambutan itu langsung histeris. Ia langsung memberitahukan semua orang bahwa ada Bung Karno di dalam mobil. Suasana pun berubah menjadi geger. “Besoknya saya dimarahi komandan,” ujar Putu.
Ke depannya, Bung Karno dijadikan tahanan rumah oleh pemerintahan Soeharto. Gerak-geriknya selalu diawasi dan dibatasi. Bahkan, keluarganya sendiri dipersulit untuk menemuinya. Bung Karno dijauhkan dari rakyat yang dicintainya. Sang proklamator dibuat seolah-olah hidup seorang diri. Bung Karno dizalimi bangsanya sendiri.
Bung Karno memang sosok presiden yang tidak memanfaatkan jabatan untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Bahkan, hingga akhir hayatnya, rumah pun ia tak punya. Sungguh teladan yang patut ditiru dan cermin bagi para pejabat yang saat ini gemar menumpuk kekayaan lewat korupsi.

Minggu, 13 Maret 2016

SISI LAIN SOEKARNO PART 2



1    5. Soekarno; Abu Nawas dari Indonesia

Nama Abu Nawas pasti sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Ia adalah seorang sastrawan keblinger yang kontroversial. Humor-humor nyentriknya banyak sekali beredar, baik dalam bentuk buku maupun majalah. Dari kisah-kisah tentang Abu Nawas, dapat kita ketahui bahwa Abu Nawas adalah seorang cerdik yang punya banyak akal dalam menghadapi lawan-lawannya. Nah, Bung karno pun sama seperti Abu Nawas dalam sifat lucu dan cerdiknya ketika menghadapi musuh. Salah satu buktinya adalah cerita lucu Bung karno dan seorang polisi Belanda berikut ini.
Cerita ini dituturkan oleh istrinya, Fatmawati. Fatmawati menjadi ibu negara Indonesia dari tahun 1945 hingga 1967 dan merupakan istri ke-3 Bung Karno. Fatmawati juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Fatmawati mengakui kadang kala ada kelucuan dalam pembawaan Bung Karno. Bila Bung Karno sudah melucu, dirinya bisa terpingkal-pingkal dibuatnya. Menurut Fatmawati, Bung Karno pernah bercerita kalau dirinya senang berkelakar, senang mendengar dan bercerita yang lucu. Kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut, namun sikap eksentrik seorang pemikir.
Menurut Fatmawati, ketika Bung karno dibuntuti polisi Belanda, polisi tersebut dipaksa untuk memikul sepedanya. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti oleh serdadu Belanda. Sedikit saja Bung karno melanggar hukum, maka Belanda dengan cepat mengirimnya ke dalam bui. Dengan mengetahui bahwa polisi Belanda tidak boleh melepaskan pandangan untuk mengikuti jejaknya, membuat ia sering mempermainkan polisi Belanda.
Waktu itu, Bung Karno sedang bersepeda, seorang polisi mengikutinya dari belakang. Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Ia menggenjot dengan santai saja. Polisi Belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan. Tiba-tiba, timbul pikiran untuk membuat polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno berhenti dan meninggalkan sepedanya di sana. Kemudian, Bung Karno berhenti berjalan meniti pematang menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya, tempat seorang temannya tinggal. Bung Karno tahu, sepedanya tidak akan ada yang mengambil.
“Bung Karno tahu, polisi itu tidak akan berani membiarkan dirinya lepas dari pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus”, cerita Fatmawati ini dikutip dari buku Bung Karno Masa Muda (Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978). Tetapi, kesulitan sang polisi sekarang adalah sepedanya tidak boleh ditinggalkan begitu saja seperti sepeda Bung Karno. Disiplin melarang polisi Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya, terpaksa polisi itu memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok. Sesekali, polisi itu kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat. Dia tidak berani membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.
Sedangkan, Bung Karno yang punya pikiran nakal itu enak saja meniti pematang panjang menuju perkampungan. Ia berjalan dengan lenggang kangkung, sementara di belakang, sang polisi dengan geram mengikutinya.

      6. Ternyata, Soekarno Penggemar Wayang

Sisi lain Bung Karno terkait kecintaanya terhadap seni dan budaya Indonesia adalah wayang. Bung Karno adalah sosok orator hebat dan presiden pertama RI yang gemar dan cinta pada wayang. Sejak kecil, Bung Karno sangat menyukai cerita wayang. Bahkan, saking cintanya kepada wayang, ia hafal banyak cerita wayang sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, ia rela begadang jika ada pertunjukan wayang semalam suntuk. Ia pun senang menggambar wayang di batu tulisnya.
Begitu pula saat ditahan dalam penjara Banceuy, kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan pada Bung Karno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, ia yakin kebenaran akan menang walau harus kalah dulu berkali-kali. Ia yakin suatu saat penjajah Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia. “Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat,” ujar Bung Karno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Yayasan Bung Karno, 2007).
Bung Karno tidak hanya mencintai budaya Jawa (wayang), tetapi ia juga mengagumi tari-tarian dari seantero negeri. Bung Karno begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan oleh penduduk Papua. Karena kecintaanya pada seni dan budaya ini, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung, dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Bung Karno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut. Ia menghargai setiap seniman, budayawan, hingga penabuh gamelan. Ia akan meluangkan waktunya untuk berbincang-bincang soal seni dan budaya setiap pagi, di samping bicara politik.
Putra-putri Bung Karno pun dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai menari.
   
      7. Bung Karno tak suka wanita seksi
Siapa yang tak suka dengan wanita yang berpenampilan seksi? Setiap lelaki pasti senang melihat tubuh seksi seorang wanita. Bahkan, banyak lelaki yang mengidam-idamkan memiliki istri yang seksi. Tapi, lain halnya dengan Bung Karno. Meski ia adalah sosok pemimpin bangsa yang hebat dan dapat menunjuk setiap perempuan yang berpenampilan seksi untuk menjadi pendampingnya, ia tidak melakukan itu. Sebab, Bung Karno ternyata tak suka wanita yang berpenampilan seksi.
Sebagaimana kita ketahui, Presiden Soekarno semasa hidupnya dikenal memiliki pesona sehingga mudah menaklukkan wanita-wanita cantik yang diinginkannya. Sejarah mencatat bahwa Bung Karno telah sembilan kali menikah. Namun, banyak yang tidak tahu wanita seperti apa yang dicintai sang Putra Fajar itu.
Untuk urusan kriteria, ternyata Bung Karnobukanlah sosok pria neko-neko. Perhatian Bung karno akan mudah tersedot pada wanita sederhana yang berpakaian sopan. Lalu, bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan seksi? Pernah di satu kesempatan ketika sedang jalan berdua dengan Fatmawati, Bung Karno bercerita mengenai penilaiannya terhadap wanita. Kala itu, Bung Karno benar-benar sedang jatuh hati pada Fatmawati. “Pada suatu sore, ketika kami sedang berjalan-jalan berdua, Fatmawati bertanya padaku tentang jenis perempuan yang kusukai,” ujar Soekarno dalam buku Bung Karno Masa Muda.
Sesaat, Bung Karno memandang sosok Fatmawati yang saat itu berpakaian sederhana dan sopan. Perasaan Bung Karno benar-benar bergejolak, ia sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. “Aku memandang kepada gadis desa ini yang berpakaian baju kurung merah dan berkerudung kuning diselubungkan dengan sopan. Kukatakan padanya, aku menyukai perempuan dengan keasliannya, bukan wanita modern yang pakai rok pendek, baju ketat dan gincu bibir yang menyilaukan,” kata Bung Karno.
“Saya lebih menyukai wanita kolot yang setia menjaga suaminya dan senantiasa mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya mencuci piring,” tambahnya.
Mungkin, saat itu, Fatmawati begitu terpesona mendengar jawaban Bung Karno yang lugas. Sampai pada akhirnya, jodoh mempertemukan keduanya. Bung Karno menikah dengan Fatmawati pada tahun 1943 dan dikaruniai lima anak, yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
“Saya menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak,” kata Bung Karno. Itulah sisi lain dari seorang Bung Karno tentang penilaiannya terhadap wanita.

      

8. Bung Karno dan Ibu Fatmawati tak pernah ingat kapan menikah
Di zaman modern, ada tradisi memperingati ulang tahun perkawinan. Usia 25 tahun perkawinan disebut kawin perak, sementara 50 tahun perkawinan disebut kawin emas. Tetapi, menurut pengakuan Ibu Fatmawati, ia dan Bung Karno tidak pernah merayakan ulang tahun perkawinan. Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Mengapa? Sebabnya tak lain karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu, Perang Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.
“Kami tidak pernah merayakan kawin perak atau kawin emas”. Sebab, kami anggap itu soal remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat,” begitu cerita Ibu Fatmawati.
Kehidupan pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua tahun setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Saat-saat itulah perjuangan fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap momen-momen penting perjuangan bangsa. Inilah sisi lain yang aneh dan unik dari seorang orator ulung, politikus legendaris dunia, presiden pertama Indonesia, proklamator, dan pejuang nasional yang gagah berani ini. Rupanya, ia tidak pernah ingat kapan ia menikah dengan istrinya.