Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Sabtu, 24 Desember 2011

Perang Salib Ketiga


A.   Perang Salib Ketiga (1187–1192)

Terjadi setelah Sholahuddin al Ayubi berhasil mempersatukan kembali wilayah-wilayah Islam di Mesir dan Syria. Pada 1171 Sholahuddin berhasil menyingkirkan kekuasaan Fathimiyah di Mesir yang merupakan separatisme dari Khilafah di Bagdad, dan mendirikan pemerintahan Ayubiah yang loyal kepada Khalifah. Pada 1187 al-Ayyubi berhasil merebut kembali Jerusalem.
Tahun 1187, Salahuddin al Ayyubi berhasil merebut kembali Yerusalem. Pasukan islam, sebaliknya, tidak melakukan pembunuhan pada penduduk dan tetap menjaga bangunan-bangunan di kota, demi mendapatkan pajak (jizyah).
Ketika Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi menguasai Yerusalem dan setelah berhasil mengalahkan pasukan angkatan perang salib di Hittin, Shalahuddin
menghentikan permusuhan dan menghentikan pembunuhan. Tidak dibenarkan
pasukan Shalahuddin untuk membunuh rakyat penduduk Yerusalem. Tidak ada
balas dendam atas tindakan pasukan salib yang pada tahun 1099 melakukan
pembantaian terhadap umat Islam di Yerusalem, ketika pasukan salib datang
menguasai Yerusalem.
Salahuddin terkenal sebagai tokoh yang sangat bermoral dalam standar seorang penakluk. Pasukan salib merespon kekalahan dengan brutal menaklukkan Cyprus dan mendarat di pantai barat Israel.
Jatuhnya Yerusalem menyebabkan perang Salib ketiga. Kaisar Jerman, Perancis, Inggris bergerak mengepung Acre dan kembali melakukan pembantaian terhadap penduduk.

Setelah Yerusalem jatuh, pihak Takhta Suci Katolik Roma mengirimkan lagi
pasukan salib dibawah pimpinan Fredrik Barbarossa, Philip II August dari
Prancis dan Richard I Si Hati Singa dari Inggris ke Palestina. Pada tahun
1191 daerah Acre dapat dikuasai oleh pasukan salib. Dan Richard I Si Hati
Singa dari Inggris dengan pasukannya bisa menguasai wilayah Caesarea och
Jaffa. Tetapi, wilayah Yerusalem tidak pernah dikuasainya kembali.

        Serangan salib ketiga ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Eropa yang paling terkenal: Friedrich I Barbarosa dari Jerman, Richard I Lion heart dari Inggris dan Phillip II dari Perancis. Namun di antara mereka ini sendiri terjadi perselisihan dan persaingan yang tidak sehat, sehingga Friedrich mati tenggelam, Richard tertawan (akhirnya dibebaskan setelah memberi tebusan yang mahal), sedang Phillip bergegas kembali ke Perancis untuk merebut Inggris justru selama Richard tertawan.

Ketika bergerak ke Ascalon, pasukan Salib berhasil dikalahkan Shalahuddin dan kedua belah pihak melakukan perdamaian serta saling menjamin keamanan masing-masing.
Setelah itu dilakukan perjanjian antara Shalahuddin Al-Ayyub dengan Richard
I, pada tahun 1192, seluruh wilayah Jaffa sampai Tyre diserahkan kepada kaum
Kristen.
 Mereka tidak berhasil merebut Yerusalem, namun sebuah perjanjian antara Richard the Lion Heart dengan Salahuddin al Ayyubi memperbolehkan orang kristen tanpa senjata untuk berziarah di Yerusalem.
B. Kronologis Perang Salib Ketiga
Dengan adanya permintaan bantuan tentara Salib ke Eropa, Eropa mengirimkan tentara Salibnya yang ke-III. Mula-mulanya datang raja Austria dan Jerman bernama Frederik membawa sebanyak 200.000 orang. Kemudian pada tahun 1190 datang lagi tentara Eropa dengan pimpinan Richard Si Hati Singa sehingga tentara Salibiyah ini sangat kuat dan dapat merebut kota Okka (Acre). Peristiwa ini sangat menyedihkan hati kaum muslimin. Apalagi setelah mendengar bahwa Richard ini sangat kejam, membunuh sebanyak 3000 orang tawanan Islam.
Kelalaian membiarkan musuh bertahan pada suatu pelabuhan yang letaknya sangat strategis, yang keadaan alamnya sukar ditaklukkan yaitu pelabuhan Shour di sebelah barat. Dengan demikian musuh dapat memperkuat diri secara diam-diam dan mengirimkan seorang pendeta ke Eropa untuk meminta bantuan.
Kelalaian inilah yang sangat disesalkan oleh Sultan Shalahuddin. Kenapa dia membiarkan musuh memperkuat diri pada pelabuhan Shour ini yang memudahkan mereka berhubungan dengan Eropa untuk meminta bantuan. Karena menyadari akan kelalaian ini Sultan Shalahuddin secepat kilat mengirimkan utusan ke Maghribi untuk meminta bantuan kepada Sulatan Ya’kub bin Yusuf bin Abdul Mu’min, raja terbesar dari daulayah Muwahiddin yang menguasai daerah Maghribi (Maroko) dan Andalusia Selatan. Dimintanya Sulatan Ya’kup ini untuk memotong dan menghalang-halangi jalannya tentara Eropa yang hendak datang ke Timur untuk membantu tentara Salib. Sayang Sang Sultan khawatir kalau nanti tentara Eropa ini berbalik menghantam negeri mereka sehingga Sang Sultan tidak memenuhi permintaan Shalahuddin dan tentara Salib dapat lewat dengan bebasnya di Selat Gibraltar.
Berulang kali tentara Salib mencoba hendak merebut kembali kota Yerusalem yang sudah dua abad ditangan mereka, tetapi semuanya gagal. Sebab itu mereka merencanakan untuk mengalihkan penyerbuan menuju Mesir, pusat pemerintahan Shalahuddin, dan meninggalkan kota-kota yang telah mereka kuasai: Kaisariya, Yaffa dan Asqalan, terbuka tanpa perlindungan. Kesempatan ini dipergunakan oleh Shalahuddin untuk memukul musuh dari belakang sehingga Shalahuddin dapat merebut kota Yaffa dan merampas semua perbekalan tentara Salib yang ada disana. Tentara Salib kalang kabut. Pada saat itu Richard jatuh sakit dan meminta damai kepada Sultan Shalahuddin.
Secara diam-diam Shalahuddin kemudian menjadi seorang dokter Arab dan datang ke kemah Richard untuk mengobati. Shalahuddin merawat dan mengobati luka-lukanya sehingga sembuh. Saat itulah Sultan Shalahuddin menunjukkan siapa dirinya. Menghadapi kenyataan ini Richard mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan mengakui dari lubuk hatinya yang paling dalam akan kebaikan hati serta keberanian luar biasa Shalahuddin. Maka keduanya sepakat untuk mengadakan perdamaian yang terjadi tahun 1192 M/588H. Setahun kemudian wafatlah Sultan Shalahuddin dalam usia 75 tahun pada tahun 589 H/1193 M. Shalahuddin dikenang sebagai pahlawan perang Salib sepanjang masa.
¬ 
Perang Salib Ketiga (11891192), juga dikenal sebagai Perang Salib Para Raja, adalah sebuah perang yang dikobarkan para pemimpin Eropa untuk mendapatkan kembali Tanah Suci dari tangan Shalahudin Al-Ayyubi dalam rangkaian Perang Salib.
Setelah Perang Salib Kedua, dinasti Zengid yang berhasil mengontrol Suriah terlibat lam konflik dengan Mesir pimpinan dinasti Fatimiyah, yang berakhir dengan bersatunya Mesir dan Suriah di bawah pimpinan Shalahudin Al-Ayyubi. Shalahudin Al-Ayyubi kemudian menggunakan kekuatannya untuk menaklukan Yerusalem pada tahun 1187. Serangan salib ketiga ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Eropa yang paling terkenal: Friedrich I Barbarosa dari Jerman, Richard I Lionheart dari Inggris dan Phillip II dari Perancis. Namun di antara mereka ini sendiri terjadi perselisihan dan persaingan yang tidak sehat, sehingga Friedrich mati tenggelam, Richard tertawan (akhirnya dibebaskan setelah memberi tebusan yang mahal), sedang Phillip bergegas kembali ke Perancis untuk merebut Inggris justru selama Richard tertawan.
Kegagalan dari Perang Salib Ketiga lalu mengarah pada panggilan untuk Perang Salib Keempat enam tahun setelah Perang Salib Ketiga berakhir pada 1192.

C. Daulah Ayyubiyah (567-649 H/1171-1248)

Pendiri dinasti ini Shalahuddin lahir di Takriet 532 H/1137 M dan meninggal pada tahun 589 H/1193 M, dikenal oleh bangsa Eropa dengan nama ”Saladin” pahlawan perang Salib dari keluarga Ayyubiyah suku Kurdi.
Daulah Fathimiyah waktu itu telah lemah tidak sanggup menghadapi tentara Salib yang hendak menguasai Dunia Islam. Rajanya Al Adhid I, inilah telah tua dan sakit, meminta bantuan kepada Nuruddin Zanki raja Syam. Nuruddin mengutus Shalahuddin keponakannya membawa angkatan bersenjata membantu Mesir. Dalam perjuangannya beliau berhasil sehingga kemudian menjadi Sultan di Mesir sebagai pendiri dinasti Ayyubiyah.
Perjuangan Shalahuddin sampai menjadi sultan dapat dibagi menjadi 3 periode:
  1. Periode pertama, periode berjuang di Mesir
Beliau muncul pertama kali sebagai prajurit biasa di Mesir pada tahun 559 H/1164 M sewaktu umurnya 27 tahun. Ketika itu Nuruddin Zanki, pamannya, mengirimkan angkatan bersenjata yang terdiri dari suku Kurdi dan Turkuman di bawah pimpinan Shirkuh dibantu oleh banyak staf komando, Shalahuddin salah satunya. Tentaranya diminta untuk menyerang Tyre agar bisa mengalihkan serangan tentara Salib di Mesir. Permintaan itu menyebabkan Nuruddin campur tangan dalam urusan Mesir dan menjadi tahu bahwa Mesir telah lemah menghadapi tentara Salib dan memberi kesempatan kepada Shalahuddin sebagai wakil Nuruddin untuk menguasai Mesir.
Shirkuh sesudah memimpin angkatan selama 2 bulan, meninggal. Kematian Shirkuh digantikan oleh Shalahuddin. Karena kepintarannya khalifah Al-Adhid mempercayakan jabatan menteri kepadanya. Emudian Shalahuddin menghadapi kota Dimyat untuk merebut Mesir. Shalahuddin menunjukkan keberaniannya menghalau musuh.
Datanglah saatnya Shalahuddin tampil ke tempat yang paling atas sebagai penguasa Mesir. Ketika khalifah Al-Adhid meninggal, Shalahuddin diangkat menjadi penguasa Mesir, tetapi beliau tidak bersedia menjadi raja pelanjut daulayah Fathimiyah. Ia memproklamirkan Mesir menyatu dengan pemerintahan Abbasiyah di Baghdad. Di sini namanya menanjak sebagai pemersatu Dunia Islam yang tadinya terpecah menjadi Abbasiyah yang sunni dan Fathimiyah yang beraliran Syi’ah.
Shalahuddin secara berangsur-angsur memperkuat kedudukannya tanpa menimbulkan kecurigaan orang Mesir dan Nuruddin Zanki di Syria. Beliau berusaha melemahkan pengikut khalifah dan mencari kepercayaan rakyat yang kebanyakan pengikut aliran sunni. Shalahuddin berusaha mendekati rakyat dan mengangkat orang-orang kepercayaannya menduduki jabatan penting di Mesir. Setelah teguh kedudukannya dipanggillah segala kaum keluarganya, Ayah, dan saudara-saudanya supaya hidup bersama di Mesir. Sesudah kuat kedudukannya dihentikan khutbah jum’at memuji khalifah Fathimiyah, dikembalikan memuji khalifah Bagdad.
Pada tahun 1174 Shalahuddin menguasai Mesir mendirikan dinasti Ayyubiyah. Ada tahun 1181 M Malik al-Shaleh meninggal, maka Shalahuddin menguasai wilayah Mesir, Syam, Mesopotamia dan Yaman. Dinasti ini berkuasa selama 90 tahun, mempunyai sepuluh orang sultan:
1)      Shalahuddin Yusuf                             (1174-1193 M)
2)      Al Aziz bin Shalahuddin                    (1193-1198 M)
3)      Manshur bin Al-Aziz                          (1198-1199 M)
4)      Al-Adil I Ahmad bin Ayyub              (1199-1218 M)
5)      Al-Kamil I                                           (1218-1238 M)
6)      Al-Adil II                                            (1238-1240 M)
7)      Sholeh Najmuddin                              (1240-1249 M)
8)      Muazzham Tauran bin Sholeh (1249-1249 M)
9)      Syajarat al-Durr istri Malik Sholeh     (1249-1249 M)
10)  Asyraf bin Yusuf                                (1249-1250 M)
Dengan demikian Shalahuddin mempunyai dua tugas uatama, sebagai seseorang negarawan yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah dan seorang panglima perang alib yang berhasil mengalahkan tentara Salib. Untuk tugas pertama beliau banyak mengadakan pembangunan di seluruh negara, membangun administrasi negara, membangun ekonomi, perdagangan, memajukan ilmu pengetahuan, membangun madrasah dan sekolah, mengembangkan bidang keagamaan mazhab Ali sunnah. Untuk tugasnya yang kedua membangun persatuan bangsa Arab di bawah ruangan Abbasiyah di Baghdad.


  1. Periode kedua, periode menghadapi Syria (1174-1186 M)
Karena kedudukannya yang teguh di Mesir, banyaklah orang yang cemburu atas kenaikannya dan kebesarannya. Di sampaikan kepada Nuruddin bahwa Shalahuddin hendak merampas Mesir dari kekuasaannya. Maka disiapkan angkatan bersenjata hendak menyerang Mesir menghajar Shalahuddin. Shalahuddin telah bersiap pula, padahal musuh-musuh Islam sedang menyusun kekuatan untuk melanjutkan peperangan merampas negeri Islam. Namun sebelum hal itu terjadi tiba-tiba mangkatlah Nuruddin Zanki raja Syam di Damaskus pada tahun 569 H.
            Karena putera raja masih kecil, maka Shalahuddin memproklamirkan dirinya sebagai raja Mesir dan ”pelindung” raja Syam. Shalahuddin menjadi penguasa Arab terpenting mempersatukan Mesir, Syria, Mesopotamia, dan Yaman untuk melawan tentara Salib. Orang Kurdi dan Turkuman bergabung dengan pasukan Shalahuddin yang sangat berpengaruh di wilayah Asia Barat. Akhirnya dengan terang-terangan dinyatakan kekuasaannya yang penuh atas Mesir dan Syam sesudah Shalahuddin berhasil memadamkan segala kekacauan yang terjadi di Syria. Raja Al-Malik al Sholeh pengganti Nuruddin dapat dikalahkan. DI tahun 572 H beliau kembali ke Mesir dan diangkatlah Thauran Syah menjadi wali Syam. Dan kalau ia sedang di Syam maka wasirnya, Bahruddin, menjalankan titahnya di Mesir.
            Untuk mempertahankan diri melawan pengikut Fathimiyah di Mesir dan melawan bahaya orang Salib di Syria dan Palestina, Shalahuddin mendirikan benteng Kairo di atas bukit Muqattam yang paling barat. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dan kubu Militer yang sanggup menangkis serangan-serangan dari luar. Ini adalah rencana Shalahuddin untuk menghubungkan benteng ini dengan perbentengan Kairo kuno zaman Fathimiyah dan memperluas benteng sehingga memagari letak kota Fustat sepanjang sungai Nil. Namun demikian rencana ini belum bisa diselesaikan dan benteng hanya dapat diselesaikan setelah Saladin meninggal dunia.
Di bawah Baha’al-Din Quraqush, penghubung benteng Cairo, jembatan-jembatan di Gizah, dan tembok besar direalisasikan. Dengan perampasan terhadap Acre pada tahun 583 H/1187 M, Saladin mengangkat Quraqush sebagai gubernurnya, di tahun berikutnya. Ketika Franks menguasai kota ini lagi pada tahun 583 H/1191 M, Quraqush ditangkap sebagai seorang tawanan, tetapi dia dibebaskan pada tahun berikutnya dengan membayar uang tebusan yang besar. Dia kemudian menetap di Cairo sampai ia meninggal dunia tahun 597 H/1201 M

  1. Periode ketiga periode berjuang di Palestina (1186-1193 M)
Masa ini digunakan seluruhnya untuk perang suci melawan tentara salib. Kebijaksanaan Shalahuddin adalah membentuk persatuan negara Arab untuk mengusir orang Salib.
Peselisihan atau konflik antara persatuan orang-orang Arab dengan orang-orang Salib diperbaharui lagi. Ketika Reginald, menguasai benteng Karak yang dapat tahan serangan di pantai Hijaz, mengepung kapal-kapal jamaah haji muslim dan bermaksud untuk menghancurkan rumah suci di Mekkah, dia diburu armada Mesir dan pasukan perangnya digulungkan. Perdamaian kemudian diputuskan antara kedua belah pihak.
Namun demikian, Regianld mengingkari perjanjian perdamaian dengan menyerang kafilah-kafilah pedangan yang lewat dekat kubu pertahanannya. Maka dari itu Saladin menyerang orang-orang Salib dan menghancurkan mereka di Hittin dekat Tiberias tahun 1187. Kemudian diikuti penundukkan atas Palestina. Acre (Akka), Nablus, Ramleh, Caesaria, Jaffa, Ascolon dan Beirut jatuh ke tangan Saladin. Pada tanggal 2 Oktober pada tahun yang sama Yerusalem menyerah dengan panji-panji yang sangat memuaskan.
Negeri Tripolis, kekuasaan Antioch, seluruh kota-kota pesisir utara Tyre, dan daerah perbentengan termasuk Safad dan Karak dikuasai. Tyre Belfort hanya satu-satunya benteng yang masih tetap ada di tangan Franks. Tyre sendiri merupakan tempat berkumpul bagi Franks yang mulai mengepung Acre (1189 M) dan mendapatkan bala bantuan dari perang suci yang ketiga.
Kemenangan-kemenangan Saladin menimbulkan kecemasan Paus, raja-raja dan pemimpin-pemimpin Eropa, dan masalah perang suci ketiga (perang Salib) menjadi masalah mereka yang utama. Dengan memimpin 100.000 orang, Frederick Barborossa dari Jerman berjalan menuju Palestina menembus Asia Minor, tetapi tenggelam dalam perjalanannya. Pasukan perangnya bubar kecuali sedikit sisa-sisa yang sampai ke Syria. Pasukan-pasukan Salib Acre dibantu oleh pasukan-pasukan Philip II, Raja Perancis dan Richard dari Inggris yang merampas pulau Cyprus dalam perjalanannya.
Perang Salib ketiga, namun demikian, adalah merupakan suatu kegagalan di sebabkan dengan adanya perselisihan faham yang timbul antara pemimpin-pemimpin orang Salib ini. Philip II kembali ke Perancis, meninggalkan Richard untuk melanjutkan peperangan melawan umat Islam. Keberanian dan semangat ksatria yang Richard perlihatkan menimbulkan perasaan kagum musuh-musuhnya, yang memberi gelar ”The Lion Heart”.
Perang suci ini berkesudahan dengan perjanjian perdamaian di Ramleh pada tahun 1192. Diantaranya syarat-syarat penting perjanjian perdamaian itu ialah:
a.       Yerusalem tetap berada di tangan umat Islam, dan umat Kristen diijinkan untuk menjalankan ibadah haji di tanah suci.
b.      Orang-orang Salib akan mempertahankan pantai Syria dari Tyre sampai Jaffa.
c.       Umat Islam akan mengembalikan harta rampasan (relics) Kristen kepada umat Kristen.

Sebelum perang yang sangat menentukan di Hittin pada tahun 1187, tidak ada satu incipun dari Palestina sebelah barat Yordan adalah ada di tangan umat Islam. Setelah perjanjian perdamaian di Ramleh pada tahun 1912, seluruh daerah merupakan wilayah kekuasan umat Islam, kecuali jalur sempit pantai dari Tyre sampai Jaffa.
Saladin adalah seorang yang sangat sopan, simpatik asketik, sholeh dan rajin. Dia juga merupakan contoh ksatria Arab terbaik.
Saladin merupakan pemimpin bangsa Arab yang tidak tertandingi negara-negara yang terbentang dari pegunungan Kurdistan sampai ke padang pasir Libyan. Raja Georgia an Armenia dan Sultan Koniya dan bahkan kaisar Konstantinopel menuntut penggabungan.










D. Sholahuddin al Ayyubi (Pahlawan Perang Salib)

Siapapun akan takjub melihat indah dan megahnya benteng sholahuddin, benteng yang terletak di puncak tertinggi kota Kairo ( jabal muqottom ). Dari benteng ini, kota Kairo terlihat jelas. Dan karena alasan tersebut, pada tahun 1183 M  seorang pahlawan perang salib, Sholahuddin al-Ayyuby, membangun benteng sebagai tempat pertahanaan terakhir dan pengawasan bagi kota Kairo, Fustat dan sekitarnya. Di utara benteng terdapat masjid Muhammad Ali Pasha yang dibangun dengan arsitektur Turki Utsmaniy disertai kubahnya yang indah menjulang 52 meter ke angkasa dan dua puncak menara dengan ketinggian lebih dari 84 meter . Mesjid ini terbuat dari marmer murni dengan dihiasi lampu-lampu kristal yang sangat besar dan banyak, sehingga menampilkan kesan eksotik dan mewah. Terdapat juga di dalamnya masjid Qolawun, sumur Yusuf dan dua buah musium; Museum Permata (Qashrul Jawharah) terdiri dari perhiasan raja - raja Mesir seperti singgasana Raja Farouk dan Museum Polisi (Mathaf as-Syuthah).
Pada tahun 1095 telah terjadi Perang salib; perang untuk merebut kota Jerussalem dari tangan orang Islam. Selain itu, juga merupakan permohonan kaisar Bizaintium terhadap kekaisaran Romawi untuk mempertahankan negrinya dari serangan Islam Saljuk. Dimotivasi oleh Paus Urbanus II yang mengumumkan ampunan dosa bagi setiap orang  yang bersedia dengan suka rela mengikuti perang suci itu. Maka keluarlah ribuan umat Kristian dalam rangka meramaikan perang. Mereka yang ingin mengikuti perang ini diperintahkan agar meletakkan tanda salib di badannya; sehingga perang ini disebut Perang Salib.
Pada akhirnya kaum Salib dapat mengepung Baitul Maqdis yang dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Akan tetapi, penduduk kota suci itu tidak mau menyerah kalah begitu saja. Mereka berjuang mempertahankan kota Suci itu selama satu bulan. Pada 15 Juli 1099, Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan salib dan tercapailah cita-cita mereka. Jerussalem tidak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah. Beberapa orang mencoba mengelak dari kematian dengan cara mengendap-ngendap ke benteng, sedangkan yang lain berkerumun di berbagai menara untuk mencari perlindungan, terutama di masjid-masjid. Namun, mereka tetap tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang Kristian itu. Umat Islam dipaksa terjun dari puncak-puncak menara dan atap-atap rumah, mereka dibakar hidup  -hidup, dari tempat persembunyian bawah tanah diseret ke hadapan umum dan digantung secara masal.
Jatuhnya kota suci Baitul Maqdis ke tangan kaum Salib sangat mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota suci yang telah dikuasainya selama lebih 500 tahun itu dapat dengan mudah direbut. Para penguasa negara Islam bersedia bergabung untuk merampas balik kota suci tersebut. Di antara pemimpin yang paling gigih berusaha menghalau tentera Salib ialah Imamuddin Zanki dan dilanjutkan oleh anaknya Nuruddin Zanki dengan dibantu panglima Asasuddin Syirkuh.
Setelah hampir empat puluh tahun tentara Salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin Al-Ayyubi lahir ke dunia. Keluarga Shalahuddin taat beragama dan berjiwa pahlawan. Ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah seorang terkemuka dan beliau pulalah yang mentarbiyah Shalahuddin sejak kecil. Sholahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub dilahirkan di Irak pada tahun 532 Hijrah /1138 M dan wafat pada tahun 589 H/1193 M di Damsyik. Sholahuddin terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140 km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris, pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun- dihabiskan untuk belajar di Damaskus, di lingkungan dinasti Zangid yang memerintah Syria waktu itu, yaitu Nuruddin Zanki.
Selain belajar keislaman, Sholahuddin mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asadudin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Bersama dengan pamannya, Sholahuddin menguasai Mesir dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyyah.
Pada tahun 549 H/1154 M, panglima Asasuddin Syirkuh memimpin tenteranya merebut dan menguasai Damsyik. Shalahuddin yang waktu itu baru berusia 16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada tahun 558 H/1163 M, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang berusia 25 tahun untuk menundukkan Daulah Fatimiyyah yang beraliran Syiah di Mesir. Dan pasukannya waktu itu terdiri dari Mamluk
(hamba atau pelayan kerajaan. Dari sinilah usaha dia berhasil mendirikan kerajaan Mamluki.
Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir, Adhid Lidinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, wazir besar Shawar merasa cemburu melihat Syirkuh semakin populer di kalangan istana dan rakyat. Diam-diam Shawar pergi ke Baitul Maqdis dan meminta bantuan dari pasukan Salib untuk menghalau Syirkuh dari kekuasaannya di Mesir. Pasukan Salib yang dipimpin oleh King Almeric menyambut baik permintaan itu. Maka terjadilah pertempuran pasukan Asasuddin dengan King Almeric yang berakhir dengan kekalahan Asasuddin. Perjanjian damai pun dibuat antara tentara Salib dan panglima Asasuddin dan Shalahuddin. Keduanya diperbolehkan kembali ke Damsyik.
Kerjasama seorang wazir besar Shawar dengan orang -orang Salib itu telah menimbulkan kemarahan Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk Baghdad. Mereka pun mempersiapkan tentera besar yang dipimpin oleh panglima Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si pengkhianat Shawar. Perang pun terjadi dengan mengalahkan pasukan King Almeric dan mengusit mereka dari Mesir.
Panglima Shirkuh dan Shalahuddin kembali ke ibu kota Kairo disambut dengan perlawanan dari pasukan Shawar. Akan tetapi, pasukan ini tidak bertahan lama, Shawar pun melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah Al-Adhid Lidinillah terpaksa menerima dan menyambut kedatangan panglima Syirkuh untuk kedua kalinya.
Suatu hari, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke kuburan seorang wali Allah di Mesir dan ternyata wazir besar Shawar bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap Shawar, membawanya ke istana dan dihukum mati.
Khalifah Al-Adhid melantik panglima Asasuddin Syirkuh menjadi Wazir Besar menggantikan Shawar. Beliau  tidak lama memegang jabatan, dikarenakan wafat pada tahun 565 H/1169 M. Kemudian Khalifah Al-Adhid melantik panglima Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi Wazir Besar menggantikan Syirkuh, atas persetujuan pembesar Kurdi dan Turki. Walaupun berada di bawah Khalifah Daulat Fatimiyyaah, Shalahuddin tetap  melantik Nuruddin Zanki sebagai pemimpinnya. Nuruddin Zanki berulang kali mendesak Shahalahuddin agar menangkap Khalifah Al-Adhid dan merebut kekuasaannya. Kemudian diserahkan kembali pada Daulah Abbasiah di Baghdad. Baru pada tahun 567 H/1171 M, Shalahuddin mengumumkan runtuhnya Daulah Fatimiyyah dengan menyerahkan kuasa sepenuhnya kepada Daulah Abbasiah. Ketika peralihan kekuasaan itu dibuat, Khalifah Al-Adhid sakit keras sehingga dia tidak mengetahui peristiwa besar yang sedang menimpa negerinya. Sehari setelah pengumuman itu, Khalifah Al-Adhid wafat dan dikebumikan sebagaimana Khalifah.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Fatimiyyah yang dikuasai oleh kaum Syi’ah selama 270 tahun. Kondisi ini telah lama ditunggu-tunggu oleh golongan Ahlus sunnah di seluruh negara Islam, terlebih lagi Mesir.Mereka sangat berterima kasih kepada Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang dengan bijaksana melakukan hal itu secara aman dan damai.Bertepatan dengan peristiwa ini, Panglima Besar Shalahuddin Al-Ayyubi meresmikan  masjid Al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengajian Syiah, menjadi pusat pengajian Ahlus sunnah Wal Jamaah.
Tatkala Damsyik mendapat serangan kaum Salib, Shalahudin menggerakkan pasukannya ke Syiria untuk mempertahankan kota tersebut. Kemudian Shalahuddin menyatukan Syiria dengan Mesir sekaligus membuat Dinasti Al-Ayyubiyah dengan beliau sebagai Amir pertama.
Tidak lama kemudian, Sultan Shalahuddin dapat menggabungkan Negeri-Negeri An-Nubah, Sudan, Yaman dan Hijaz kedalam kekuasaannya yang besar. Negara di Afirka yang telah diduduki oleh terntara Salib dari Normandy juga telah dapat direbut dalam waktu singkat. Dengan ini, kekuasaan Shalahuddin menjadi besar dan kekuatan tentaranya juga sudah mencukupi untuk mengusir tentera Kristian yang menduduki Baitul Maqdis selama berpuluh tahun.
Sifatnya yang lemah lembut, zuhud, wara dan sederhana membuat rakyat sangat mencintainya. Demikian juga para ulama yang senantiasa mendoakan agar cita-cita sucinya untuk merampas kembali Tanah Suci berhasil dengan baik.
Setelah merasa kuat, Sultan Shalahuddin menumpukan perhatiannya untuk meghancurkan tentara Salib yang menduduki Baitul Maqdis dan merebut kota Suci itu kembali. Cara pertama yang digunakan adalah mengajak mereka berdamai. Kaum Salib menyangka bahawa Shalahuddin telah menyerah kalah. Mereka menerima perdamaian tersebut dengan sombong. Shalahuddin hampir tertawan. Akhirnya, beliau kembali ke markas dan menyusun kekuatan yang lebih besar.
Suatu kejadian yang mengejutkan Shalahuddin setelah perjanjian damai disepakati, yaitu tindakan sudah mengira bahwa orang-orang Kristian itu akan mengkhianati perjanjiannya. Untuk ini, beliau telah mempersiapkan pasukannya.
Ternyata perkiraan Shalahuddin tidak salah, baru saja perjanjian itu disepakati, kaum Salib telah membuat pelanggaran. Sultan Shalahuddin segera bergerak melancarkan serangan, tapi kali ini beliau mendapat kegagalan dan seorang panglima Salib, Count Rainald de Chatillon, bergerak bersama pasukannya untuk menyerang kota Makkah dan Madinah. Akan tetapi pasukan ini mendapat perlawanan mujahid Islam di Laut Merah, sehingga pasukan Count Rainald berusaha mundur dan kembali ke Jerussalem. Dalam perjalanan pulang, mereka berjumpa  dengan kafilah yang mengiringi saudari shalahuddin. Tanpa berfikir panjang, Count dan pasukannya menyerang kafilah tersebut dan menawan mereka termasuk saudari Shalahuddin. Dengan angkuh Count berkata: “Apakah Muhammad, Nabi mereka itu mampu datang untuk menyelamatkan mereka?”.
Seorang anggota kafilah yang dapat meloloskan diri melaporkan hal tersebut kepada Shalahuddin.. Sultan sangat marah terhadap gencatan senjata itu, iapun mengirim utusan ke Jerussalem agar semua tawanan dibebaskan. Akan tetapi, mereka tidak memberikan jawaban. Akhirnya, Sultan keluar membawa pasukan untuk menghukum kaum Salib yang sering mengkhianati janji itu. Terjadilah pertempuran sangat besar di gunung Hittin, perang inipun dikenal dengan Perang Hittin.
Dalam pertempuran ini Shalahuddin menang besar. Pasukan musuh yang berjumlah 45,000 orang hancur binasa dan hanya tersisa beberapa ribu saja yang -sebagian besar- menjadi tawanan, termasuk Count Rainald de Chatillon. Mereka dibawa ke Damaskus. Count Rainald yang telah menawan saudari perempuan Sultan dan menghina Nabi Muhammad itu digiring ke hadapan Sultan, lantas berkata: “Nah, bagaimana jadinya, telah terbukti bagi engkau sekarang! Apakah saya tidak cukup   menjadi pengganti Nabi Besar Muhammad untuk melakukan pembalasan terhadap berbagai penghinaanmu itu?”.
Shalahuddin mengajak  Count masuk Islam, tapi dia tidak mu. Maka dia pun dihukum mati  karean telah menghina Nabi Muhammad. Setelah melalui banyak peperangan dan menaklukkan berbagai benteng dan kota, sampailah Sultan Shalahuddin pada tujuan utamanya yaitu merebut kembali Baitul Maqdis. Kini beliau mengepung Jerussalem selama empat puluh hari, membuat penduduk di kota itu tidak dapat berbuat apa-apa dan mengalami kekurangan bahan pokok dan makanan. Waktu itu Jerussalem dipenuhi dengan orang-orang pelarian perang Hittin. Tentera pertahanannya sendiri tidak kurang dari 60,000 orang.
Pada mulanya Sultan menyerukan agar kota Suci itu diserahkan secara damai. Beliau tidak inginseperti yang dilakukan oleh Godfrey dan orang-orangnya pada tahun 1099 yang melakukan membalas dendam. Akan tetapi, pihak Kristian menolak tawaran baik tersebut, bahkan mereka mengangkat Komandan Perang untuk mempertahankan kota itu. Karena mereka menolak seruan, Sultan Shalahuddin bersumpah akan membunuh semua orang Kristian di kota itu demi membalas dendam atas peristiwa 90 tahun yang lalu. Mulailah pasukan kaum Muslimin melancarkan serangan ke kota dengan anak panah dan manjanik.
Kaum Salib membalas serangan dari dalam benteng. Setelah empat belas hari melakukan serangan, kekuatan kaum Salib melemah sehingga beberapa pemimpin Kristian menemui Sultan Shalahuddin dan menyatakan keinginannya untuk menyerahkan kota Suci secara aman serta melindungi nyawa mereka. Akan tetapi, Sultan menolak dengan berkata: “Aku tidak akan menaklukkan kota ini kecuali dengan kekerasan sebagaimana kamu dahulu menaklukinya dengan kekerasan. Aku tidak akan membiarkan seorang Kristian pun melainkan terbunuh sebagaimana engkau membunuh semua kaum Muslimin di kota ini dulu". Pemimpin Jerussalem datang menghadap Sultan dengan merendahkan diri dan minta dikasihani. Membujuk sekaligus merayu dengan segala cara, akan tetapi Sultan tidak merespon mereka.
Akhirnya ketua Kristian berkata: “Jika engkau tidak mau berdamai, kami akan membunuh semua tahanan (terdiri dari kaum Muslimin sebanyak 4000 orang) yang ada pada kami. Kami juga akan membunuh anak cucu kami dan perempuan-perempuan kami. Setelah itu kami akan binasakan rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang indah, semua harta dan perhiasan yang ada pada kami akan kami bakar. Kami juga akan memusnahkan Kubah Shahra’, kami akan hancurkan semua yang ada sehingga tidak ada satupun yang bisa dimanfaatkan lagi. Setelah  itu, kami akan keluar untuk berperang mati-matian. Jika hal itu terjadi, kebaikan apalagi yang engkau bisa harapkan?”.
Setelah mendengar kata-kata itu, Sultan Shalahuddin menjadi lembut dan bersedia untuk memberikan keamanan bagi mereka. Maka berlangsunglah penyerahan kota secara aman dengan syarat setiap penduduk harus membayar uang tebusan. Laki-laki membayar sepuluh dinar, perempuan lima dinar dan anak-anak dua dinar. Barangsiapa yang tidak mampu membayar tebusan akan menjadi tawanan kaum Muslimin dan menjadi hamba sahaya. Semua rumah, senjata dan alat-alat peperangan lainnya menjadi milik kaum Muslimin. Mereka diperbolehkan pergi ke tempat manapun. Mereka diberi tempo selama empat puluh hari untuk memenuhi syarat tersebut. Bagi yang tidak sanggup memenuhinya sampai batas waktu yang ditentukan, maka ia akan menjadi tawanan. Ternyata, ada 16,000 orang Kristian yang tidak sanggup  membayar uang tebusan dan kesemuanya ditahan sebagai hamba sahaya.
Pada hari Jumaat 27 Rajab 583 Hijrah, Sultan Shalahuddin bersama kaum Muslimin memasuki Baitul Maqdis dengan melantunkan “Allahu Akbar” dan bersyukur kehadirat Allah SWT. Air mata kegembiraan menetes di pipi kaum Muslimin. Para ulama berdatangan dan mengucapkan selamat terhadap Sultan Shalahuddin atas keberhasilan yang dicapai.
Jatuhnya Jerussalem ke tangan kaum Muslimin membuat Eropa marah. Mereka melancarkan sumbangan yang disebut “Saladin tithe”, yaitu derma wajib untuk melawan Shalahuddin yang hasilnya digunakan untuk membiayai perang Salib. Dengan angkatan perang yang besar, beberapa raja Eropa berangkat untuk merebut kembali kota Suci itu. Maka terjadilah perang Salib ketiga yang sangat sengit. Namun, Shalahuddin masih dapat mempertahankan Jerussalem. Setahun setelah perang Salib ke-tiga, Sultan Shalahuddin pulang kerahmatullah.
Sultan Shalahuddin adalah seorang pahlawan yang menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam. Hidup  nya sangat sederhana. History of the World menyebutkan sifat-sifat Shalahuddin sebagai berikut: “Keberanian dan keberhasilan Sultan Shalahuddin itu terjelma seluruhnya pada perkembangan keperibadian yang luar biasa. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sultan Shalahuddin membacakan Kitab Suci Al-Quran kepada pasukannya menjelang pertempuran berlangsung. Minumannya tidak lain hanya air putih, memakai pakaian yang terbuat dari bulu yang kasar, dan mengizinkan dirinya dipanggil ke pengadilan. Beliau juga mengajarkan anak-anaknya sendiri tentang agama Islam…….”. Seluruh kaum Muslimin yang menyaksikan kepergiannya menitiskan air mata. Kekuasaannya yang terbentang luas dari Asia hingga Afrika itu hanya meninggalkan warisan, 1 dinar dan 36 dirham. Tidak meninggalkan emas, tanah bahkan kebun.
















DAFTAR PUSTAKA

Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.

Ibrahim Hassan, Hassan. 1989. Sejarah Dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.


               www. Wikipedia.com/perangsalib3. (diakses 27 Mei 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar