Selamat Datang di Blog Ninosnina ^_^

Bintang-ku

Kamis, 21 Februari 2013

KUNJUNGAN KE SITUS PENINGGALAN HINDU-BUDHA DI WILAYAH JAWA TIMUR DAN BALI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada masa perdagangan kuno, kota-kota pesisir Pulau Sumatra dan Jawa, berkembang menjadi pusat perdagangan. Pedagang yang singgah di kota-kotatersebut tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Sembari berdagang para pedagang luar negeri ini membawa informasi dari negaranya. Salah satu informasi tersebut berupa kebudayaan di negaranya.
Dari sekedr tertarik, akhirnya muncul keinginan pedagang Indonesia untuk meniru apa yang telah dilihatnya. Hal-hal yang ditiru misalnya cara berpakaian, bermasyarakat, beragama dan menciptakan suatu barang. Maka tidak heranlah jika pada zaman dahulu banyak ditemukan suatu barang yang memiliki kesamaan antara negara satu dan negara lain. Kemiripan bentuk itu dapat dilihat misalnya candi-candi di ndonesia dengan candi-candi di India, kamboja, Vietnam, Myanmar dan Cina, serta patung-patung Indonesia dengan patung-patung dari India dan negara Asia lainnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak pula penduduk Indonesia yang meniru tata cara hidup dan ajaran yang mereka lihat. Ajaran yang dimaksud adalah dalam hal agama. Maka, berkembanglah agama yang dibawa para pedagang terutama pedagang India yaitu agam Hindu-Budha. Masuknya budaya Hindu-Buddha yang dibawa para pedagang dari India telah menghembuskan angin perubahan bagi bangsa Indonesia pada waktu itu.
Kebudayaan Hindu-Budha memberi warna bagi tatanan kehidupan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, seperti kepercayaan, kebudayaan, pemerinta dan agama. Pengaruh budaya tersebut dapat dirasakan dalam bidang yang bercorak agama seperti sastra, seni rupa, seni patung, seni membuat candi, upacara keraton dan ketatanegaraan dalam masyarakat. Yang semua itu masih dapat kita lihat di daerah Bali.
Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha melahirkan beberapa kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia. Bahkan dua kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha pada waktu itu yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, menjadi kerajaan yang termasyhur. Pengaruh tersebut juga dapat dilihat dari ditemukannya beberapa peninggalan sejarah bercorak Hindu-Budha seperti candi Borobudur dan Prambanan.
Dalam hal ini laporan ini akan mengulas lebih lanjut tentang benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha di daerah Jawa Timur dan Bali.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana proses masuknya agam dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia?
2.    Bagaimana Sejarah Kerajaan Majapahit di situs Trowulan?
3.    Apa saja bentuk benda cagar budaya peinggalan Hindu-Budha di jawa Timur dan bali?
4.    Bagaimana sejarah pembangunan pura-pura yang ada di Bali?
5.    Dimana saja letak tempat benda cagar budaya peninggalan Hindu Budha yang tersebar di Jawa Timur dan Bali?

C.    Tujuan
Laporan ini mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1.    Mengetahui proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dengan melihat benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha di Jawa Timur dan Bali.
2.    Mengetahui sejarah kerajaan Majapahit yang berpusatdi situs Teowulan.
3.    Menyebutkan dan menjelaskan berbagai macam benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha di Jawa Timur dan Bali.
4.    Mengetahui sejarah pembangunan pura-pura yang ada di Bali.
5.    Dapat menyebutkan letak-letak tempat benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha yang berada di Jawa Timur dan Bali.





D.    Manfaat
Laporan ini mempunyai beberap manfaat antara lain :
1.    Bagi Mahasiswa
a.    Mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya tentang benda-benda peninggalna Hindu-Budha di Jawa Timur dan Bali.
b.    Sebagai bukti otentik telah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
c.    Sebagai pertanggung jawaban mahasiswa setelah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
d.    Untuk memenuhi persyaratan guna penilaian ujian akhir semester.

2.    Bagi Dosen
a.    Melatih Mahasiswa mandiri.
b.    Menjadikan mahasiswa bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
c.    Mengetahui pemahaman dan pengetahuan mahasiswa.
d.    Menambah perbendaharaan perpustakaan.

3.    Bagi Program Studi Pendidikan Sejarah
a.    Terdapat kesesuaian antara program pendidikan yang dilaksanakan.
b.    Sebagai bukti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan acaa rutin tahunan yang diselenggarakan program studi pendidikan sejarah.
c.    Meningkatkan efisiensi proses pendidikan di Perguruan Tinggi.
d.    Mengaplikasikan teori dengan cara terjun langsung ke lapangan (KKL).









BAB II
KEGIATAN KKL DI MOJOKERTO, JAWA TIMUR

SITUS TROWULAN

    Situs Trowulan merupakan satu-satunya situs perkotaan masa klasik di Indonesia. Situs yang luasnya 11 km x 9 km, cakupannya meliputi wilayah kecamatan Trowulan dan Sooko di Kabupaten Mojokerto serta kecamatan Mojoagung dan Mojowarno di Kabupaten Jombang. Situs bekas kota kerajaan Majapahit ini dibangun di sebuah dataran yang merupakan ujung penghabisan dari tiga jajaran gunung yaitu Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasmara, sedangkan kondisi geografis daerah Trowulan mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah pemukiman. Hal ini didukung oleh antara lain topografi yang landai dan air tanah yang relatif dangkal. Sebagai bekas kota, di situs Trowulan dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik berada di bawah maupun di permukaan tanah yang berupa : artefak, ekofak serta fitur.
    Situs peninggalan kerajaan Majapahit yang sangat menarik ini diperoleh melalui penelitian yang panjang. Penelitian terhadap situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaa pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan pencatatan peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya ”History of Java” (1817) yang menyebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari kerajaan Majapahit.
    Penelitian berikutnya adalah W.R. Van Hovell (1849). J.V.G/ Brumund dan Jonathan Rigg. Hasil penelitian mereka diterbitkan dalam ”Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia”. J. Hageman menulis tentang Trowulan dengan judul ”Teolichting over den Ouden Pilaar van Majapahit” (1958).
    R.D.M. Verbeek mengadakan kunjungan ke Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam artikel Oudheden van Majapahit in 1815 en  1887, yang termuat dalam TBG XXXIII tahun 1889. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh R.A.A Kromodjojo Adinegoro seorang Bupati Mojokerto (1849-1916) yang sangat menaruh perhatian terhadap peninggalan arkeologi di Trowulan. Ia menggali candi tikus dan juga merintis  pembangunan Museum Mojokerto yang berisi benda koleksi arkeologis peninggalan Majapahit. J. Knebel seorang anggota comissie voor Oudheidkundig Orderzoek op Java en Madura pada tahun 1907 melakukan inventarisasi peninggalan arkeologi di Trowulan. Selanjutnya N.J. Krom mengulas peningalan Majapahit di Trowulan dalam karyanya Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst (1923). Penelitian terhadap situs Trowulan lebih intensif dilakukan setelah didirikan Oudheidkundige Vereeneging Majapahit (OVM) tahun 1924 oleh R.A.A Kromodjojo Adinegoro bekerjasama dengan seorang Belanda yang bernama Ir. Henry Maclaine Pont dan kemudian berkantor di Trowulan. Selanjutnya kantor tersebut dijadikan museum yang memamerkan benda-benda peninggalan Majapahit.
    Antara tahun 1921-1924 Maclaine Pont mengadakan penggalian-penggalian di Trowulan dengan maksud mencocokkannya dengan uraian dalam kitab Negarakertagama. Hasil penelitiannya tersebut kemudian menghasilkan sketsa rekonstruksi kota Majapahit di Trowulan.
    Stutterheim yang melakukan penelitian tentang bentuk ibukota kerajaan Majapahit berpegang pada kitab Negarakertagama pupuh VIII-XII dan menyimpulkan bahwa tata kota kraton Majapahit dapat dianalogikan dengan kraton Yogyakarta dan Surakarta. Lebih jauh disebutkan bahwa bangunan yang terdapat di dalam kompleks kraton mirip dengan bangunan yang terdapat di dalam kompleks puri di Bali (Stutterheim, 1948). Penelitian lebih jauh dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada tahun 70-an hingga 1993. Puslit Arkenas mencoba mencari bukti-bukti tentang kota melalui penggalian arkeologis yang ditentukan atas dasar nama tempat yang disebut dalam Negarakertagama atau atas dasar penemuan baru yang ditemukan secara tidak sengaja oleh penduduk. Strategi yang dikembangkan waktu itu adalah penelitian sporadis.
    Hasil penggalian di situs Trowulan menunjukkan bahwa sebagai tempat terakumulasinya aneka jenis benda yang biasa disebut kota ini, tidak hanya berupa situs tempat tinggal saja, tetapi terdapat situs-situs lain seperti situs upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs perjagalam, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal dan situs waduk. Situs-situs itu membagi suatu kota dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil diikat oleh jaringan jalan. Namun sejauh ini penelitian belum memberikan gambaran utuh mengenai keseluruhan kota Majapahit seperti diuraikan Prapanca dalam puja sastranya Negarakertagama. Pemahaman bentuk situs Trowulan secara lebih luas baru diperoleh setelah dilakukan foto udara oleh tim geografi Universitas Gadjah Mada yang berhasil menunjukkan situs Trowulan sebagai kota berparit.
    Pelestarian yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala waktu itu telah menghasilkan rencana induk pelestarian yang dimaksudkan untuk melindungi situs penting di Trowulan. Tahun demi tahun situs bangunan digali, dipugar, dan dipelihara serta dimanfaatkan, seperti : Candi Tikus, Gapura Bajang Ratu, Candi Gentong, Gapura Wringin Lawang, dan Candi Kedaton. Berdasarkan kegiatan arkeologis yang dilakukan, menunjukkan bahwa situs Trowulan merupakan situs penting dalam dunia arkeologi Indonesia.

Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, Kepulauan Sulu, Manila (Saludung), hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sejarah
Berdirinya Majapahit


Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit


Bidadari Majapahit yang anggun, ukiran emas apsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" di kepulauan nusantara.


Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang,  menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Kebudayaan


Gapura Bajang Ratu, diduga kuat menjadi gerbang masuk keraton Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di kompleks Trowulan.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
Ekonomi


Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum Gajah, Jakarta)
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
•    Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
•    Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
•    Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
•    Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Pembagian wilayah
Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah, yang disebut Paduka Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti, dan pertahanan kerajaan di wilayahnya masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:


•    Daha
•    Jagaraga
•    Kabalan
•    Kahuripan
•    Keling
•    Kelinggapura
•    Kembang Jenar
•    Matahun
•    Pajang
•    Singhapura
•    Tanjungpura
•    Tumapel
•    Wengker
•    Wirabumi


Raja-raja Majapahit


Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini.
Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
1.    Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
2.    Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
3.    Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4.    Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5.    Wikramawardhana (1389 - 1429)
6.    Suhita (1429 - 1447)
7.    Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8.    Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9.    Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10.    Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
11.    Bhre Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12.    Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
13.    Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)

A.    Kompleks Situs dan Museum Trowulan

Sejarah Museum Trowulan

    Pada tanggal 24 April 1924, K.A.A. Kromodjojo Adinegoro salah seorang Bupati Mojokerto,  bekerjasama dengan Ir. Henry Maclaine Pont seorang arsitek Belanda mendirikan Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit (OVM) yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan untuk meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit. OVM menempati sebuah rumah di situs Trowulan yang terletak di jalan raya jurusan Mojokerto. Jombang km 13 untuk menyimpan artefak-artefak yang diperoleh baik melalui penggalian, survey maupun penemuan secara tak sengaja. Mengingat banyaknya artefak yang layak untuk dipamerkan maka direncanakan untuk membangun sebuah museum yang terealisasi pada tahun 1926 dan dikenal dengan nama Museum Trowulan.
    Pada tahun 1924 museum ditutup untuk umumkarena Maclaine Pont ditawan oleh Jepang.  Sejak itu museum berpindah-pindah tangan dan akhirnya dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur. Tugas kantor tersebut tidak hanya melaksanakan perlindungan terhadap benda cagar budaya peninggalan Majapahit saja, tetapi seluruh peninggalan kuno yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu koleksinya semakin bertambah banyak. Untuk mengatasi hal tersebut museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak kurang lebih 2km dari tempat semula, namun masih di situs Trowulan. Museum baru tersebut sesuai dengan struktur organisasinya yang disebut sebagai Balai Penyelamatan Arca, namun masyarakat mum tetap mengenalnya sebagai Museum Trowulan.
    Pada tahun 1999 kleksi prasasti peninggalan R.A.A. Kromodjojo Adinegoro dipindahkan dari Gedung Arca Mojokerto ke Museum Trowulan, sehingga koleksi Museum Trowulan semakin lengkap.
    Berdasarkan fungsinya, museum Trowulan kemudian diberi nama sebagai Balai Penyelamatan Arca BP3 Jawa Timur. Mengingat kebutuhan akan informasi yang semakin lama semakin meningkat dari masyarakat tentang Majapahit, maka kini nama Balai Penyelamatan Arca BP3 Jawa Timur pun berubah menjadi Pusat Informasi Majapahit.
    Walaupun terjadi perubahan, namun pada prinipnya hal tersebut tidak merubah fungsinya secara signifikan, yaitu sebagai sebuah Museum dan Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya di Jawa Timur.
    Untuk menampung koleksi benda cagar budaya yang setiap tahun terus bertambah dan untuk meningkatkan pelayanan sajian kepada masyarakat, maka BP3 Jatim terus melakukan pembenahan terhadap Museum Trowulan.


Koleksi Museum

Sesuai dengan sejarahnya, koleksi pusat informasi Majapahit di dominasi oleh benda cagar budaya peninggalan Majapahit. Melalui peninggalan-peninggalan tersebut terdapat beberapa aspek budaya Majapahit dapat dikaji lebih lanjut, seperti di bidang pertanian, irigasi, arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama dan kesenian. Keseluruhan koleksi tersebut ditata di gedung, pendopo maupun halaman museum. Berdasarkan bahannya koleksi ditata di gedung, pendopo maupun halaman museum. Berdasarkan bahannya koleksi museum Trowulan yang dipamerkan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.    Koleksi Tanah Liat (Terakota)
a.    Koleksi Terakota manusia
b.    Alat-alat Produksi
c.    Alat-alat Rumah tangga
d.    Arsitektur
2.    Koleksi Keramik
Koleksi keramik yang dimiliki oleh Pusat informasi Majapahit berasal dari beberapa negara asing seperti Cina, Thailand, dan Vietnam. Keramik-keramik tersebut pun memiliki berbagai bentuk dan fungsi, teko, piring, mangkuk, sendok dan vas bunga.
3.    Koleksi Logam
Koleksi Benda Cagar Budaya berbahan logam yang dimiliki Pusat Informasi Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberpa kelompok, seperti koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara seperti bokor, pedupaan, lampu, cermin, guci dan genta dan koleksi alat musik.
4.    Koleksi Batu
Koleksi Benda Cagar Budaya (BCB) yang berbahan batu berdasarkan jenisnya dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut: koleksi miniaturdan komponen candi, koleksi arca, koleksi relief, koleksi prasasti.
Sementara itu, koleksi Benda Cagar Budaya yang berbahan batu yang dimiliki oleh Pusat Informasi Majapahit, juga terdapat alat-alat dan fosil binatang dari masa prasejarah.

B.    Kolam Segaran
Kolam segaran merupakan salah satu dari 32 waduk/kolam kuno Majapahit yang masih dapat disaksikan sekarang ini. Orang yang pertama kali menemukan kolam ini adalah Ir. Henry Maclaine Pont pada tahun 1926. Letak kolam di depan Museum Trowulan, agak bergeser ke utara yang secara administratif termasuk wilayah Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Bentuk denah kolam empat persegi panjang berukuran panjang 375 m dan lebar 125 m. Dinding kolam setinggi 3,16 m sementara lebarnya 1,6 m.
Bahan bangunan kolam terbuat dari bata yang direkatkan satu sama lain dengan cara digosokkan tanpa menggunakan perekat. Pada bagian tenggara terdapat saluran yang mengalirkan airnya ke kolam, sementara pada bagian barat laut terdapat saluran pembuangan air. Saluran ini berhubungan dengan Balong Bunder (kolam bulat) yang terletak di sebelah selatannya serta Balong Dowo (kolam panjang) yang terletak di depan Museum Trowulan. Kedua kolam/balong tersebut sekarang telah mengalami pendangkalan dan tidak berfungsi.
Pada waktu ditemukan hampir seluruh bagian kolam tertutup tanah dan rerumputan  seluas 65.448 meter kubik. Pada tahun 1966 diadakan pemugaran yang lebih terencana dilaksanakan pada tahun 1974 dan berlanjut pada tahun Anggaran 1983/1984.
Menurut cerita rakyat pada masa kejayaan Majapahit, kolam segaran digunakan sebagai tempat rekreasi dan menjamu tamu dari luar negeri. Di ceritakan apabila perjamuan telah usai, maka peralatan perjamuan seperti piring, mangkuk dan sendok yang terbuat dari emas dibuang di kolam untuk menunjukkan betapa kayanya kerajaan Majapahit. Namun berdasarkan adanya saluran keluar masuk serta luasnya kolam diduga kolam ini dahulu difungsikan sebagai waduk atau penampung air.
    Sementara peneliti lain menyebutkan segaran dikaitkan juga kegunaanna sebagai penambah kelembaban/kesejukan udaa kota Majapahit. Banguanan ini mencerminkan kemampuan Majapahit beradaptasi dengan lingkungannya. Para ahli memperkirakan kolam segaran adalah ”telaga” yang disebutkan dalam Negarakertagama Pupuh VII : 5.3.


C.    Candi Bajang Ratu


Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.
Penamaan
"Bajang Ratu" dalam bahasa Jawa berarti "raja / bangsawan yang kecil / kerdil / cacat". Dari arti nama tersebut, gapura ini dikaitkan penduduk setempat dengan Raja Jayanegara (raja kedua Majapahit) dan tulisan dalam Serat Pararaton, ditambah legenda masyarakat. Disebutkan bahwa ketika dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara masih sangat muda ("bujang" / "bajang") sehingga diduga gapura ini kemudian diberi sebutan "Ratu Bajang / Bajang Ratu" (berarti "Raja Cilik"). Jika berdasarkan legenda setempat, dipercaya bahwa ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya, sehingga diberi nama "Bajang Ratu" ("Raja Cacat").
Sejarawan mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Kakawin Negarakretagama sebagai pedharmaan (tempat suci). Di situ disebutkan bahwa setelah meninggal pada tahun 1250 Saka (sekitar 1328 M), tempat tersebut dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat. Jayanegara didharmakan di Kapopongan serta dikukuhkan di Antawulan (Trowulan). Penyebutan "Bajang Ratu" muncul pertama kali dalam Oundheitkundig Verslag (OV) tahun 1915.
Struktur bangunan
Menurut buku Drs I.G. Bagus L Arnawa, dilihat dari bentuknya gapura atau candi ini merupakan bangunan pintu gerbang tipe "paduraksa" (gapura beratap). Secara fisik keseluruhan candi ini terbuat dari batu bata merah, kecuali lantai tangga serta ambang pintu bawah dan atas yang dibuat dari batu andesit. Berdiri di ketinggian 41,49 m dpl, dengan orientasi mengarah timur laut-tenggara. Denah candi berbetuk segiempat, berukuran ± 11,5 (panjang) x 10,5 meter (lebar), tinggi 16,5 meter, lorong pintu masuk lebar ± 1,4 meter.
Secara vertikal bangunan ini mempunyai 3 bagian: kaki, tubuh, dan atap. Mempunyai semacam sayap dan pagar tembok di kedua sisi. Kaki gapura sepanjang 2,48 meter. Struktur kaki tersebut terdiri dari bingkai bawah, badan kaki dan bingkai atas. Bingkai-bingkai ini hanya terdiri dari susunan sejumlah pelipit rata dan berbingkai bentuk genta. Pada sudut-sudut kaki terdapat hiasan sederhana, kecuali pada sudut kiri depan dihias relief menggambarkan cerita "Sri Tanjung". Di bagian tubuh diatas ambang pintu ada relief hiasan "kala" dengan relief hiasan sulur suluran, dan bagian atapnya terdapat relief hiasan rumit, berupa kepala "kala" diapit singa, relief matahari, naga berkaki, kepala garuda, dan relief bermata satu atau monocle cyclops. Fungsi relief tersebut dalam kepercayaan budaya Majapahit adalah sebagai pelindung dan penolak mara bahaya. Pada sayap kanan ada relief cerita Ramayana dan pahatan binatang bertelinga panjang.
Lokasi
Lokasi Candi Bajang Ratu berletak relatif jauh (2 km) dari dari pusat kanal perairan Majapahit di sebelah timur, saat ini berada di Dusun Kraton, Desa Temon, berjarak cukup dekat (0,7 km) dengan Candi Tikus. Alasan pemilihan lokasi ini oleh arsitek kerajaan Majapahit, mungkin untuk memperoleh ketenangan dan kedekatan dengan alam namun masih terkontrol, yakni dengan bukti adanya kanal melintang di sebelah depan candi berjarak kurang lebih 200 meter yang langsung menuju bagian tengah sistem kanal Majapahit, menunjukkan hubungan erat dengan daerah pusat kota Majapahit.
Untuk mencapai lokasi Gapura Bajang Ratu, pengunjung harus mengendara sejauh 200 meter dari jalan raya Mojokerto - Jombang, kemudian sampai di perempatan Dukuh Ngliguk, berbelok ke arak timur sejauh 3 km, di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Di sekitar lokasi Gapura Bajang Ratu di Trowulan (bekas ibukota kerajaan Majapahit) tersimpan banyak peninggalan bersejarah lainnya dari zaman keeemasan saat kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang disegani di muka bumi.
D.    Candi Tikus
    Candi tikus terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.Candi tikus merupakan bangunan petirtaan. Hal ini terlihat dari adanya miniatur candi di tengah bangunannya yang melambangkan Gunung Mahameru, tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci Amrta, sumber segala kehidupan.
    Candi tikus ditemukan pada tahun 1914 oleh seorang penduduk yang kemudian dilaporkan kepada Bupati Mojokerto saat itu, yaitu R.A.A. Kromodjojo Adinegoro. Penemuan tersebut diawali dengan laporan penduduk bahwa di daerah tersebut terjangkit wabah tikus yang bersarang di sebuah gundukan. Ketika gundukan dibongkar ternyata di dalamnya terdapat sebuah candi yang kemudian disebut  Candi Tikus. Karena sejarah penemuan inilah hingga sekarang banyak petani, baik dari daerah sekitar Mojokerto maupun luar kota yang sawahnya diserang hama tikus datang ke tempat ini untuk memperoleh air candi yang dipercayai dapat mengusir nama tikus.
    Bangunan candi tikus berdiri pada permukaan tanah yang lebih rendah dari daerah sekitarnya, yaitu kurang lebih sedalam 3,5 m. Oleh karena itu, untuk mencapai lantai dasar candi harus menuruni tangga masuk yang berada di sisi utara yang merupakan pintu masuk candi. Orientai candi tikus adalah menghadap ke utara dengan azimut 200.
    Candi Tikus berdenah bujur sangkar dengan ukuran 22,5 X 22,5 m, serta tinggi dari lantai sampai puncak candi adalah 5,20 m. Bahan bangunanya didominasi oleh bata, sedangkan batu andesit digunakan untuk pancurannya. Dinding Candi tikus dibuat berteras unutk menahan tanah sekitarnya. Pada dinding bagian bawah serta batur candi inilah terdapat pancuran yang seharusnya berjumlah 46 buah, namun kini tinggal 19 buah, sementara yang lain tersimpan di Museum Trowulan. Adapun bentuk jaladwara/pancurannya ada dua macam yaitu padna/ lotus dan makara.
    Pada dinding utara bagian bawahdi kiri-kanan tangga masuk terdapat bilik berupa kolam berukuran sama: panjang 3,5 m, lebar 2 m, dan tinggi 1,05 m. Pintu masuknya mempunyai tangga, terletak di dinding sebelah selatan berukuran lebar 1,2 m. Dinding utara kolam terdapat pancuran masing-masing berjumlah 3 buah.
    Seluruh pancuran air dahulu mendapat pasokan air melalui saluran yang terdapat di bagian selatan, yaitu di belakang candi induk, sementara saluran pembuangan terletak di lantai dasar.
    Bangunan induk terletak di tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding selatan. Struktur bangunan induk terdiri dari kaki, tubuh dan atap. Kaki candi berdenah segi empat berukuran panjang 7,75 m, lebar 7,65 m dan tinggi 1,5 m. Pada bagian kaki ini terdapat saluran air tertutup mengelilingi kaki,lebar 17 cm dan kedalaman 54 cm, berguna untuk memasok air ke pancuran-pancuran di sepanjang kaki candi.
    Tubuh candi berdenah bujur sangkar berukuran 4,8 X 4,8 m. Di sisi barat, utara dan timur menempel pada bagian luar tubuh candi terdapat menara semu, masing-masing berjumlah 5 buah. Di atas tubuh candi terdapat 4 buah menara berukuran 0,48 X 0,80 terletak pada tiap sudutnya.
    Menara yang paling besar berdiri di tengahnya berukuran 1 X 1,04 m serta tinggi 2,76 cm. Ke puncak menara-menara ini telah hilang, hingga tidak diketahui dengan pasti bentuknya. Menara-menara ini melambangkan Gunung Mahameru sebagai pusat makro kosmos. Candi Tikus dipugar pada tahun Anggaran 1984/1985 sampai dengan 1988/1989.



E.    Candi Kedaton
    Situs kedaton terletak di disun Kedaton, DesaSentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Situs ini dapat ditempuh dari Balai Penyelamatan Arca melalui jalan kecamatan menuju ke arah selatan. Pada jarak 1,5 km dari Balai Penyelamatan Arca terdapat jalan desa yang mengarah ke barat. Untuk sampai ke kompleks situs kedaton, jalan desa tersebut harus ditempuh sejauh 150 m. Lokasi situs Kedaton berada pada sebuah tanah datar dengan ketinggian 41,10 m di atas permukaan air laut. Dari luas  dan banyaknya struktur yang ditemukan pada situs ini, dapat diperkirakan bahwa situs ini merupakan suatu kompleks percandian yang terdiri atas beberapa bangunan :
Bangunan I (Candi Kedaton)
    Merupakan sebuah kaki bangunan dengan bentuk denah segi empat berukuran panjang 12,6 m, lebar 9,5 m, serta tinggi bagian yang tersisa 1,58 m dari permukaan tanah. Pada bagian sudut dan tengah masing-masing sisi dinding luar terdapat bentuk-bentuk pilaster, yang selain berfungsi sebagai ornamen hias juga berfunfsi sebagai penguat dinding.
    Bangunan ini mempunyai arah hadap ke barat dengan azimut 279 derajad. Di depan bangunan ini, dengan jarak kurang lebh 5 m, terdapat sebuah sumur kuno yang terbuat dari susunan bata dengan denah berbentuk segi empat, berukuran 8,5 m X 7,5 m dan kedalaman 5,70 m. Hingga sekarang sumur ini masih berfungsi, baik untuk kebutuhan air maupun untuk kepentingan ritual oleh masyarakat tertentu yang percaya, bahwa sebelum bersemedi di Sumur Upas, harus mensucikan dirinya dengan air yang berasal dari sumur kuno tersebut.

F.    Sumur Upas
Bangunan II (Kompleks Sumur Upas)
    Merupakan suatu gugusan/kompleks bangunan yang luasnya belum dapat diketahui dengan pasti, demikian pula dengan arah hadapnya. Namun berdasarkan orientasi bangunan I yang mempunyai arah hadap ke barat, diperkirakan kompleks bangunan ini juga mempunyai pintu masuk dengan arah hadap yang sama. Penamaan sumur upas diambil dari bangunan semacam lubang (sumuran) yang terdapat di tengah gugusan. Oleh masyarakat, lubang tersebut dinamakan dengan sumur upas.
    Adapun nama upas mempunyai arti gas/racun. Dalam cerita yang berkembang pada masyarakat setempat, Sumur upas ini dahulu merupakan suatu jalan rahasia menuju ke suatu tempat yang aman bagi raja apabila diserang oleh musuh. Untuk menghalangi agar tidak semua orang berani/ dapat memasukinya, maka jalan rahasia/ lorong ini diberi nama sumur upas/ sumur beracun.
    Banyaknya struktur yang nampak dari hasil ekskavasi selama ini, diperkirakan gugusan bangunan II (kompleks sumur upas) ini terdiri dari beberapa bangunan. Struktur-struktur ini posisinya saling tumpang tindih, yang menandakan bahwa situs ini pernah dihuni manusia dalam beberapa masa yang berlainan. Selain itu, temuan-temuan lepas yang didapat selama ekskavasi berlangsung, berupa : pecahan gerabah dan keramik asing (Cina) dalam jumlah yang cukup banyak, disertai dengan beberapa fragmen Arca, mendukung dugaan bahwa situs ini pada masa dahulu merupakan sebuah pemukiman. Dari hasil ekskavasi yang pernah dilakukan, ditemukan 4 buah kerangka manusia pada bangunan I (Candi Kedaton) dan sebuah kerangka lagi di dekat Sumur upas.
    Hasil penelitian kerangka manusia tersebut menunjukkan bahwa keempat kerangka yang ditemukan di dalam bangunan I berjenis kelamin wanita, sedangkan yang ditemukan di dekat Sumur Upas berjenis kelamin pria. Adanya temuan kerangka manusia yang berbeda konteks dengan temuan sekitarnya, menunjukkan bahwa situs ini mengalami fungsi yang berbeda dari masa sebelumnya.
    Di sebelah barat Candi Kedaton, dalam jarak kurang lebih 100 m, terdapat pula peninggalan purbakala berupa gugusan batu umpak berukuran besar. Batu-batu umpak ini berbentuk segi delapan, berukuran diameter 0,77 m. Bagian tengah batu umpak terdapat lubang berbentuk segi empat, sebagai tempat untuk meletakkan tiang. Diperkirakan gugusan batu umpak ini masih dalam posisi in situ dan tersusun dalam konfigurasi memanjang sejajar sebanyak tujuh-enam dengan orientasi timur-barat. Melihat letaknya yang saling berdekatan, memungkinkan besar kedua situs ini saling berkaitan.

G.    Makam Troloyo
Lokasi kompleks makam Troloyo terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Daerah ini kurang lebih 15 km di sebelah barat kota Mojokerto. Untuk dapat menuju ke tempa ini sangatlah mudah yaitu masuk ke arah selatan dari perempatan Trowulan kurang lebih 2 km.
Kepurbakalaan Troloyo merupakan pekuburan Islam kuno di kota kerajaan Majapahit. Menurut Prof. Poerwadarminto, Troloyo berasal dari kata Setra dan Proloyo. Setra berarti tegal (tanah lapang), sedangkan proloyo/loyo berarti rusak/mati. Kedua kata tersebut disingkat menjadi Troloyo yang berarti tanah lapang untuk orang mati (pekuburan/makam).
Makam Troloyo merupakan bukti adanya komunitas muslim di dalam kota kerajaan Majapahit. Bukti ini didukung oleh sumber tertulis berupa kidung sunda yang menguraikan tentang pasukan kerajaan Sunda yang akan mengantarkan Puteri Raja Sunda sebagai calon pengantin untuk raja Hayam Wuruk. Pasukan terdiri dari 4 orang utusan diiringi 300 orang  punggawa. Utusan ini masuk ke ibukota Majapahit dan berjalan ke arah selatan sampai Masjid Agung yang terletak di Palawiyan, selanjutnya berjalan lagi ke arah timur dan selatan sampai di Pablantikan diteruskan Kepatikan, sedangkan pasukan Majapahit berjalan sampai di Masjid Agung menanti pasukan dari Kerajaan Sunda di sini. Namun keberadaan Masjid Agung ini tidak ditemui lagi di bekas kota kerajaan Majapahit. Adanya komunitas muslim di ibukota kerajaan Majapahit dituliskan juga dalam Ying-Yai Sheng-Lan yang ditulis oleh Mahuan pada tahun 1416 M. Dalam buku ”The Malay Annals of Semarang and Cerbon” yang diterjemahkan oleh HJE de Graaf disebutkan bahwa utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad XV yang berada di Majapahit kebanyakan muslim.
Bukti-bukti kepurbakalaan Islam di bekas kota kerajaan Majapahit ini menarik perhatian para sarjana untuk meneliti, diantaranya adalah P.J. Veth, Verbeek, Knebel dan Krom. Peneliti selanjutnya Dr. Lc. Damais, ia menyatakan bahwa makam Troloyo meliputi jangka waktu antara 1368-1611 M. Adapaun nama-nama keluarga Raja Majapahit yang beragama Islam dan dimakamkan di Troloyo antara lain Puteri Kencana Wungu dan Dewi Anjasmoro.
Bedasarkan penelitian yang pernah dilakukan, hanya diketahui nama seorang yang dimakamkan di Troloyo yaitu Zainuddin, namun nisan dengan nama itu sudah tidak diketahui lagi tempatnya.







BAB III
KEGIATAN KKL DI BALI


A.    Museum Gedung Arca (Museum Arkeologi)
A.    Sejarah Pendirian Museum Gedung Arca
Museum Gedung Arca (Museum Arkeologi) adalah site museum yang dalam pengelolaannya merupakan bagian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT (BP3 Bali).
Sejarah pendirian museum bermula dari gagasan Prof. Dr. R.P. Soejono dan Drs. Soekarto K. Atmojo mantan Kepala Dinas Purbakala Bali untuk memajangkan/memamerkan benda cagar budaya (BCB) yang telah berhasil dilestarikan sejak berdirinya jawatan Purbakala tahun 1951.
Museum Arkeologi dengan koleksi unggulan berupa benda cagar budaya dari masa prasejarah dan sejarah yang seluruhnya berasal dari hasil pelestarian di wilayah provinsi Bali, secara resmi dibuka oleh Dirjen kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 14 September 1974.
B.    Bangunan Museum
Museum Gedung Arca didirikan di atas tanah seluas 5165 meter persegi, dengan pembagian halamannya mengikuti pola bangunan pura yang terdiri dari tiga bagian : halaman luar, halaman tengah, dan halaman dalam. Di halaman luar (jaba sisi) terdapat sebuah wantikan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan, di halaman tengah (jaba tengah) terdapat 5 gedung tempat memajang koleksi dan di halaman dalam (jeroan) terdapat 8 balai pelindung yang juga berfungsi untuk memajang koleksi.
C.    Koleksi Museum
Koleksi Gedung Arca terdiri dari dua kelompok berupa benda cagar budaya dari masa prasejarah dan sejarah.
Koleksi masa prasejarah berasal dari jaman batu sampai zaman perunggu, dan masa sejarah berasal dari abad VIII M sampai abad XV M. Koleksi-koleksi tersebut dipamerkan di halaman tengah, halaman dalam dan depan Padmasana.
•    Koleksi di Halaman Tengah
Gedung A, dipamerkan koleksi dari jaman prasejarah berupa alat-alat batu seperti kapak genggam, kapak perimbas, kapak lonjong, alat-alat dari batu kecil berbentuk mata panah yang disebut mikrolith. Semua alat tersebut pada masanya dipergunakan untuk berburu dan mengumpulkan bahan makanan. Selain itu terdapat, koleksi benda-benda asesoris berbahan perunggu seperti gelang, cincin, tajak, dan benda lainnya yang berfungsi sebagai bekal kubur.
Gedung B, dipamerkan benda cagar budaya hasil ekskavasi situs Gilimanuk pada tahun 1961, 1962, 1963. Koleksi di gedung ini berupa tempayan, periuk, fosil tengkorak kera dan lain-lain. Seluruh benda cagar budaya ini merupakan peninggalan dari masa praejarah.
Gedung J, dipamerkan koleksi keramik Cina yang berdasarkan ciri dan bahannya diperkirakan berasal dari abad X-XVIII (masa Dinasti Ming, Sung dan Ching).
Gedung K, dipamerkan koleksi benda cagar budaya dari masa sejarah, berupa stupika tanah liat yang memuat mantra agama Buddha (ye-te mantram). Tulisan yang terdapat pada materai tanah liat tersebut menunjukkan persamaan dengan tulisan yang terdapat pada ambang pintu Candi Kalasan yang berangka tahun 778 M. Selain itu dipamerkan pula benda-benda dari perunggu seperti lampu, arca, prasasti, mata uang dan alat-alat upacara yang diperkirakan berasal dari abad XIV-XVM.
•    Koleksi di Halaman Dalam
Pada Balai Pelindung C, D, E, F, G, H dan I : dipamerkan Sarkopagus dan tempayan yang merupakan koleksi unggulan Museum Gedung Arca. Sarkopagus adalah peninggalan masa perundagian (megalitik) merupakan hasil temuan yang berasal dari beberapa Kabupaten di Bali. Sarkopagus merupakan peti batu yang berfungsi sebagai wadah kubur pada masa prasejarah. Orang-orang yang dikubur dalam sarkopagus diduga orang yang memiliki status sosial lebih tinggi dalam masyarakat, seperti kepala suku. Koleksi sarkopagus ini diperkirakan berumur antara 2.000 sampai 2.500.
Balai Pelindung L (di depan Padmasana)
Pada Balai Pelindung (dipamerkan beberapa koleksi berupa Arca Dwarapala, lingga, Arca Garuda dan Fragmen Arca. Koleksi ini merupakan peninggalan yang ditemukan di lingkungan BP# Bali sekitar tahun 1950-an.
Balai Patok
Di Balai Patok dipamerkan koleksi benda cagar budaya dari masa sejarah berupa replika yaitu: Arca Bhatari Mandul, Arca Nandi, stupika Candi Pegulingan, Prasasti Balanjong (tahun 839 Caka/917 M). Prasasti Candi Tebing Gunung Kawi yang berasal dari abad XI M, prasasti Sawo gunung (Pura Pengukur-ukuran) replika Candra sengkala, (pura Penataran Blusung) dan beberapa buah arca yang berasal dari abad XIII M.
B.    Pura Besakih
Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, kecamatan Rendang kabupaten Karangasem, Bali. Komplek Pura Besakih terdiri dari 18 Pura dan 1 Pura Utama.

Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di Besakih.
Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca utama Tri Murti Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur.
Pura ini di Bali. Semua umat hindu di Bali ataupun luar Bali datang ke Pura ini, untuk bersembahyang untuk pemujaan Dewa Brahma Wisnu Siwa, (Dewa pencipta, pemelihara dan Dewa Pelebur) Di Pura ini berderet pura-pura utk persembahyangan bagi umat Hindu yang memiliki atau keturunan dari arya-arya jaman dulu, spt; Arya Kenceng, Arya Pande, dll. Juga merupakan peninggalan nenek moyang tertua di Bali.
Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
Filosofi
Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekedar menjadi tempat bersemayamnya Tuhan, menurut kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
Makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
1.    Sistem pengetahuan,
2.    Peralatan hidup dan teknologi,
3.    Organisasi sosial kemasyarakatan,
4.    Mata pencaharian hidup,
5.    Sistem bahasa,
6.    Religi dan upacara, dan
7.    Kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional.
C.    Pura Goa Gajah
Pura Goa Gajah salah satu obyek wisata di bali, terletak di Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, Bali, merupakan pusat Kerajaan Bali Kuna, dan salah satu situs peninggalan sejarah di bumi nusantara, Goa Gajah lebih tepat disebut pura, namun karena berbentuk goa, maka dinamai Goa Gajah. Jaraknya dari Denpasar Kurang lebih 26 Km. Disana ada kios-kios kesenian dan Rumah makan.
Pura ini di lingkupi oleh persawahan dengan keindahan ngarai sungai Petanu, sangat mudah dicapai karena ada pada jalur berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani.
Kekunaan disini bisa dilihat dari Peninggalan Purbakala. Di pelataran Pura Goa Gajah terdapat Petirtaan Kuna 12 x 23 M2, terbagi atas tiga bilik. Dibilik utara terdapat tiga buah Arca Pancuran dan di bilik Selatan ada Arca Pancuran pula, sedangkan di bilik tengah hanya terdapat apik arca. Di sekitar goa juga terdapat kolam pertitaan dengan tujuh patung widyadara-widyadari yang sedang memegang air suci. Konon ketujuh pancuran ini sebagai perlambang tujuh sungai penting yang sangat dihormati di India. Kompleks goa dan tempat pemandian berada di sebelah barat sungai Petanu. Sedangkan pada bagian sebelah timur dapat ditemukan goa alami dan jenis patung-patung Budha serta pahatan-pahatan batu tebing yang sebagian besar telah jatuh di pinggiran sungai yang juga akibat gempa bumi.
Identifikasi dan Daya Tarik

Goa Gajah baru ditemukan kembali pada tahun 1923. Walaupun Lwa Gajah dan Bedahulu, yang sekarang menjadi Goa Gajah dan Bedahulu, telah disebutkan di dalam kitab Nagarakertagama ditulis pada tahun 1365 M. Pada tahun 1954, ditemukan kembali kolam petirtaan di depan Goa yang kemudian disusul dengan pemugaran dan pemasangan kembali area-area pancuran yang semula terletak di depan Goa dalam keadaan tidak lengkap. Kekunoan Pura Goa Gajah dapat dibagi menjadi dua bagian.
Lokasi

Pura Goa Gajah yang dikalangan penduduk setempat lebih dikenal dengan nama Pura Goa, terletak disebelah barat desa Bedahulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar, kira-kira 27 Km dari Denpasar. Suatu kunjungan ke Pura ini dapat dilakukan dengan mudah, karena letaknya hanya beberapa meter di bawah jalan raya menuju desa Tampaksiring. Sesungguhnya Pura ini dibangun di embah sungai Petanu, dengan panorama alam yang indah, disela-sela pohon-pohon nyiur dan sebuah sungai kecil bercampur dengan Sungai Petanu dibawahnya.
Fasilitas
Pura Goa Gajah sebagai peninggalan sejarah dan purbakala yang penting, kecuali berada di tepi jalan raya yang baik, juga mempunyai fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai. Di sebelah barat pura terdapat Restaurant Petanu (Petanu, Food and Beverage) dan dari sini pengunjung dapat menyaksikan alam disebelah utaranya dengan air terjun, walaupun tidak terlalu besar. Tidak jauh dari restaurant ini, ke arah barat terdapat beberapa buah toko-toko souvenir yang baik. Di tepi jalan raya (di atas Pura Goa Gajah), telah dibangun sebuah Warung Telekomunikasi untuk komunikasi yang diperlukan. Di tempat parkir, terdapat juga warung-warung minuman dan souvenir serta toilet untuk umum, sedangkan di sebelah selatan Pura (di samping ceruk pertapaan) telah dibangun sebuah balai istirahat untuk berteduh, dengan toilet, sebuah kolam kecil dan sebuah taman kecil. Disamping itu, kini sedang dibangun sebuah wantilan, di ujung tangga turun ke halaman pura, untuk keperluan masyarakat dan pengunjung. Agak ke barat dari Wantilan ini, di balik pohon-pohon yang rindang terdapat sebuah toilet. Di sebelah selatan tempat parkir, terdapat dua buah restaurant.
Kunjungan
Sementara menikmati hidangan di restaurant ini, pengunjung dapat memandang ke selatan atau ke bawah (ke sebelah timur Pura), menikmati alam yang indah disertai desiran angin yang menyegarkan. Dewasa ini, Pura Goa Gajah semakin banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari nusantara maupun mancanegara.
Deskripsi
Bagian utara terdiri dari sebuah Goa Alam yang dipahat berbentuk huruf "T". Di dalam Goa ini terdapat sebuah arca Ganesa, yang dianggap sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan, fragmen-fragmen arca dan sebuah trilangga yang dikelilingi oleh delapan buah lingga kecil-kecil. Pada bagian dinding Goa, terdapat ceruk-ceruk pertapaan dan bagian muka Goa, kecuali dihiasi dengan pahatan yang menggambarkan sebuah hutan belantara dengan isinya, juga dilengkapi dengan sebuah kepala kala memakai subang.
Di dinding Goa terdapat juga prasasti singkat yang berbunyi "Kumon" dan "sahywangsa", yang menurut tipe hurufnya diduga berasal dari abad 11 M. Di sebelah barat Goa, di dalam sebuah bangunan terdapat sebuah arca jongkok, Ganesa dan arca Men Brayut yang di dalam mitologi agama Budha dikenal sebagai Hariti, penyelamat anak-anak.
Di depan Goa, kecuali arca penjaga, terdapat juga fragmen-fragmen bangunan yang tidak diketahui asal usulnya, seperti fragmen-fragmen bangunan yang sekarang tidak dikumpulkan di halaman pura di sebelah barat kolam petirtaan. Arca-arca pancuran yang sekarang telah berfungsi kembali di dalam kolam petirtaan yang dibagi menjadi tiga bagian, menurut gayanya diduga berasal dari abad 11 M. Sayang sekali arca pancuran yang terletak di kolam paling tengah, belum ditemukan hingga sekarang. Di sebelah kanan Goa, memang terdapat sebuah arca Pancuran Ganesa, tetapi ternyata tidak cocok dengan kolam yang paling tengah tadi.
Adapun bagian yang kedua dari Pura Goa Gajah ialah bagian sebelah Tenggara. Di sini terdapat dua buah arca Budha, yang sebuah tanpa kepala dan sebuah lagi masih cukup baik dengan gaya Jawa Tengah. Di sebelah utara arca ini, masih kelihatan melekat di tebing yaitu bagian kaki dari candi tebing yang bagian atasnya telah lama jatuh ke dalam sungai kecil. Di dalam sungai kecil ini terdapat relief stupa bercabang tiga, reruntuhan candi tebing dengan pahatan-pahatan yang indah. Di sebelah barat sungai kecil ini terdapat sebuah ceruk pertapaan.
Berdasarkan temuan kepurbakalaan tersebut di atas, dapat diketahui, bahwa Pura Goa Gajah berasal dari abad 9 dan 11 M. Yang dahulu kala berfungsi sebagai tempat pertapaan Bhiksu Buddha dan Pendeta Siwa. Kekunoan ini juga menunjukkan penyatuan ajaran agama Buddha dan Siwa berlangsung dengan baik.
Di seberang jalan raya di atas Pura Goa Gajah terdapat sebuah pura yang disebut pura Jempinis yang dalam ritual keagamaan masih mempunyai hubungan erat sekali denga Pura Goa Gajah. Di sini juga terdapat beberapa arca kuno dan fragmen - fragmen bangunan.
Goa Gajah terletak di desa Beduli, kecamatan Blahbatuh, kabupaten Gianyar, jarak dari Denpasar kurang lebih 26 km, sangat mudah dicapai.
Disana ada kios-kios kesenian dan rumah makan. Pura ini dikelilingi oleh persawahan dengan keindahan sungai Petanu. Berada pada jalur denpasar Tampaksiring Danau Batur Kintamani. Dikitarnya terdapat tempat-tempat bersejarah seperti yeh Pulu, Samuan Tiga, gedong Arca, Arjuna Bertapa, Kebo Edan, Pusering Jagat, Penataran Sasih dan lain-lain.

Namun Goa Gajah belum diketahui asal-usulnya secara pasti. Nama ini perpaduan dengan nama Pura Goa (sebutan masyarakat setempat dengan nama kuno yang termuat dalam prasasti-prasati, yakni Ergajah dan Lwa Gajah. Nama-nama Antakunjarapada dan Ratnakunjarapada mengandung pula arti gajah (kunjara)
Disini dulu tempatnya kaum Brahmana mangadakan Tapa Berata, bilamana anda masuk ke dalam gua. di kiri kanan dan di Ujung dalam gua, anda akan melihat tempat strategis spt tempat untuk mengadakan yoga semadi. Di luar are Goa terdapat patung  Ganeca dan permandian penduduk desa yang masih digunakan sampai sekarang.













D.    Pura Kebo Edan

 Letak dan Lingkungan       
            Secara administratif Pura Kebo Edan berada di wilayah Dusun Intaran, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, tepatnya berada pada ruas jalan raya jurusan Gianyar, Tampaksiring, Kintamani, berada pada perbatasan antara dua Desa yaitu Desa Bedulu dan Desa Pejeng. Jarak dari Kota Gianyar ke lokasi ± 5 km, jarak dari  lokasi ke Kota Denpasar ± 26 km. Pura ini sangat mudah dikenali karena berdekatan dengan Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali.
              Lingkungan sekitar pura terdiri atas areal persawahan dan pemukiman penduduk Desa Pejeng (Dusun Intaran). Dibagian Selatan dan Barat Komplek Pura Kebo edan terdapat selokan (saluran air sawah) dan persawahan subak Bedulu. Di bagian utara pura terdapat areal persawahan subak pegending. Bagian timur dibatasi oleh jalan raya(jalan aspal) dan perumahan penduduk.  Dari jalan raya kita dapat menjangkau pura dengan berjalan kaki ±50 m kearah barat, maka akan tiba dipelataran Pura Kebo Edan.         
  Data Sejarah      
                     Untuk mengungkapkan keberadaan Pura Kebo Edan terutama sejarahnya tidaklah mudah. Hal ini disebabkan karena belum ditemukannya sumber-sumber tertulis baik yang berupa data prasasti ataupun yang berbentuk “Purana” yang diharapkan dapat memberi kejelasan mengenai sejarahnya.       Walupun demikian adanya sejumlah peninggalan purbakala terutamanya arca di Pura Kebo Edan ini merupakan suatu sumber autentik yang amat berguna, namun data itupun belum sepenuhnya dapat membantu dalam mengkaji sejarah pura ini dengan lengkap. Di Pura ini terdapat beberapa tinggalan  arca ± 55 buah yang keseluruhannya berada di areal dalam (Jeroan) pura baik yang berada di dalam pelinggih maupun yang ada diareal pura. Adapun beberapa buah arca diantaranya :
•   Arca Dewa Ganesa
•   Arca Perwujudan
•   Arca Raksasa
•   Arca Nandi
•   Arca Pendukung Tiang (Arca Gana)
•   Arca Gajah
•   Fragmen Arca Raksasa
•   Fragmen Kepala Binatang
•   Fragmen Bangunan
•   Batu-batu alam
                    Dari keseluruhan arca-arca tersebut kondisinya ada yang masih utuh dan ada pula yang sudah rusak baik patah maupun aus. Dari segi nama menunjukkan bahwa kata “Kebo Edan “ berarti ‘Kebo Gila’. Kenapa dinamai demikian? Hal ini kemungkinan besar diambil dari nama sepasang arca kerbau yang terdapat di pura ini. Dua arca Kerbau itu dilukiskan melihat kearah arca Siwa bhairawa yang sedang melakukan praktek ajaran Bhairawa. Memang dalam prakteknya ajaran bhairawa menempuh jalan niwerti untuk mencapai tujuannya yaitu dengan memuaskan hawa nafsu sehingga sampai mabuk. Sebagaimana diketahui dalam Sejarah Indonesia, bahwa pada zaman kerajaaan Singosari memerintah seorang raja yang bernama Kertanegara (1268-1292 M). Raja ini mempunyai cita-cita menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara guna menandingi ancaman Kaesar Tiongkok yang bernama ‘Kubilai Khan’ dimulailah politik ekspansi dengan menyerang Kerajaan Melayu pada tahun 1275, Pulau Bali tahun 1284 Masehi dan menguasainya berdasarkan sumber prasasti tahun 1296 masehi. Pada Tahun 1300 masehi Raja Kertanegara di Bali mengangkat wakilnya yang bernama ‘Kebo Parud’ dengan jabatan Raja Patih.       
Letak Geografis Pura Kebo Edan yang dikelilingi oleh pura-pura kuna lainnya seperti Pura Pusering Jagat di utara, Pura Penataran Sasih ditimur laut dan Pura Arjuna diselatan memberi bukti bahwa situs Pura Kebo Edan memiliki nilai histories yang penting. Memperhatikan keadaan diatas, sejarah Pura Kebo edan nampaknya tidak dapat dipisahkan dengan pura-pura yang ada disekitarnya,sehingga memberikan indikasi bahwa Pura Kebo Edan mempunyai nilai historis sangat penting dalam konteks sejarah Bali.
          Arca Siwa Bhairawa di Pura Kebo Edan rupa-rupanya berasal dari masa pemerintahan Raja Asta Sura Ratna Bumi Banten, oleh  karena berasal dari masa pemerintahan ini maka arca tersebut kemungkinan berasal dari pertenganahan abad XIV Masehi. Stutterhiem bahkan mengatakan arca-arca di Pura Kebo Edan berasal dari abad ke-XIII Masehi (Srijaya, 1990 : 13)

               Aliran Tantrayana dalam Agama Hindu dapat dibedakan menjadi dua aliran besar yaitu Tantrayana kiri dan Tantrayana kanan. Agama Hindu khususnya dari sekte Siwa yang mendapat pengaruh ajaran Tantra dikenal dengan nama Siwa Tantra/Siwa Bhairawa, ajaran Tantrayana tidak berpengaruh dinegeri kelahiran agama Hindu seperti India, tapi kenyataannya paham tersebut berkembang pesat di Indonesia. Data arkeologis menunjukkan paham Tantrayana telah berkembang di Indonesia sekitar abad VIII Masehi, khususnya di Jawa Tengah. Kemudian setelah pusat pemerintahan pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada sekitar abad X Masehi maka paham Tantra ikut terbawa, dibawah pemerintahan Raja Kertanegara ajaran Tantrayana berkembang dengan sangat subur. Dalam kitab ”Negarakertagama” Pupuh 43.3 dikatakan Raja Kertanegara sangat tekun menjalankan Tantra-Subhuti, disamping sang raja menjalankan puja. Yoga dan semadhi. Raja Kertanegara berkuasa di Jawa Timur mulai Tahun 1254-1292 Masehi. Kekuasaan Singosari yang dipimpin Raja Kertanegara melakukan ekspedisi ke Bali pada Tahun 1284 Masehi. Dalam prasasti yang berangka Tahun 1296 Masehi menyebutkan setelah berhasil menguasai Bali Raja Kertanegara kemudian mengangkat wakilnya yang bernama ’Kebo Parud’ dengan jabatan Raja Patih, hubungan historis Pulau Bali dengan Pulau Jawa khususnya Jawa Timur erat kaitannya dengan diawali oleh perkawinan Udayana Warmadewa (putra Bali) dengan seorang putri Jawa Timur yang bernama ”Sri Gunapriyadharmapatni”.Sri Gunapriyadharmapatni (Mahendradata) adalah cicit Empu Sendok kemungkinan telah mendapat pengaruh ajaran Tantra sejak masih berada di Jawa. Di Bali sejak pemerintahan Udayana Warmadewa bersama-sama istrinya Gunapriyadharmapatni merupakan masa suburnya ilmu-ilmu gaib seperti calon arang,  yang diceritakan pemujaan terhadap Hyang Bhairawi atau Dewi Durga.

E.    Pura Penataran Sasih
Pura ini terletak di desa pejeng di tepi jalan raya menuju objek wisata Tampaksiring. Pura tertua di Bali ini terkenal karena terdapat sebuah nekara yang besar dengan tinggi 186,5 cm dan berdiameter 160cm yang merupakan salah satu peninggalan sejarah jaman Bali kuno.

Nekara perunggu yang berasal dari jaman pra hindu terkenal dengan nama bulan pejeng yang berarti bulan jatuh ke bumi. Maka dari itu pura ini di beri nama pura Penataran "Sasih" dimana "Sasih" berarti bulan. Yang menarik disini ialah hiasan "Bulan Pejeng" yang berbentuk kedok muka yang disusun sepasang-sepasang dengan matanya yang besar dan membelalak, dengan telinga yang panjang dan anting-antingnya yang dibuat dari uang kepeng dengan hidung segitiga. Nekara ini konon dibuat untuk media memohon hujan oleh masyarakat.

Keunikan tempat ini dan yang ditunggu para turis adalah momen tarian sakral Sang Hyang Jaran yang hanya dipentaskan jika ada upacara besar di pura ini. Tarian ini akan dibawakan oleh empat penari yang ditunjuk seketika (on the spot) di sekitar arena, hmm.. lantas kalau misalnya Anda yang terpilih, siap-siap saja tubuh Anda akan bergerak mengikuti musik di luar kesadaran. Tapi, biasanya yang terkena tunjuk adalah warga setempat atau para warga yang berniat sembahyang.


PURA PENATARAN SASIH MENYIMPAN NEKARA TERBESAR
Sekilas

Lingkungan Pura Penataran Sasih ini menjadi sangat terkenal karena di sini terdapat sebuah Nikara Perunggu yang sangat besar dengan tinggi 186,5 cm dengan garis tengah 160 Cm. Nikara Perunggu ini sebenarnya berasal dari jaman Prasejarah atau Pra Hindu, yang juga terkenal dengan nama "Bulan Pejeng" karena dianggap sebagai "Bulan" yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu lingkungan Pura ini disebut lingkungan Pura Penataran Sasih (Sasih=Bulan).

Yang sangat menarik perhatian adalah, hiasan Bulan Pejeng yang berbentuk kedok muka yang disusun sepasang-sepasang dengan matanya yang besar membelalak, telnganya yang panjang dan anting-antingnya yang dibuat dari uang kepeng dan hidungnya berbentuk segi tiga. Bulan Pejeng ini dianggap subangnya Kebo Iwa. Di dalam lingkungan Pura ini juga terdapat sejumlah Arca-arca Kuno yang penting.

Lokasi

Lingkungan pura ini terletak di tengah-tengah Desa Pejeng di tepi jalan raya menuju Tampak Siring, kira-kira 8 km sebelah Barat Kota Gianyar dan 27 Km dari kota Denpasar. Di halaman depan lingkungan pura terdapat beberapa beberapa pedagang souvenir dan diseberang jalan raya terdapat juga sanggar pelukis. Tidak jauh ke arah Utara di sebuah perempata terdapat juga warung-warung makanan dan minuman.
F.    Pura Gunung Kawi
Ada tiga Gunung Kawi di Bali yaitu di Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar; di Desa Tampaksiring, Gianyar; dan di Desa Bitra, Gianyar. Yang paling sering dibicarakan oleh arkeolog dan sejarawan (Bali) Kuno adalah Gunung Kawi Tampaksiring yang terletak lebih kurang 40 km dari Denpasar kea rah timur laut. Secara umum, GKT adalah kompleks situs arkeologis yang sangat luas, dipahatkan di tebing-tebing Tukad Pakerisan. GKT terdiri atas empat kelompok yakni (1) kelompok empat candi tebing, ceruk-ceruk pertapaan dan pancuran, terletak di sebelah barat Tukad Pakerisan, (2) di sebelah timur tukad, terdiri atas lima candi tebing dengan ceruk-ceruk pertapaan dan kolam petirtaan dengan beberapa pancuran, (3) terletak tidak jauh ke arah tenggara melewati sawah-sawah, terdapat juga beberapa buah ceruk dan biara, dan di antaranya ada yang belum terselesaikan dengan sempurna,dan (4) oleh para ahli arkeologi disebut Makam ke-10, sedangkan di kalangan masyarakat setempat dikenal dengan nama Geria Pedanda, kelompok ini terdiri atas gapura-gapura dan ceruk-ceruk pertapaan. Gunung Kawi Tampaksiring mempunyai gugusan candi tebing yang tidak ditemukan di daerah lain kecuali di India Selatan.


Pura ini merupakan Pura Padharman dari Raja Udayana. Artinya, pura ini untuk menstanakan roh suci atau Dewa Pitara keluarga Raja Udayana. Pura ini disebut Gunung Kawi karena yang dikawi atau yang diukir adalah lereng gunung di Sungai Pakerisan. Konon yang mengukir lereng bukit Sungai Pakerisan itu menjadi candi adalah Kebo Iwa, tokoh ahli bangunan atau arsitek pada zaman pemerintahan keluarga Raja Udayana. Kebo Iwa membuat ukiran candi sampai menjadi Pura Gunung Kawi dengan menggunakan kukunya. Raja Udayana adalah raja dari Wamsa Warmadewa. Raja ini memerintah Bali bersama dengan permaisurinya bernama Mahendradata dengan gelar Gunapriya Dharma Patni yang berasal dari Jawa Timur. Sejak pemerintahan suami-istri pada abad XI ini prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja di Bali tidak lagi hanya menggunakan bahasa Bali, tetapi sudah menggunakan bahasa Jawa Kuno. Ini artinya pengaruh Hindu Jawa telah masuk ke Bali. Kesusastraan Hindu Jawa pun mulai semakin kuat mempengaruhi kesusastraan Bali.
Ada kelompok lima candi dipahatkan di tebing timur Sungai Pakerisan berjejer dari utara ke selatan. Kelima candi ini menghadap ke barat. Pahatan candi yang paling utara ada tulisan yang berbunyi ''haji lumah ing jalu''. Kemungkinan candi yang paling utara untuk stana pemujaan roh suci Raja Udayana. Sedangkan yang lain-lainnya adalah stana anak-anak Raja Udayana yaitu Marakata dan Anak Wungsu serta permaisurinya.

Di pintu masuk candi sebelah selatan dari Candi Udayana ada tulisan ''rwa anakira''. Artinya, dua anak beliau. Candi inilah yang ditujukan untuk stana putra Raja Udayana yaitu Marakata dan Anak Wungsu. Sementara di tebing barat Sungai Pakerisan terdapat empat kelompok candi yang dipahatkan di tebing Sungai Pakerisan itu berjejer dari utara keselatan menghadap ke timur. Menurut Dr. R. Goris, keempat candi ini adalah sebagai padharman empat permaisuri raja. Di samping itu ada satu pahatan candi lagi terletak di tebing barat daya Sungai Pakerisan. Di candi itu ada tulisan dengan bunyi ''rakryan''. Kemungkinan candi ini sebagai padharman dari seorang patih kepercayaan raja. Karena itulah diletakkan di sebelah barat daya. Di sebelah selatan candi kelompok lima terdapat wihara berjejer sebagai sarana bertapa brata. Raja Udayana dengan permaisurinya berbeda sistem keagamaannya. Raja Udayana lebih menekankan pada ke-Budha-an, sedangkan Gunapriya Dharma Patni lebih menekankan pada sistem kerohanian Siwa. Hal inilah yang menyebabkan agama Hindu di Bali disebut Agama Siwa Budha.
G.    Pura Taman Ayun
Pura taman ayun ini terletak 18 km dari Denpasar, termasuk Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Sejarah dan asal-usul pura taman ayun adalah sangat erat sekali hubungannya dengan berdirinya kerajaan Mengwi pada tahun 1627 M (1549 Caka). Pura taman ayun seleai dibangun dan dipelaspas pad tahun 1634 M, (1556 Caka) pada waktu pemerintahan raja Mengwi yang petama yaitu : I Gusti Agung Ngurah Made Agung yang kemudian bergelar “Ida Cokorda Sakti Belambangan”.
    Pura taman ayun adalah pura paibon/pedarman dari keluarga raja Mengwi untuk memuja roh para leluhur dari raja-raja yang diwujudkan dengan dibangunnya sebuah Gedong Paibon.
    Sebagaimana halnya pura-pura di Bali, Pura taman ayun dibagi pula menjadi tiga halaman yaitu bagian yang paling suci disebut Utama Mandala (jeroan), Madia Mandala (jaba tengah), Nista Mandala (jabaan). Untuk masuk ke utama mandala dibangun sebuah Kori Agung (Paduraksa) sedangkan pada Madia dan Nista Mandala dibangun Candi bentar (Apit Surang).
    Selain gedong paibom, di utama mandala (jeroan) dilengkapi pula dengan pelinggih-pelinggih lainnya untuk pesimpangan-pesimpangan/pengayatan-pengayatan dari beberapa pura khayangan jagat di Bali. Adapun maksud dan tujuan didirikannya pelinggih-pelinggih tersebut oleh raj adalah agar beliau beserta rakyat kerajaan Mengwi dapat memohon restu untuk keselamatan serta kesejahteraan dan kesuburan negara, juga untuk memberikan kesempatan kepada segenaprakyat Mengwi turut serta melakukan upacara-upacara keagamaan di pura taman ayun seperti : misalnya, meajar-ajar, memendak sangpitara, mumas pekuluh (air suci) untuk memberantas hama disawah dan lain-lain.
    Juga disini dibangun pelinggih tempat menyembah “Pasek Badak” untuk menyembah rohnya Pasek Badak yang disungsung oleh segenap “Bala Putra” teruna Bata-Batu (prajurit kerajaan).
Pura taman ayun juga merupakan tetamanan tempat untuk beistirahat dan berekreasi dari para keluarga raja Mengwi. Pura ini luasnya 4 Ha (40.000 meter persegi) dikelilingi oleh kolam besar, pada zaman kerajaan dahulu ditanami beraneka bunga seperti teratai, seroja, sedangkan di tepi kolamnya ditumbuhi pohon kamboja, cempaka, kenanga, sekarwati, wani, mangga dan rambutan.
Pura Taman ayun sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya kerajaan Mengwi, pada tahun 1890 M (1812Caka) timbullah perang dengan raja Badung, Mengwi mengalami kekalahan dan raja Mengwi (yang kesepuluh) “I Gusti Agung Made Agung” gugur dalam pertempuran itu dan segenap keluarga raja yang masih hidup menyelamatkan diri ke wilayah sebelah timur. Selama ada dalam pengasingan, pura taman ayun tidak terpelihara seperti sebelum perang dirawat dengan sangat baiknya, sehingga timbullah keusakan-kerusakan pada bangunan-bangunan yang ada.
    Pada tahun 1911 M kembalilah sebagian dari keluarga raja kembali ke Mengwi dan pura taman ayun dirawat kembali. Tetapi pada hari Sabtu, tanggal 20 Januari 1917 M terjadi bencana alam gempa bumi (gejer) yang amat dahsyat sehingga banyak dri bangunan-bangunan yang ada menjadi roboh dan rusak. Namun bisa dipugar kembali satu demisatu hingga kini, seperti yang kita saksikan sekarang.
    Upacara piodalan di pura taman ayun jatuh pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia, setiap 210 harisekali (tiap-tiap 6 bulan Bali).
    Pura taman ayun sudah banyak dikunjungi wisatawan sejak sebelum perang dunia, sebagai pengemongnya adalah keluarga Puri Gede Mengwi yang dibantu oleh sebuah Panitia yang terdiri dari para prajuru adat seperti kelian Desa Adat sekecamatan Mengwi. Yang terdiri dari 38 Desa Adat yang disebut dengan “MANGU KERTHA MANDALA”.

H.    Pantai Sanur
Letak / Lokasi pantai sanur
Pantai sanur terletak di Desa Sanur, Kota Badung, Denpasar, tepatnya berlokasi di kaki Pulau Bali. Kira-kira perjalanan 15 menit dari Art Center dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan beroda dua maupun empat.
Sejarah Pantai Sanur
Pantai sanur berdiri pada tahun 1932 yang didirikan oleh Adrean Jean Majeor The Mark pres. Pada mulanya Adrean Jean Majeor The Markpres berlayar di Indonesia, beliau sempat singgah di Pulau Bali. Pada saat itu Adrean jean Majeor The markpres bertemu dengan seorang gadis bernama Nyi Nyoman Polok, ia baru berusia 15 tahun. Ia baru berusia 15 tahun. Kemudian mereka menjalin hubungan dan kemudian mereka menikah.
Pada tahun 1958 Adrean jean Majeor The Markpres meninggal dan pada tahun 1985 Nyi Nyoman Polok juga meninggal.
Pantai sanur terkenal dengan matahari terbitnya. Menurut orang-orang Pantai Sanur adalah tempat suci Nyi Roro Kidul dan akirnya Pantai Sanur menjadi salah satu obyek wisata di Pulau Bali yang terkenal di dunia. Pantai sanur juga terkenal dengan pasir putihnya yang dapat menghilangkan penyakit rematik.

Kondisi Fisik Pantai Sanur
Obyek ini memiliki tempat yang strategis yang memiliki panjang pasir putihnya 3 kilometer dari pesisir pantainya. Sebenarnya pantai sanur ini  sangat indah, tetapi sayangnya kurang terawat karena tidak ada petugas kebersihannya.

Pembagian-Pembagian ruang Pantai Sanur
Di Pulau ini terdapat bangunan yang terletak di pesisir pantai yang terbuat dari batu-batu ditumpuk dan ditata rapi, di atas batu-batu itu diberi lempengan yang rata. Jadi bangunan ini sangat bagus sekali.

Pengunjung Pantai Sanur
Pantai sanur yang memiliki tempat sejuk ini terdapat banyak pengunjung terutama para turis manca negara yang berpariwisata.

Sarana Prasarana Pantai Sanur
Obyek ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap, seperti pedagang, kamar mandi, restoran, vila, tempat beristirahat dan lain-lain.

Pemilik / Pedagang di Pantai Sanur
Di Obyek Pantai Sanur ini terdapat pedagang, pedagang kain, cindra mata, makanan dan lain lain. Harganyapun tidak terlalu mahal, apalagi kalau kita pandai-pandai menawar.

Kelebihan Pantai Sanur
Pantai ini karena memiliki tempat yang stratergis, sejuk maka para pengunjungpun merasanyaman, apalagi dengan pasir putihnya yang dapat mengobati rematik.
I.    Bedugul
Bedugul Bali, merupakan salah satu objek wisata pilihan di Bali juga. Objek wisata ini terletak di kabupaten Tabanan dan terkenal akan danau dan restorannya.
Suhu udara di Bedugul jauh lebih dingin dibandingkan tempat wisata lainnya di Bali, dengan suhu kurang lebih 18 drajat celcius, tentu memberikan suasana tersendiri selama liburan di Bali. Tempat wisata Bali ini mirip dengan yang ditawarkan di Kintamani
Bedugul terkenal akan keindahan danau Tamblingan dan andapun bisa menikmati keindahannya dengan menyewa speedboat atau perahu untuk berkeliling danau. Objek wisata ini juga merupakan persinggahan untuk mengunjungi objek wisata lainnya seperti Tanah Lot, Sangeh, Taman Ayun dan tempat wisata lainnya.
Letak / Lokasi Bedugul
Danau Bedugul terletak di Kabupaten Tabanan. Danau Bedugul ini merupakan tempat wisata pilihan di Bali, Suhu udara di Bedugul jauh lebih dingin dibandingkan tempat wisata lainnya. Dengan suhu kurang lebih 18 Derajat Celcius.
Sejarah Bedugul
Bedugul berasal dari kata Bedogol. Bedugul ini adalah danau beratan yang paling dangkal, di daerah danau Bedugul ini banyak terdapat hasil pertanian. Hasil pertanian disini yang paling banyak dijumpai adalah buah buahan dan sayuran. Banyak jenis buah-buahan disini diantaranya adalah buah markisa, buah anggur, dan buah manila.

Kondisi Fisik Bangunan Bedugul
Secara global bangunan yang terdapa pada danau Bedugul ini adalah bersifat kuno atau bersifat khas zaman dahuu. Danau tersebut tempatnya juga bersih dan tidak kotor.

Pembagian-pembagian ruang Bedugul
Bangunan-bangunan yang terdapat di Bedugul yaitu kios-kios tempat penjualan oleh-oleh diantaranya adalah kios buah-buahan, supermarket, tempat bangunan untuk menikmati danau Bedugul.

Pengunjung, Pembeli di Bedugul
Banyak pengunjung yang datang ke danau Bedugul. Turis-turispun banyak yang datang kesana. Disana juga banyak orang yang membeli baju, buah-buahan atau hiasan-hiasan dinding yang tersedia disana. Pengunjung banyak berkunjung kesana kira-kira pada saat hari libur dan study tour sekolah.

Sarana Prasarana
Isi dalam danau Bedugul ini salah satunya kapal-kapal laut yang disewakan kepada pengunjung, adapun supermarket dan kios-kios kecil sebagai tempat pengunjung membeli oleh-oleh bagi keluarga.

Pedagang
Didaerah danau Bedugul banyak penjual yang menjual berbagai buah-buahan hasil pertanian disana dan berbagai baju, ukir-ukiran khas Bali, penjual disanapun sangat ramah dan tlaten melayani pembeli. Barang-barang yang dijual disana amat mahal tetapi kalau kita bisa menawar mungkin harganya jauh lebih murah dari pada harga semula.

Kelebihan
Kelebihan obyek wisata di Danau Bedugul ini adalah kondisi fisik bangunannya yang bersih dan teratur.
J.    Pasar Sukowati
Pasar Sukawati merupakan sebuah pasar yang sangat terkenal di Bali. Karena pasar ini menjual pakaian-pakaian santai dengan harga yang sangat miring. Pasar Sukawati menyediakan pakaian-pakaian seperti Batik khas bali, selain batik khas bali juga tersedia berbagai macam baju-baju serta celana pendek harga miring yang akan cocok dipakai di pantai. Dan juga ada beberapa kaos yang bercorak Bali. Semua barang-barang disini bisa ditawar, dan sebagai tipsnya harganya bisa sepertiga dari harga pertama yang ditawarkan oleh penjualnya.
Bali seakan tidak pernah habis untuk dibicarakan. Kesenian dan pesona alamnya seakan tidak pernah luntur ditelan zaman. Wisatawan, baik lokal maupun mancanegera, seakan tidak pernah puas untuk datang kembali ke pulau dewata ini.
Tempat yang biasa dijadikan pilihan wisatawan untuk membeli oleh-oleh dari Bali, salah satunya adalah Pasar Seni Sukawati. Dimana Pasar Seni Sukawati ini terletak di Daerah Tingkat II Gianyar, yang terkenal dengan keseniannya. Berbagai jenis kerajinan ada di sana, mulai dari kaos khas Bali, patung, lukisan, sprei, bisa didapatkan dengan harga yang murah.
Sukowati Bali
Pasar Sukowati Bali, mudah dijangkau karena teletak di jantung kota, Display barang souvenir Kerajinan khas Bali terlengkap dan murah.
Souvenir Bali hampir terdapat disepanjang jalan yang Anda lalui selama liburan di Bali. Display kerajinan yang terlihat dari jalan menunjukkan barang apa yang dapat Anda peroleh. Pemandangan seperti ini lazim Anda jumpai sewaktu Anda menyusuri jalanan ramai di Kuta, daerah tenang di Sanur, ataupun ketika berada di Ubud yang tentram.
Jika Anda menginginkan beberapa jenis kerajinan, untuk menghemat waktu tak ada salahnya jika langsung datang ke art shop atau pasar seni yang lengkap dalam menyediakan aneka kerajinan Bali.
Bila berkunjung ke Bali, pasti tidak akan melewatkan sebuah tempat berbelanja terkenal yang paling digemari, yaitu Pasar Seni Sukowati. Di sini Anda dapat  memperoleh berbagai barang dan cindera mata khas Bali. Orang menyebut pasar ini sebagai surga berbelanja karena Anda bisa menemukan beraneka ragam souvenir khas Bali, kain Bali, baju, tas, kain pantai, ikat kepala, patung, lukisan, anyam-anyaman, sprei tempat tidur dan alat musik tradisional dan masih banyak lagi yang lainnya, dengan harga yang murah yang penting anda harus menawarnya. Berbagai ukiran dan pernak pernik khas Bali merupakan daya tarik yang selalu mengundang begitu banyak pengunjung datang dan berbelanja untuk membawa pulang cindera mata bagi keluarga dan handai tolan. Hampir di setiap hari libur maka pasar ini akan diserbu dengan banyak turis lokal maupun luar negeri untuk mencari barang-barang khas Bali yang mereka sukai.

K.    Joger

Joger : pabrik kata-kata. Tidak salah memang banyak orang menyebutnya begitu. T-shirt yang diproduksi Joger memang berisi kata-kata yang lucu, “nyeleneh”, nakal dan membuat orang menjadi penasaran akan maknanya.

Kenapa namanya Joger sih? Menurut pemiliknya, Joseph Theodorus Wulianadi, yang cukup lama tinggal di Bali dan pernah berprofesi sebagai tour guide ini, nama Joger diambil dari gabungan namanya sendiri dan sahabatnya “Gerard”. Modal untuk memulai usaha ini didapat dari hadiah pernikahan Bapak Joseph di tahun 1981 dari Bapak Gerard.

Kini tiap musim liburan atau ngga, toko T-shirt yang satu ini selalu ramai dan bikin macet kawasan jalan Raya Kuta, belakang Supernova. Oh ya letaknya itu sangat strategis dekat dengan pusat keramaian Kuta, cuma kadang-kadang masalahnya parkir mobil yang susah, apalagi kalau musim liburan.

Sebelum masuk pintu, anda akan disambut tulisan-tulisan garing seperti “Ini tembok Joger, bukan tembok Berlin”. Ketika masuk, makin banyak kata-kata garing yang anda temui. Lihat saja di beberapa merchandise kecil, Joger menulis “Milik pabrik kata-kata Joger, Kuta, Balinesia yang tak terpisahkan dari Indonesia. Okay?”. Mungkin seperti Jumat Kumat di ID-Gmail yang punya tagline, GARING adalah FEATURE.

Mr. Joger (yang punya) memang kreatif. Sangat kreatif. Ia menerapkan marketing terbalik. Maksudnya, ketika banyak produsen berlomba-lomba menjunjung tinggi produk mereka lewat iklan-iklan di media cetak atau elektronik, maka Joger berbeda. Dengan jelas, Joger menulis “Joger jelek, Bali bagus, Joger jelek, Bali cantik”. Satu hal lagi, anda tidak diperkenankan untuk membeli banyak. Aku tidak tahu, banyak dalam arti mereka seperti apa. Karena aku tidak menemukan apa arti kata banyak yang dimaksud Joger di kertas-kertas yang menghiasi ruangan.

Yang jelas, wisatawan lokal yang berkunjung ke Bali rasanya tidak lengkap jika tidak membawa oleh-oleh khas Joger. Sayangnya, Joger hanya buka sampai jam 6 sore WIT. Mungkin tidak menjadi masalah berarti untuk para wisatawan domestik. Mereka berlibur di Bali, tidak seperti aku, bekerja! Hehehe…

Produk teraneh di Joger, adalah Jam mundur. Katanya, dibuat khusus untuk orang-orang yang berpikiran maju. Harganya tidak terlalu mahal, dengan 65 ribu rupiah, anda bisa mendapatkan satu jam dinding yang berjalan mundur. Sungguh sebuah terobosan yang gila dan nyeleneh!

Untuk menangkal serangan maling, Joger juga punya kata-kata seperti “Dilarang maling!, karena TUHAN, kan ada di mana-mana!” yang disertakan dalam tiap produk. Entah, kata-kata itu berkhasiat apa tidak.

Jadi, jangan lupa untuk mengunjungi Joger jika pergi ke Bali. Karena belanja tidak belanja, tetap thank you. Begitu tagline yang diusung Joger. Jika tidak punya cukup uang untuk berbelanja, berburu stiker saja sudah cukup murah.



















BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan

    Tempat-tempat bersejarah yang kami kunjungi di Jawa Timur dan Bali merupakan tempat yang menyimpan kekayaan benda-benda peninggalan Hindu-Budha yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Tempat-tempat bersejarah tersebut memiliki pesona keindahan, kemegahan dan keunikannya masing-masing. Dunia pun mengakui benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha sebagai mahakarya para leluhur bangsa Indonesia yang bernilai budaya tinggi. Maka sudah sepatutnya kita sebagai generasi penerus masa depan bangsa Indonesia berkewajiban menjaga, merawat dan memelihara benda-benda peninggalan dan kebudayaan para leluhur kita sebagai warisan yang tidak ternilai harganya.

B.    Saran-saran

    Saat kami mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang menyimpan benda-benda peninggalan Hindu-Budha di Jawa Timur dan Bali, secara keseluruhan kebersihan, kerapian dan keindahan benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha terpelihara dengan baik. Benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha tersebut masih terjaga keasliannya meski telah mengalami pemugaran beberapa kali.
    Namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi, antara lain :
1.    Dari segi pelayanan, pihak museum perlu menyediakan jasa pemandu yang bertugas mengarahkan dan menjelaskan tentang benda cagar budaya peninggalan Hindu-Budha yang merupakan koleksi museum secara detail dan menyeluruh, bukan gambaran umum.
2.    Selain itu, diharapkan di tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi pengunjung hendaknya menyediakan brosur di lobi depan, sehingga saat pengunjung akan memasuki tempat tersebut dapat mengambil brosur sebagai pedoman atau acuan mengelilingi tempat tersebut. Dengan demikian pengunjung juga akan mendapatkan informasi yang lengkap.
3.    Perlunya papan peringatan kepada pengunjung terutama di lokawisata pura-pura di Bali yang dianggap disucikan bagi masyarakat Bali. Memasang papan aturan yang harus ditaati di pura, papan tersebut memuat hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan dan boleh dilakukan pengunjung di lokawisata. Hal ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, demi kenyamanan bersama.
    Demikian simpulan dan saran yang dapat penyusun kemukakan. Penyusun berharap saran yang dikemukakan tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak.
    Akhirnya dengan tersusunnya laporan ini yang masih banyak kekurangan, penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang tidak berkenan di hati para pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.


















DAFTAR PUSTAKA

    Kusumajaya, I Made, dkk., Mengenal Kepurbakalaan Majapahit Di Daerah Trowulan.
    700 Tahun Majapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai. Surabaya : Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Jawa Timur. 700 Tahun Majapahit.
Mutiara-mutiara Majapahit, (BP3)
    Mulyana, Slamet .1965. Menuju Puncak Kebesaran Majapahit. Jakarta : Balai Pustaka.
    Mulyana, Slamet. 1967. Perundang-undangan Majapahit. Jakarta : Bhatara.
    Mulyana, Slamet. 1979. Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta : Bharata Jaya Aksara.
    Mulyana, Slamet. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta : Inti Idayu.
    Yamin, Muhammad. 1962. Tatanegara Majapahit Parwa I. Sapta Parwa. Jakarta : Yayasan Prapanca.
    Subroto, PH. Dkk., 1995/1996. Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi dalam Dinamika Sosial Budaya Masyarakat di Pulau Jawa Abad VII-XX, Surabaya : Kerjasama Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dengan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
    Soeroso, MP., 1983. Struktur Batu Bata dari Trowulan (Tinjauan Sebab-sebab Keruntuhan Kerajaan Majapahit), dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi III. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
    Soeroso, MP., 1988. Ekonomi dan Arsitektur Majapahit dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
www.wikipedia.joger  (diakses pada tanggal 3 Agustus 2010)
www.wikipedia.com/candibajangratu (diakses pada tanggal 4 Agustus 2010)
www.wikipedia.com/goagajah (diakses pada tanggal 5 Agustus 2010)
www.purbakalabali.com (diakses pada tanggal 6 Agustus)
www.wikipedia.pantaisanur (diakses pada tanggal 7 Agustus 2010)
Brosur Gedung Arca (Museum Arkeologi).
Brosur Pura Taman Ayun Mengwi.